Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Foto Ini Diambil saat Rekonstruksi Polisi atas Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan?

Selasa, 12 November 2019 14:41 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Foto Ini Diambil saat Rekonstruksi Polisi atas Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan?

Foto yang disebut sebagai foto rekonstruksi polisi atas kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, beredar di media sosial. Foto itu salah satunya dibagikan oleh akun Eko Kuntadhi, @eko_kuntadhi, di Twitter pada Selasa, 5 November 2019.

Foto itu merupakan foto dalam gambar tangkapan layar berita yang diklaim berasal dari situs JawaPos.com. Foto itu menampakkan dua orang pria yang mengendarai sepeda motor sedang menyiramkan air ke seluruh wajah pria berbaju putih yang sedang berjalan.

Akun Eko Kuntadhi pun menulis narasi bahwa foto itu adalah foto saat polisi melakukan rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Ekok Kuntadhi di Twitter.

Benarkah foto yang diunggah akun Eko Kuntadhi itu diambil saat rekontruksi polisi atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tim CekFakta Tempo menggunakan reverse image tools Yandex untuk menelusuri asal foto yang diunggah akun Eko Kuntadhi tersebut. Hasilnya, foto itu pertama kali dimuat oleh JawaPos.com pada 21 Juni 2017 dalam berita yang berjudul “Ketika Wartawan Memerankan Adegan Penyiraman Air Keras Novel Baswedan”.

Foto tersebut merupakan foto tiga wartawan yang tergabung dalam wadah jurnalis anti korupsi saat melakukan aksi teatrikal penyiraman air keras terhadap Novel. Aksi itu digelar di depan Gedung KPK pada 20 Juni 2017 dan bertepatan dengan ulang tahun Novel.

Gambar tangkapan layar berita di JawaPos.com yang memuat aksi teatrikal penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Isi berita JawaPos.com itu pun menceritakan aksi teatrikal peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang diperankan oleh sejumlah wartawan. Aksi ini dilakukan, selain untuk memperingati ulang tahun Novel Baswedan yang ke-40, juga sebagai pesan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar mau membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) seperti saat pengungkapan perkara pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.

"Ini bentuk pesan kami sebagai jurnalis anti korupsi, bahwa kami sebagai masyarakat dan jurnalis tidak tidur untuk mengawasi kinerja Polri," ujar Kuswandi, koordinator massa aksi, saat membuka acara di lobi gedung KPK, Jakarta, pada 20 Juni 2017.

Selain dalam berita di atas, foto yang sama juga dimuat oleh JawaPos.com dalam berita lain, yakni yang berjudul "Percepatan Ungkap Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan, Timgab Lakukan Uji Alibi" yang dimuat pada 10 April 2019.

Hanya saja, keterangan foto dalam berita ini berbeda dengan keterangan foto dalam berita di atas. Keterangan foto dalam berita ini berbunyi: "Rekonstruksi kasus penyiraman terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan. (Dok JawaPos.com)". Keterangan foto ini sama dengan keterangan foto dalam gambar tangkapan layar yang diunggah akun Eko Kuntadhi.

Terkait perbedaan keterangan foto ini, Tempo menghubungi Pemimpin Redaksi JawaPos.com, Dhimas Ginanjar Satria Perdana. Dhimas mengatakan bahwa keterangan kedua foto itu sama-sama benar. Namun, dalam keterangan foto berita yang berjudul "Percepatan Ungkap Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan, Timgab Lakukan Uji Alibi", JawaPos.com tidak pernah menyebut bahwa itu merupakan rekonstruksi dari polisi, melainkan hanya rekonstruksi.

"Jadi, kalau disebut rekonstruksi dari polisi seperti yang disampaikan akun Eko, tidak benar, karena tidak ada satu berita pun yang menyebut itu rekonstruksi oleh polisi," ujar Dhimas saat dihubungi melalui aplikasi pesan WhatsApp pada Selasa, 12 November 2019.

Dhimas menambahkan, kata "rekonstruksi" memang dekat dengan polisi. Tapi, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata "rekonstruksi" tanpa merujuk pada profesi tertentu. Rekonstruksi memiliki dua arti, yakni pengembalian seperti semula dan penyusunan (penggambaran) kembali.

Pra-Rekonstruksi Kasus Novel Baswedan

Adapun pra-rekonstruksi yang digelar oleh Polda Metro Jaya atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan berlangsung pada 3-4 Agustus 2017. Reka ulang itu dilakukan sejak malam hari pada pukul 22.10 di samping Masjid Al-Ihsan di Jalan Deposito T, Pegangsaan Dua, Jakarta Utara.

Pra-rekonstruksi dilakukan berdasarkan keterangan saksi kunci, E, 26 tahun. "Jadi untuk perkembangan Novel dari awal Agustus telah lakukan pra-rekonstruksi. Saksi pertama adalah saksi E," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono di Markas Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, pada 8 Agustus 2017.

E merupakan jemaah Masjid Al-Ihsan. Novel diserang dua orang tidak dikenal setelah salat subuh di Masjid Al-Ihsan. Sementara itu, E pulang lebih dulu dibandingkan Novel ketika itu dan melihat dua orang mencurigakan di dekat Masjid Al-Ihsan pada 11 April 2017. "Jadi kita di sana sesuai jam waktu yang sama kita sesuaikan dengan situasi, dan cuaca kita sesuaikan," ucap Argo.

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, bisa disimpulkan bahwa foto yang diunggah oleh akun Eko Kuntadhi, @eko_kuntadhi, bukan merupakan foto rekonstruksi polisi atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, melainkan foto aksi teatrikal penyiraman air keras terhadap Novel. Dengan demikian, narasi yang dibagikan oleh akun tersebut keliru.

IKA NINGTYAS

Catatan Koreksi: Artikel ini diubah pada 12 November 2019 pukul 19.10 karena terdapat revisi di bagian pemeriksaan fakta dan penambahan penjelasan dari Pemimpin Redaksi JawaPos.com. Redaksi mohon maaf.

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id