Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Belum Ada Bukti, Video yang Diklaim Menunjukkan Cara Kerja Chart Penggelembungan Suara Pilpres 2024

Kamis, 7 Maret 2024 08:23 WIB

Belum Ada Bukti, Video yang Diklaim Menunjukkan Cara Kerja Chart Penggelembungan Suara Pilpres 2024

Sebuah video beredar di YouTube dan Facebook akun ini dan ini, yang diklaim sebagai cara Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penggelembungan suara hasil Pilpres 2024 dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik mereka.

Video itu memperlihatkan sebuah antarmuka perangkat lunak yang bisa menghasilkan chart atau diagram persentase hasil Pemilu 2024 dari seluruh tempat pemungutan suara (TPS). Sebagian unggahan menyatakan perangkat lunak itu adalah Sirekap.

Narator menunjukkan angka persentase untuk masing-masing pasangan capres-cawapres dalam perangkat lunak itu, bisa ditentukan sesuai keinginan pengguna. Hal ini menjadikan perangkat lunak itu bisa disalahgunakan untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres.

Benarkah video itu yang digunakan KPU untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo mencari informasi lebih lengkap mengenai video tersebut, menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Google. Ditemukan beberapa video dari pengguna media sosial lainnya.

Sebagian pengguna media sosial, mengatakan bahwa video itu merupakan simulasi dugaan kecurangan penghitungan suara Pilpres 2024. Klaim itu disampaikan konten di saluran YouTube bernama on 471 dan akun Facebook bernama Deddy Madjmoe.

Video yang diunggah dua akun tersebut menyatakan perangkat lunak yang ditampilkan video itu sekedar simulasi, bukan Sirekap milik KPU. Video itu sesungguhnya menunjukkan aplikasi yang dibuat pihak tertentu untuk mendemonstrasikan dugaan kecurangan Pilpres 2024.

Di sisi lain, informasi yang mengatakan video itu hanya memperlihatkan simulasi, diperkuat fakta bahwa teks dalam aplikasi di video itu tidak sesuai dengan istilah-istilah yang digunakan dalam Sirekap milik KPU.

Misalnya di bagian perolehan seluruh suara pasangan capres-cawapres dalam aplikasi di video berjudul “Chart Penggiring Opini”, padahal di website KPU berjudul “Hasil Hitung Suara Pemilu Presiden & Wakil Presiden RI 2024 Tingkat Nasional”.

Demikian juga untuk data hasil suara di masing-masing TPS, dalam aplikasi di video diberi judul “Data Pengecoh”, padahal di website KPU judulnya "Hasil Hitung Suara Pemilu Presiden & Wakil Presiden RI 2024" yang diikuti nama provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan TPS.

Selain itu, aplikasi simulasi dalam video menggunakan istilah TPZ, bukan TPS. Hal itu menunjukkan aplikasi dalam video dibuat khusus untuk memperagakan dugaan kecurangan pemilu yang dituduhkan oleh beberapa pihak.

Tentang Sirekap

Dilansir dari Majalah Tempo edisi 18 Februari 2024, Sirekap merupakan perangkat lunak pendokumentasian Formulir C dari TPS, yang dikembangkan sejak 2021 oleh tim pengembang dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ketua tim itu adalah Wakil Rektor ITB, Gusti Ayu Putri Saptawati.

Perangkat lunak hasil proyek senilai Rp 3,5 miliar itu, juga dilengkapi optical character recognition (OCR) dan optical marking recognition (OMR). Fitur tersebut dinilai mampu memindai Formulir C, kemudian mengambil dan menyimpan data hasil suara yang tertera.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari sesungguhnya telah mengakui adanya ketidakcocokan data yang dihasilkan Sirekap dengan yang tertera di Formulir C. Namun, menurutnya kesalahan ada pada tidak optimalnya OCR dan OMR. Hasyim tidak membahas dugaan adanya rekayasa data Sirekap.

Tuntutan Audit Sirekap

Tuntutan diadakan audit Sirekap oleh auditor independen menyeruak buntut sejumlah kejanggalan yang ditemukan. Tak hanya terkait kualitas pindai OCR dan OMR, namun juga dugaan penggunaan server yang berada di Singapura, dan dugaan rekayasa data saat rekapitulasi suara Pemilu 2024.

Salah satunya disuarakan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang meminta KPU membuka ruang pihak eksternal untuk melakukan audit Sirekap, sebagaimana diberitakan iNews.id

Peneliti Perludem, Nur Amalia Salabi, mengatakan pihaknya telah mencatat sejumlah temuan kejanggalan Sirekap. Pertama, sebagian Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) kesulitan mengakses Sirekap sebelum dan sesudah pencoblosan.

Kedua, Formulir C yang sudah diunggah ke Sirekap, sebagian belum ditampilkan di website KPU. Ketiga, terkait penggelembungan suara, di mana jumlah suara yang diperoleh dalam pencoblosan, melebihi jumlah pemilih terdaftar di TPS tersebut. 

"Jumlah suara sah di beberapa TPS lebih tinggi daripada jumlah pemilih per TPS, yang paling banyak hanya 300 pemilih," kata Nur.

Dilansir Tempo, Pengamat IT sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan terjadi kesalahan fatal dalam Sirekap sehingga perangkat lunak itu perlu dievaluasi, bahkan diaudit. 

Menurutnya kebocoran data dan penggelembungan suara termasuk masalah fatal tersebut. Ditambah lagi kejanggalan itu cenderung menguntungkan salah satu pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2024, yang sesungguhnya tidak diinginkan masyarakat.

"Sebetulnya ini tidak perlu terjadi kalau memang sistem ini dipersiapkan dengan baik sejak awal," kata Heru, Senin, 4 Maret 2024.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan video yang beredar dan diklaim sebagai simulasi yang menunjukkan cara kecurangan Pemilu 2024 melalui Sirekap merupakan klaim yang belum ada bukti. 

Perangkat lunak yang ditampilkan video tersebut bukan Sirekap. Sejumlah organisasi sipil dan pakar menyatakan perlu adanya audit Sirekap oleh auditor independen, untuk mengetahui fakta atas berbagai kejanggalan yang ditemukan pada perangkat lunak tersebut.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id