Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Polda Metro Jaya Mengeluarkan Selebaran DPO terhadap Veronica Koman?

Jumat, 6 September 2019 20:24 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Polda Metro Jaya Mengeluarkan Selebaran DPO terhadap Veronica Koman?

Halaman Facebook Alamindobarakah, @haryany80, mengunggah selebaran DPO atau daftar pencarian orang terhadap aktivis hak asasi manusia, Veronica Koman, pada Kamis, 5 September 2019. Pamflet itu memuat logo dan tulisan yang diklaim berasal dari Polda Metro Jaya.

Dalam pamflet berwarna abu-abu tua itu, tertulis bahwa Veronica menjadi provokator aksi kerusuhan di Papua. Di dalamnya, tercantum pula foto dan informasi identitas yang menyebut Veronica berusia 21 tahun dan kelahiran Medan, 14 Juni 1998.

Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi selebaran DPO terhadap Veronica Koman.

Oleh halaman Facebook itu, selebaran tersebut diunggah dengan narasi, “Ayo lambungkan pengen tau gmna prosesnya kalau pelaku orang Cina.” Unggahan itu pun viral dan telah dibagikan hingga lebih dari 18 ribu kali.

Benarkah Polda Metro Jaya mengeluarkan selebaran DPO terhadap Veronica Koman? Lalu, benarkah narasi yang menyebut Veronica adalah orang Cina?

PEMERIKSAAN FAKTA

Unggahan ini muncul setelah Polda Jawa Timur menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka pada Rabu, 4 September 2019. Polisi menganggap Veronica aktif melakukan provokasi terkait insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019 lewat media sosial.

Polisi pun menjerat Veronica dengan pasal berlapis, antara lain pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, saat ini, Veronica berada di luar negeri. Untuk melacak keberadaan Veronica, polisi melibatkan Interpol.

Meskipun begitu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan pihaknya tidak menerbitkan ataupun mengedarkan selebaran DPO terhadap Veronica. Dia juga menegaskan format selebaran DPO yang beredar di media sosial bukanlah format selebaran yang biasa dibuat oleh Polda Metro Jaya. "Format DPO itu bukan seperti itu," kata Argo.

Selain dibantah oleh Polda Metro Jaya, Tim CekFakta Tempo menemukan kejanggalan dalam informasi identitas Veronica dalam selebaran itu. Veronica disebut lahir pada 1998 dan berusia 21 tahun. Dalam catatan Tempo, Veronica berusia 31 tahun. Artinya, Veronica lahir pada 1988.

Veronica bukan orang Cina

Narasi dalam unggahan halaman Facebook Alamindobarakah menyebutkan Veronica Koman berasal dari Cina. Padahal, ia lahir di Medan, Sumatera Utara. Veronica pun meraih gelar sebagai sarjana hukum di sebuah kampus swasta di Jakarta.

Narasi yang menyebut Veronica sebagai orang Cina tentu tidak akurat dan mengarahkan pada sentimen etnis tertentu. Sebutan itu juga tidak relevan dengan sangkaan yang kini dihadapinya.

Veronica sebagai pembela HAM

Penetapan Veronica Koman sebagai tersangka provokasi kasus Papua juga mendapat kritik dari berbagai pihak. Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan Veronica seharusnya diperlakukan sebagai pembela HAM dan mendapatkan perlindungan dari negara.

Sandrayati mengatakan Veronica aktif dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Veronica juga sudah menjadi pengacara bagi masyarakat Papua sejak tergabung di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Menurut Sandrayati, seharusnya ada pendekatan dan perlindungan khusus bagi Veronica dalam konteks pembela HAM. Hanya saja polisi masih memperlakukan Veronica seperti warga biasa yang diduga melanggar UU ITE.

Sudah cukup lama Veronica berkiprah sebagai pembela HAM dan pengacara publik. Dikutip dari Tirto, Veronica pernah tercatat sebagai pengacara publik di LBH Jakarta. Ia kerap mengadvokasi isu minoritas dan kelompok rentan, pencari suaka, hingga aktivis Papua.

Pada 2016, Veronica tergabung dalam tim kuasa hukum yang mengajukan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat untuk mendesak pemerintah membuka dokumen laporan Tim Pencari Fakta kasus Munir, aktivis HAM yang dibunuh pada dekade 2000-an.

Keterlibatan Veronica dalam isu-isu Papua bukan hanya terjadi belakangan ini saja. Dalam wawancara dengan media Inggris, The Guardian, Veronica menjelaskan bahwa dirinya mulai terlibat dalam isu Papua setelah mengetahui penembakan yang menewaskan murid sekolah pada Desember 2014.

"Begitu mendengar kasus pembunuhan tahun 2014 itu, saya mulai belajar banyak soal Papua dan itu benar-benar membuka mata saya," katanya. "Itulah misi saya sekarang, yaitu membuka apa yang terjadi di Papua," ujarnya menambahkan.

Veronica pun mengatakan bahwa dia banyak belajar dari keberanian dan ketabahan rakyat Papua. "Hal ini mengubah hidup saya, bagaimana saya melihatnya dan bagaimana saya melihat perlawanan mereka," tuturnya.

"Aparat keamanan Indonesia cenderung meremehkan apa yang terjadi, misalnya tentang jumlah korban, sedangkan warga Papua cenderung melebih-lebihkan," kata Veronica. "Kami di Jakarta tidak mendengar adanya pelanggaran HAM di sana," ujarnya.

Sebelum kerusuhan Papua pada Agustus lalu, Veronica sebagai pengacara sedang membela Komite Nasional Papua Barat yang kantornya di Mimika digerebek polisi saat malam tahun baru 2019 lalu.

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan bahwa unggahan halaman Alamindobarakah di Facebook keliru karena Polda Metro Jaya membantah bahwa selebaran DPO terhadap Veronica Koman berasal dari lembaganya. Narasi yang menyebut Veronica orang Cina pun keliru. Veronica adalah orang Indonesia yang menjadi pengacara dan pembela HAM, khususnya terkait isu minoritas serta kelompok rentan, pencari suaka, hingga aktivis Papua.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id