Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tidak Terbukti, Jejak Awan Putih yang Ditinggalkan Pesawat Merupakan Chemtrails

Senin, 16 Agustus 2021 22:14 WIB

Tidak Terbukti, Jejak Awan Putih yang Ditinggalkan Pesawat Merupakan Chemtrails

Sebuah video berdurasi 59 detik yang memperlihatkan cuplikan video pesawat yang meninggalkan jejak berupa awan putih yang membentuk garis lurus beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa asap putih yang keluar dari pesawat itu merupakan chemtrails atau senjata biologis.

Di Facebook, video tersebut dibagikan akun ini pada 11 Agustus 2021. Akun inipun menuliskan narasi, “Terungkap sekitar 2 minggu yg lalu terlihat jelas pesawat mengeluarkan asap putih yang memang kerap sering kali melintas di langit Lombok.”

Dalam video tersebut juga terdapat seseorang yang mengaku sebagai teknisi pesawat memberikan pendapatnya atas kejadian dalam video tersebut. berikut penjelasannya:

“Pernah nggak liat asap putih keluar? Saya asli teknisi pesawat. Pesawat lewat di bawah 10.000 km tidak ada asap putih keluar dari mesin pesawat. Liat asap putih keluar pesawat itu senjata biologis. Biasanya pakai bom. Yang soft, itu bikin symptom-symptom seperti influenza, pas hujan mata perih, kuping ada bunyi, batuk pilek, gangguan paru-paru, anak demam berapa hari nggak tahu kenapa. 100 negara lebih korban dari senjata itu. Saya ada dokumentasi di Jakarta rekaman dari saya sendiri dua tahun” ujarnya dalam video itu.

Selanjutnya, muncul tulisan berisi narasi bahwa Chemtrails bagian dari agenda depopulasi.

“Apa itu Chemtrails? (Chemical Trails atau jejak kimiawi) adalah bahan kimia biologis yang sengaja disebar menggunakan pesawat pada ketinggian tertentu. Disinyalir sejumlah pesawat asing kerap menyebarkan Ethylene dibromide dan Abu micro fiber. Untuk operasi Geoengineering dan Project Cloverleaf (control populasi). Jika asap pesawat Chemtrails berubah menjadi awan, gangguan kesehatan akan terus berlanjut sampai awan tersebut hilang. Kandungan material dari Chemtrails tidak hanya membuat gangguan kesehatan manusia, tapi juga membuat tanaman dan binatang terganggu kesehatannya. Penyemprotan Chemtrails atau jejak kimiawi juga terjadi di Jakarta sejak tahun 2009, mengarah pada sejumlah bukti awal beberapa hari setelah penyemprotan. Dampaknya pada Agustus sampai September 2010 jumlah pasien dengan keluhan infeksi pernafasan di Jakarta melonjak naik hingga 400 persen,” tulis keterangan dalam video.

Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan sebanyak 113 kali dan mendapat 10 komentar. Apa benar jejak awan putih yang ditinggalkan pesawat merupakan chemtrails?

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo melakukan penelusuran berita terkait melalui sejumlah media kredibel. TNI Angkatan Udara menegaskan kalau narasi itu merupakan hoaks.

"Mereka menyebar hoax, apalagi dikaitkan dengan pandemi dan PPKM Darurat, seolah-olah ini adalah bahan kimia yang disebar agar penduduk suatu wilayah terjangkit penyakit semua," tulis akun @_TNIAU pada Senin 19 Juli 2021.

Berdasarkan arsip berita Tempo pada 21 Juli 2021, TNI Angkatan Udara menjelaskan bahwa jejak asap yang dimaksud adalah 'jalan' yang digunakan sebagai rute penerbangan.

Tentang chemical trail alias jejak kimia yang dinarasikan disebarkan melalui pesawat udara, TNI AU tak menampik pernah ada motif seperti itu saat peperangan tapi saat ini sudah dinyatakan terlarang. Alasannya, korban bisa sangat luas dan menyasar warga sipil.

Sedang yang tersisa digunakan saat ini beragam di antara fungsi pemadaman kebakaran, modifikasi cuaca atau hujan buatan, penyemprotan hama tanaman, dan pertunjukkan aerobatik. "Dan hal ini dilakukan pada altitude yang rendah, bukan pada altitude yang tinggi karena efeknya akan hilang tersapu angin."

Di akhir penjelasannya, TNI Angkatan Udara berharap masyarakat tidak mudah terbawa arus disinformasi yang kadangkala sengaja disebarkan untuk membuat kekacauan.

Dilansir dari Kompas.com, Kepala Dinas Penerbangan TNI Angkatan Udara (Kadispen AU) Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah menyebutkan, yang terjadi dalam video itu adalah condensation trail atau contrail. Indan menjelaskan, asap putih seperti awan yang terlihat di langit setelah pesawat lewat adalah hal yang biasa.

Menurut dia, itu adalah jejak yang biasa ditinggalkan pesawat. “Kalau saya lihat video sampai dengan menit 2.30 video tersebut adalah hal biasa, pesawat meninggalkan jejak seperti terlihat di video,” ujar Indan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/7/2021).

Lebih jauh, ia menyebutkan, fenomena jejak putih itu dikenal dengan jejak kondensasi pesawat terbang atau disebut dengan condensation trail yang disingkat Contrail.

“Ini merupakan hasil dari pengembunan udara dengan kadar air tinggi yang bergesekan dengan mesin pesawat. Ada juga yang menyebutnya dengan vapor trails tapi jika bentuknya mulai berpendar atau melebar seperti awan biasa juga disebut dengan aviaticus cloud,” ujar Indan.

Ia menjelaskan, misi penerbangan dengan membawa bahan kimia, hanya untuk keperluan seperti: Misi TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) pesawat membawa NaCl yang disebar di area berawan untuk membuat terjadinya hujan Misi pemadaman kebakaran suatu area Penyebaran pupuk atau anti hama untuk area perkebunan.

Dikutip dari The Guardian, para ilmuwan dengan tegas menolak teori chemtrails yang mulai mendapatkan pengikut pada pertengahan 1990-an. Mereka menjelaskan, jejak pesawat yang terlihat adalah jejak kondensasi yang tidak berbahaya atau contrails yang terbentuk ketika knalpot mesin yang lembab mencapai suhu beku di ketinggian tinggi.

Untuk melawan teori konspirasi, pada awalnya Angkatan Udara AS menampilkan penafian di situs webnya, yang menyatakan bahwa "hoax 'chemtrail' telah diselidiki dan dibantah oleh banyak universitas, organisasi ilmiah, dan publikasi media besar yang mapan dan terakreditasi".

EPA menerbitkan pemberitahuan serupa di samping lembar fakta tentang contrails. Tapi ini belum cukup untuk mempengaruhi orang percaya, yang cenderung menganggap skeptis sebagai "sheeple" atau shills.

Dilansir dari smithsonianmag, dalam studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters, para ilmuwan ditanya apakah mereka pernah menemukan bukti yang mungkin dari program chemtrail pemerintah dalam penelitian mereka. Dari 77 ilmuwan, 76 mengatakan tidak.

Mereka juga diperlihatkan foto-foto yang diduga mengandung chemtrails, tulis Sara Emerson di Motherboard. Setelah diperiksa, tidak ada peneliti yang melihat bukti bahwa jejak di foto berbeda dari jejak biasa.

Akhirnya, mereka disajikan dengan analisis sampel dari sedimen kolam, salju dan udara yang menurut para kolektor terkontaminasi dengan jejak barium, aluminium, tembaga dan strontium dari chemtrails. Para peneliti mengatakan bahwa 80 hingga 89 persen sampel dapat dijelaskan oleh fenomena yang jauh lebih sederhana daripada chemtrails.

Kegilaan cerita chemtrails kemungkinan berasal dari laporan tahun 1996 dari Angkatan Udara yang disebut "Cuaca sebagai Pengganda Kekuatan. Laporan itu membuat spekulasi bagaimana militer dapat mengembangkan teknologi modifikasi cuaca pada tahun 2025, lapor Annalee Newitz dan Adam Steiner di i09.

Sebuah paten yang diajukan pada tahun 1991 untuk teknik penyemaian atmosfer bagian atas dengan partikel yang dapat memantulkan sinar matahari dan memperlambat pemanasan global juga menarik minat para ahli teori. Dikombinasikan dengan kisah-kisah anekdot tentang tanaman yang mati dan orang-orang yang sakit setelah pesawat meninggalkan jejak di atas rumah mereka, teori konspirasi bergabung dan berkembang di internet pada akhir 1990-an.

Jadi, jika bukan program pemerintah, mengapa banyak orang mengaku melihat contrails semakin banyak? Emerson mengatakan contrails pesawat kemungkinan bertahan lebih lama dari biasanya karena perubahan teknologi mesin jet.

Selain itu, peningkatan perjalanan udara selama beberapa dekade terakhir juga dapat memicu kepercayaan pada chemtrails, kata Caldeira, dan perubahan atmosfer akibat pemanasan global dapat menyebabkan awan buatan bertahan lebih lama dari biasanya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video dengan klaim bahwa Jejak Awan Putih yang Ditinggalkan Pesawat Chemtrails tidak terbukti. TNI Angkatan Udara menegaskan klaim itu merupakan hoaks. Fenomena jejak putih itu dikenal dengan jejak kondensasi pesawat terbang atau disebut dengan condensation trail yang disingkat Contrail yakni pengembunan udara dengan kadar air tinggi yang bergesekan dengan mesin pesawat. Teori Konspirasi tentang Chemtrails telah beredar sejak 1990an. Sejumlah ilmuwan dengan tegas telah menolak teori Chemtrails.

TIM CEK FAKTA TEMPO