Keliru: Prabowo Menyusun RUU untuk Penjarakan Pejabat yang Hina Rakyat

Rabu, 26 Maret 2025 14:30 WIB

Keliru: Prabowo Menyusun RUU untuk Penjarakan Pejabat yang Hina Rakyat

SEBUAH konten beredar di Instagram [arsip] yang memuat klaim bahwa Presiden Prabowo Subianto akan menyusun rancangan undang-undang (RUU) untuk memenjarakan pejabat yang menghina rakyat.

Konten itu berisi teks dengan latar hitam bertuliskan: Prabowo akan Menyusun UU yang Pejabat yang Hina Rakyat. Konten itu memuat audio yang identik dengan suara jurnalis Najwa Shihab yang mengatakan selama ini rakyat bisa dipidana saat menghina pejabat. 

Namun, benarkah klaim yang mengatakan ada penyusunan RUU tersebut?

PEMERIKSAAN FAKTA

Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa klaim dalam konten tersebut keliru. Tidak ada RUU yang diajukan oleh pemerintah untuk dapat memenjarakan pejabat yang menghina rakyatnya.

Berdasarkan pemeriksaan pada 176 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR tahun 2024-2029 di website resmi DPR, tidak ditemukan RUU untuk menjerat pejabat yang menghina rakyat. Demikian juga dalam Prolegnas Prioritas tahun 2025 di website Hukumonline.com.

Tempo juga menemukan suara Najwa Shihab yang digunakan dalam video yang beredar, sesungguhnya tidak berkaitan dengan RUU pemidanaan pejabat yang menghina rakyat. Suara itu, diambil dari video di akun YouTube Najwa Shihab yang diunggah 28 Juni 2022. Lewat video itu, Justru Najwa mengkritik pasal penghinaan pejabat dalam KUHP yang menjadi sumber perdebatan.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan belum mengetahui perihal RUU itu. “Saya belum tahu pemerintah menyusun undang-undang apa, karena kan saya ini bukan di eksekutif, di legislatif. Bahwa kemudian nanti kalau pemerintah mengirimkan usulan ke DPR, mungkin saya baru tahu,” kata pria yang juga menjabat Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu, melalui WhatsApp, 25 Maret 2025.

Koordinator Divisi Advokasi Parlemen Indonesia Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro, mengatakan bahwa tidak ada pembahasan RUU yang bisa digunakan masyarakat untuk mempidanakan pejabat yang menghina mereka.

Sebaliknya, Komisi III DPR sedang membahas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berisi satu pasal yang membahayakan kebebasan berpendapat yakni terkait penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

Tentang KUHAP

Sebelumnya, UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memasukkan pemidanaan menghina martabat presiden dan wakil presiden, serta menteri, pejabat legislatif (MPR, DPR & DPD), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kini, KUHAP tidak memperjelas penanganan pasal tersebut, tidak menyediakan opsi mediasi secara jelas, sehingga bisa menjadikan aturan pelarangan penghinaan itu sebagai pasal karet yang digunakan untuk membungkam pengkritik pejabat.

“Jika pasal 191 RUU KUHAP diterapkan secara luas dan tanpa batasan yang jelas, bisa terjadi kriminalisasi terhadap warga yang menyampaikan kritik yang sah,” kata Arif melalui WhatsApp, 25 Maret 2025.

Pasal 191 RUU KUHAP mengeluarkan atau mengecualikan pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden dari pidana yang bisa mengajukan kesepakatan damai, sehingga opsi jalur mediasi menjadi tidak jelas.

Arif mengatakan sumber masalah pasal berbahaya itu muncul di KUHP. Salah satu solusinya, RUU KUHAP perlu memberi jaminan aturan tersebut tidak akan digunakan secara sewenang-wenang dan tetap menghormati hak warga untuk menyampaikan pendapat. Mahkamah Konstitusi pun, sebelumnya juga pernah membatalkan pasal serupa dalam KUHP lama karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi. 

“Oleh karena itu, sebaiknya ada mekanisme yang lebih jelas untuk memastikan bahwa kritik yang bersifat konstruktif tetap dilindungi dan tidak dikriminalisasi,” kata Arif lagi.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Nur Ramadhan mengatakan pihaknya tidak melihat adanya RUU usulan pemerintah maupun DPR tentang pemidanaan pejabat yang menghina rakyat.

Dia menyarankan masyarakat yang ingin mengetahui RUU yang sedang dibahas dengan memeriksa Prolegnas 2024-2029 dan Prolegnas prioritas pembahasan tahun 2025. “Namun sayang website DPR sangat jauh dari kata mutakhir, sehingga sulit untuk mengetahui apa saja RUU yang sedang dibahas,” kata Nur melalui WhatsApp, 25 Maret 2025.

Arif dan Nur sama-sama menganggap pembahasan RUU di DPR tidak transparan, dengan minimnya ketersediaan informasi yang terupdate di website resmi. Kondisi itu menurunkan kepercayaan publik dan mendukung sebaran hoaks.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Prabowo sedang menyusun RUU yang dapat mempidanakan pejabat yang menghina rakyat adalah klaim keliru.

Justru sebaliknya, Komisi III DPR sedang membahas RUU KUHAP yang tidak melindungi masyarakat yang mengkritik pejabat. Lantaran tidak memberikan batasan yang jelas terkait penegakan pasal penghinaan pejabat dalam KUHP.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]