Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Video Berisi Klaim bahwa Masuknya Rohingya ke Indonesia sama dengan Israel Masuk Palestina

Kamis, 28 Desember 2023 21:45 WIB

Keliru, Video Berisi Klaim bahwa Masuknya Rohingya ke Indonesia sama dengan Israel Masuk Palestina

Video berdurasi 1 menit 18 detik beredar di Tiktok, berisi klaim bahwa masuknya pengungsi etnis Rohingya ke Indonesia sama dengan Israel.

Video itu berisi seorang pria yang mengatakan bahwa kebaikan orang Indonesia telah dimanfaatkan oleh etnis Rohingya. Pria itu menyebut Malaysia yang sebelumnya telah menampung etnis Rohingya dan memberi makan, malah menuntut tanah ke pemerintah.

Di bagian akhir video, pria itu juga menyebut bahwa siapa yang di belakang etnis Rohingya tidak pernah diketahui. “Apakah Americol (Amerika, red), kita juga tidak tahu, kan, cara main mereka seperti itu, numpang..numpang numpang…lalu akhirnya kayak Palestina, dijajah.”

Benarkah klaim-klaim tersebut?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo menggunakan sumber-sumber kredibel untuk melacak berbagai klaim itu serta meminta analisis dari Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yunizar Adiputra.

Klaim 1: Pengungsi etnis Rohingya di Malaysia menuntut tanah ke pemerintah

Fakta: Tempo tidak menemukan pemberitaan tentang pengungsi Rohingya yang menuntut tanah ke Pemerintah Malaysia. Klaim itu sebenarnya berasal dari video yang beredar di media sosial tentang sejumlah etnis Rohingya yang berdemonstrasi dan disebarkan dengan narasi bahwa mereka meminta tanah.

Namun setelah diverifikasi, salah satunya oleh Tribun Aceh, demonstrasi itu bukanlah untuk menuntut tanah ke pemerintah Malaysia. Melainkan demo etnis Rohingya di Malaysia memprotes kekerasan di Myanmar pada 5 September 2017. 

Klaim 2: Masuknya Rohingya ke Indonesia sama dengan Israel masuk Palestina

Fakta: Menurut Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada, Yunizar Adiputra, terdapat perbedaan antara apa yang dialami oleh etnis Rohingya dengan kasus Israel-Palestina. Pertama, pada akhir Perang Dunia I, wilayah Palestina merupakan wilayah yang dimandatkan kepada Inggris oleh Liga Bangsa-Bangsa. Ini kemudian membuka jalan bagi lahirnya negara Israel dan (seharusnya) negara Palestina, dengan dasar rencana partisi yang ditetapkan oleh PBB di akhir Perang Dunia II. Dengan kata lain, imigrasi warga Yahudi ke wilayah Palestina terjadi di saat wilayah tersebut berada di bawah kendali Inggris. 

“Ini tentu saja berbeda dengan etnis Rohingya yang datang ke Indonesia dalam kondisi negara Indonesia sudah ada dan berdaulat penuh. Indonesia saat ini tidak berada di bawah kendali Inggris (atau entitas manapun),” kata Yunizar melalui emailnya kepada Tempo, 28 Desember 2023.

Kedua, berbeda dengan warga Yahudi yang sejak dulu mendambakan memiliki ’Negara Yahudi’ di wilayah Palestina (dan didukung oleh Inggris melalui deklarasi Balfour), etnis Rohingya tidak pernah mendambakan memiliki ’Negara Rohingya’, apalagi di wilayah Indonesia. 

Selain itu, perebutan wilayah Palestina oleh warga Yahudi dan Arab Palestina juga dibumbui sentimen sejarah dan penguasaan ‘holyland’ di Yerusalem. Sentimen serupa tidak ada dalam kasus Rohingya di Indonesia.

Ketiga, warga Yahudi juga sudah sejak dulu memiliki enclave di wilayah Palestina yang hidup berdampingan dengan warga Arab. Sedangkan Rohingya tidak memiliki itu di Indonesia. Sebaliknya, nasib pengungsi Rohingya lebih mirip dengan nasib warga Palestina yang saat ini berada di bawah pendudukan Israel yang apartheid. 

“Di Myanmar, mereka mengalami persekusi, diskriminasi, bahkan tidak diakui sebagai warga negara, meskipun mereka sudah tinggal di wilayah tersebut sejak sangat lama,” tulis Yunizar.

Klaim 3: Ada kepentingan negara lain di balik kedatangan pengungsi etnis Rohingya

Fakta: Etnis Rohingnya mengungsi ke luar Myanmar karena persekusi panjang yang mereka alami, bukan kepentingan atau campur tangan negara lain.

Sebelumnya, Tim Cek Fakta Tempo telah menerbitkan artikel cek fakta untuk memverifikasi klaim adanya kepentingan negara lain. Penelitian Mohajan berjudul “History of Rakhine State and the Origin of the Rohingya”, umat Islam di Myanmar mengalami penganiayaan sejak masa pemerintahan Raja Bodawpayar (1782-1819) karena ketakutan akan penyebaran Islam. 

Hal itu berlanjut hingga pemerintahan militer yang dipimpin oleh Jenderal Angkatan Darat Burma Ne Win antara tahun 1966 dan 1988. Sejak tahun 1970-an, sejumlah tindakan keras terhadap Rohingya di Rakhine menyebabkan lebih dari satu juta orang mengungsi ke negara tetangga Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.  

Laman UNHCR menjelaskan dalam tiga dekade terakhir sekitar 1 juta orang etnis Rohingya melarikan diri ke kamp-kamp di negara tetangga Bangladesh dan kebanyakan pada tahun 2017 setelah beberapa insiden kekerasan dan pelanggaran HAM berskala besar. Kondisi keamanan di kamp-kamp Bangladesh yang sesak telah memburuk secara signifikan selama beberapa waktu terakhir, mendorong banyak keluarga pengungsi Rohingya untuk melakukan perjalanan yang sangat berbahaya dalam mencari keselamatan dan stabilitas.

Pengungsi Rohingya tidak hanya mencari keselamatan di Indonesia. Mayoritas pengungsi Rohingya telah melarikan diri dan diberi status pengungsi di Bangladesh (>960.000), Malaysia (>107.000), dan India (>22.000).

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, video berisi klaim bahwa masuknya Rohingya ke Indonesia sama dengan Israel masuk Palestina adalah keliru

Demikian juga klaim bahwa pengungsi Rohingya di Malaysia minta tanah dan ada kepentingan negara lain di balik kedatangan pengungsi Rohingya di Indonesia adalah keliru.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id