Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Malaysia Jual Pulau Demi Lunasi Utang ke Indonesia

Jumat, 19 Agustus 2022 18:27 WIB

Keliru, Malaysia Jual Pulau Demi Lunasi Utang ke Indonesia

Sebuah akun Facebook mengunggah video berjudul “Malaysia Jual Pulau Demi lunasi Utang ke Indonesia”. 

Video ini menuliskan deskripsi bahwa demi melunasi hutang ke Indonesia, Malaysia rela jual pulau untuk melunasi hutang ke Indonesia, seluruh istana goyang. Juga terdapat teks “Malaysia tidak bayar hutang ke Indonesia”.

Sementara dalam narasinya video ini menyampaikan Malaysia perlu membayar utangnya, soal ahli waris Kesultanan Suluh, serta jumlah utang yang berusaha dilunasi Malaysia. Disebut pula, utang Malaysia menggunung hingga Rp 3.500 triliun dan mencapai 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).  Diklaim, informasi ini bersumber dari media Grid Hot dari Intisari.

Tangkapan layar video yang beredar di Facebook dengan narasi Malaysia melunasi utang ke Indonesia dengan menjual pulau

Sampai tulisan ini dibuat, video berdurasi 4:22 menit ini disukai 6000, 829 komentar, dan dilihat 372 ribu pengguna Facebook. Video ini diunggah tanggal 15 Agustus 2022.

PEMERIKSAAN FAKTA

Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo menunjukkan, utang pemerintah federal Malaysia hingga akhir Juni 2022 mencapai RM1,045 triliun, atau 63,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sebesar RM43,1 miliar setara 18,4 persen dari perkiraan total pendapatan negara dialokasikan untuk biaya layanan utang dan RM19,8 miliar dihabiskan untuk melunasi bunga utang pemerintah yang belum terbayar

Untuk verifikasi narasi video ini, Tempo menonton video sampai selesai dan memeriksa sumber klaimnya. Klaim tersebut dibandingkan dengan sumber resmi pemerintah Malaysia dan pemberitaan media kredibel di Malaysia.

Tempo juga menelusuri fragmen video dengan Yandex, Fake News Debunker by InVid, dan Google Images. Video ini merupakan unggah ulang dari video yang diunggah akun Mita CH pada tanggal 12 Agustus 2022. Narasi dan durasinya pun sama.

Sumber Klaim

Narasi dalam video merujuk Grid Hot dari Intisari sebagai sumber Informasi. Hasil penelusuran Tempo menemukan tulisan pada situs sosok.grid.id yang dipublikasikan tanggal 4 Maret 2021. Situs ini membuat judul “Punya Utang Rp 3.500 Triliun, Malaysia Terancam Bangkrut, Padahal Baru Setengah Utang Indonesia, Apakah RI Bakal Ikut Jejak Negara Tetangga? Begini Penjelasannya!.

Walaupun ditulis tahun 2021, data yang dikutip dalam situs ini berasal dari tahun 2017. Salah satunya pernyataan Menteri Keuangan Malaysia, Lim Guang Eng, pada periode 2017. Sementara tahun 2022, Menteri Keuangan Malaysia dijabat oleh Tengku Datuk Seri Zafrul Abdul Aziz.

Situs ini menuliskan total utang negeri Jiran mencapai 1.087 triliun ringgit atau setara dengan Rp 3.500 triliun pada 31 Desember 2017. Dilansir New Straits Times, utang, dan kewajiban pembayaran pemerintah Malaysia pada tahun 2017 senilai RM1,08 triliun. Namun utang tersebut bukan utang kepada Indonesia seperti yang dinarasikan.

Video 1

Pada detik ke 0:17, video ini menampilkan fragmen potongan pernyataan seseorang yang berpakaain jas dan topi kopiah. Berdasarkan penelusuran Tempo, fragmen tersebut identik dengan video yang diunggah kanal YouTube Kingdom Of Sulu pada tanggal 30 September 2013.

Pemeriksaan video 1

Hasil pencarian Tempo menemukan, sosok ini adalah Tuanku Datuk Mudarasulail Alastam Kiram yang disebut sebagai Sultan Sulu. Dalam video ini Alastam Kiram menyebutkan Malaysia masih membayar upeti kepada Kesultanan Sulu sebanyak  5300 ringgit setiap tahunnya.

Haniff Khatri, seorang konsultan hukum di Malaysia dalam video yang ditayangkan The Malaysian Insight membenarkan pernyataan tersebut. Upeti tersebut dibayarkan sejak tahun 1963 dan dihentikan pembayarannya pada tahun 2013.

Dilansir New Straits Times, pembayaran tersebut  berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 22 Januari 1878, antara Sultan Sulu Sultan Jamal Al Alam dan Baron de Overbeck dan Alfred Dent dari British North Borneo Company yang jadi perwakilan Kerajaan Inggris.

Pemerintah Malaysia menghentikan pembayaran setelah kasus serangan bersenjata di  Lahad Datu, Sabah. Dilansir BBC, pada tanggal 1 Maret 2013 di Lahad Datu, Sabah, aparat keamanan Malaysia terlibat kontak senjata dengan kelompok yang mengaku Tentara Kerajaan Sulu. Dari laman CSIS, pertempuran yang berlangsung tanggal 1-5 Maret tersebut menewaskan 52 anggota kelompok Sulu dan delapan polisi Malaysia.

Isu pembayaran upeti ini kembali menguat setelah pemerintah Malaysia yang diperintahkan oleh pengadilan arbitrase Prancis untuk membayar setidaknya RM62,59 miliar (US$14,92 miliar) kepada keturunan Sultan Sulu.

Dilansir Free Malaysia Today, pengadilan arbitrase pada tanggal 28 Februari 2022 memutuskan bahwa Malaysia melanggar perjanjian tahun 1878 antara kerajaan Sulu lama di Filipina dan perwakilan dari British North Borneo Company yang sekarang dikenal sebagai wilayah Sabah. 

Video 2

Pemeriksaan video 2

Pada menit ke 3:04, video ini menampilkan fragmen gambar yang berdasarkan penelusuran Tempo merupakan Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob. Fragmen ini identik dengan tayangan laman resmi Pejabat Perdana Menteri Malaysia pada tanggal 8 Maret 2022.

Dilansir Bernama.com, Perdana Menteri Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob pada tanggal 8 Maret 2022, mengumumkan Malaysia akan memasuki fase "Transisi ke Endemik" Covid-19 mulai 1 April 2022. Dengan pengumuman ini semua pembatasan jam operasional bisnis dicabut dan kegiatan sholat diperbolehkan tanpa jarak fisik.

Video 3

Pemeriksaan video 3

Pada  menit 3:57, video ini menampilkan fragmen gambar Sri Mulyani. Hasil pencarian menunjukan, fragmen ini identik dengan tayangan BeritaSatu tanggal 2 Mei 2014. Tayangan ini terkait  kesaksian Sri Mulyani Indrawati di Pengadilan Tipikor dalam kasus Bank Century.

Dilansir Tempo, Sri Mulyani menjadi saksi dalam sidang kasus Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tanggal 2 Mei 2014. Dalam kasus ini Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Budi Mulya dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek Bank Century. Kebijakan FPJP disebut merugikan keuangan negara Rp 689,39 miliar.

Sedangkan proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik merugikan negara Rp 6,76 triliun.

Tentang Utang Luar Negeri Malaysia

Dilansir The Star, Menteri Keuangan Malaysia Tengku Zafrul mengatakan utang Malaysia sampai Juli 2022  mencapai RM1,045 triliun atau 63,8% dari produk domestik bruto (PDB).

Zafrul mengatakan Pemerintah Federal membayar utang senilai RM43.1 miliar atau 18,4% dari pendapatan pemerintah dan RM19,8 miliar telah dihabiskan menjelang akhir Juni untuk melayani pembayaran bunga yang ditimbulkan oleh total utang. 

Direktur eksekutif Pusat Penelitian Sosial-Ekonomi Lee Heng Guie, seperti dilansir Free Malaysia Today  mengatakan ada alasan untuk khawatir karena rasio utang pemerintah Malaysia saat ini berada di 18,4%, jauh lebih tinggi dari batas 15%. 

"Kami tidak melihat ini sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan karena negara ini membuka diri untuk tingkat kegiatan ekonomi yang lebih tinggi, tetapi hal itu memerlukan kehati-hatian," katanya.

Sementara itu, Profesor Ekonomi Universitas Sunway, Yeah Kim Leng mengatakan hal itu hanya akan mengkhawatirkan jika rasio pembayaran utang Malaysia melebihi ambang batas 20% dan dalam mata uang asing.

“Untungnya, 97,5% dari utang Malaysia dalam mata uang ringgit dan itu membuatnya jauh lebih tidak stabil serta lebih mudah bagi pemerintah untuk membayarnya,” kata Yeah.

Menteri Keuangan Malaysia,Tengku Datuk Seri Zafrul Abdul Aziz juga mengatakan Malaysia tidak di ambang kebangkrutan karena pemerintah selalu disiplin dalam mengelola tingkat utangnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan video dan narasi bahwa Malaysia jual pulau demi lunasi utang ke Indonesia adalah keliru.

Indonesia tidak punya kaitan dengan utang Malaysia. Juga tidak ada kaitannya dengan sengketa arbritrase ahli waris Kesultanan Sulu yang memerintahkan Pemerintah Malaysia membayar 14,19 miliar dolar. 

Meskipun rasio hutangnya mencapai 63,8% (PDB), pemerintah Malaysia mampu mengelola tingkat hutang dan tidak akan mengalami kebangkrutan karena 97,5% dari utang Malaysia dalam mata uang ringgit.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id