Keliru, Cara Hadapi Mpox dengan Hindari Informasi Media Massa, Kemenkes, dan Pemerintah

Senin, 25 November 2024 22:01 WIB

Keliru, Cara Hadapi Mpox dengan Hindari Informasi Media Massa, Kemenkes, dan Pemerintah

Sebuah narasi beredar di Threads [arsip] yang menyatakan bahwa cara menghadapi merebaknya wabah Mpox adalah dengan menghindari informasi dari media massa, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan rezim yang terkait.

Konten Gambar yang disertakan memperlihatkan tangkapan layar artikel tentang status darurat kesehatan global yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyusul merebaknya kembali wabah Mpox. Konten itu menyarankan masyarakat mengabaikan informasi dari media massa, Kemenkes, dan rezim terkait.  

Namun, benarkah cara itu tepat untuk menghadapi wabah Mpox?

PEMERIKSAAN FAKTA

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), selama wabah penyakit apa pun, tidak terkecuali keadaan darurat cacar monyet yang sedang berlangsung, media memainkan peran penting dalam mengkomunikasikan risiko kesehatan dan tindakan yang dapat diambil orang untuk melindungi diri mereka sendiri terhadap risiko tersebut. 

Hal ini memberi orang-orang kesempatan untuk membuat keputusan mereka sendiri yang tepat bagaimana menjaga kesehatan, khususnya yang tergolong paling riskan.

Dalam panduan pencegahan dan penanganan Mpox yang dilansir oleh WHO maupun ahli terkait, langkah-langkah menghindari informasi dari media maupun otoritas tidak termasuk di dalamnya.

Mpox adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mpox. Ini adalah infeksi virus yang dapat menyebar di antara orang-orang, terutama melalui kontak dekat, dan kadang-kadang dari lingkungan ke manusia melalui benda-benda dan permukaan yang telah disentuh oleh penderita cacar monyet. Di lingkungan di mana virus cacar monyet ada di antara beberapa hewan liar, virus ini juga dapat ditularkan dari hewan yang terinfeksi ke orang yang melakukan kontak dengan mereka.

Penularan Mpox bisa terjadi melalui kontak erat meliputi kulit-ke-kulit (misalnya sentuhan, seks anal atau vagina); tatap muka (misalnya; berbicara, menyanyi atau bernapas); mulut ke kulit (misalnya, seks oral); dan mulut ke mulut (misalnya berciuman). Anda juga dapat tertular mpox dari tempat tidur, handuk, permukaan, atau benda yang terkontaminasi. 

Untuk melindungi diri, masing-masing masyarakat perlu menghindari kontak erat dengan orang lain yang didiagnosis atau dicurigai terinfeksi Mpox. Selain itu mempelajari gejala, dan melakukan isolasi mandiri bila merasa tertular Mpox.

Jika terdapat kasus infeksi Mpox di daerah tempat tinggal, isolasi mandiri bisa dilakukan sambil tetap tinggal serumah dengan anggota keluarga lain, dengan tetap menghindari potensi penularan.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Dr. Syahrizal Syarif, M.P.H., Ph.D., dikutip dari laman Universitas Indonesia, menjelaskan wabah Mpox diperkirakan tidak akan menjadi pandemi global. Menurutnya penanganan wabah ini membutuhkan edukasi pada kelompok berisiko tinggi, deteksi dini, penanganan isolasi yang tepat, serta pengobatan yang efektif.

Dia menjelaskan strain virus mpox yang pernah ditemukan di Indonesia adalah Clade 2 yang sulit menular dan memiliki tingkat kematian yang rendah yani di bawah 1 persen dari total orang yang terinfeksi.

Hal ini berbeda dengan strain Clade 1 yang lebih umum menginfeksi di Afrika yang memiliki tingkat kematian 5 sampai 10 persen. Menurutnya, meskipun mpox yang ditemukan di Indonesia tidak memiliki tingkat kematian tinggi, namun harus diwaspadai bila menginfeksi kelompok masyarakat berisiko tinggi.

Dia mengatakan diagnosis seseorang terinfeksi mpox atau tidak bisa dilakukan dengan PCR. Sementara orang yang terinfeksi mpox pada umumnya bisa sembuh dengan isolasi mandiri selama 2 sampai 4 minggu. Sementara orang-orang yang pernah kontak erat dengan orang yang terinfeksi Mpox, disarankan untuk menerima vaksin mpox. Namun, vaksinasi mpox ini tidak disarankannya dilakukan secara massal kepada masyarakat umum.

“Vaksin Mpox direkomendasikan untuk mereka yang pernah kontak erat dengan penderita mpox. Vaksin ini terbukti efektif hingga 86% dalam mencegah penularan, dan diberikan dalam dua dosis dengan jarak 28 hari,” kata Syahrizal.

Peneliti virologi dari Universitas Airlangga, Dr. Arif Nur Muhammad Ansori, M.Si dalam artikel cek fakta Tempo edisi 24 Oktober 2024 mengatakan, walaupun sebagian besar kasus mpox yang terlapor adalah di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, penyakit ini tidak eksklusif untuk kelompok tertentu saja. Mpox dapat menular ke siapa saja yang melakukan kontak kulit dekat dengan orang yang terinfeksi, baik melalui hubungan seksual maupun kontak fisik lainnya.

“Oleh karena itu, menyebut penyakit ini sebagai ‘penyakit LGBT’ adalah salah dan berpotensi menimbulkan stigma yang tidak berdasar,” kata Arif menegaskan.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan cara menghadapi wabah Mpox dengan hindari berita dari media massa, pernyataan Kemenkes dan lembaga pemerintah lainnya, adalah klaim keliru.

Masyarakat justru diimbau untuk mencari dan menyimak informasi perkembangan sebaran Mpox di daerahnya, jika ada, dan bersiap melakukan pencegahan penularan dan penanganan yang efektif.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Cek Fakta Tempo telah hadir selama lima tahun membantu publik menghadirkan informasi yang sesuai fakta, serta melawan misinformasi dan disinformasi. Kami membutuhkan masukan Anda agar cek fakta Tempo terus relevan menjawab kebutuhan pembaca serta menghadapi tantangan disinformasi yang semakin kompleks. Semoga Anda bisa meluangkan waktu selama 5 menit mengisi survei pada tautan ini.

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]