Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Klaim mRNA Bukan Vaksin Tapi Terapi Gen untuk Mutasi Virus

Rabu, 14 April 2021 19:42 WIB

Keliru, Klaim mRNA Bukan Vaksin Tapi Terapi Gen untuk Mutasi Virus

Klaim yang menyebut bahwa mRNA bukan vaksin Covid-19 melainkan terapi gen yang memberikan instruksi untuk mutasi virus beredar di Instagram. Klaim itu menyebar di tengah gelaran proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Akun Instagram ini mengunggah klaim yang terdapat dalam sebuah gambar tangkapan layar tersebut pada 10 April 2021. Narasi yang tertulis dalam gambar itu adalah:

"Saya kasih tahu ini vaksin korongna itu mRNA... RNA messenger. Dia adalah kode gen yg merupakan instruksi untuk sintesis DNA dan protein2 dalam tubuh kita makanya banyak dokter bule bilang ini bukan vaksin tapi terapi gen. Jadi begitu disuntik dia langsung memodulasi gen kita, injeksi itu kan langsung ke aliran darah, langsung masuk ke cairan interstitial/antar sel, langsunh mRNA ini jadi instruksi untuk menyebabkan mutasi. Makanya, Prof. Dolores Chahill memprediksi kematian pasca injeksi adalah 5-10 tahun dan untuk lansia adalah 2-3 tahun..."

Teks dalam gambar tangkapan layar tersebut juga mengklaim bahwa vaksinasi Covid-19 sebenarnya merupakan percobaan besar-besaran. "Gak semuanya berisi vaksin, sisanya placebo/sediaan kosong," demikian narasi yang tertulis dalam gambar itu. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 450 kali.

Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim keliru terkait vaksin Covid-19 berbasis mRNA (messenger RNA).

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, mRNA (messenger RNA) bukanlah terapi gen, melainkan salah satu jenis vaksin baru yang dikembangkan oleh para ilmuwan, salah satunya untuk vaksin Covid-19. Instruksi yang dilakukan oleh mRNA pun adalah memicu respons imun, bukan mutasi virus.

Dikutip dari situs resmi Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), vaksin mRNA adalah jenis vaksin baru untuk melindungi seseorang dari penyakit menular. Vaksin mRNA mengajarkan sel tubuh manusia cara untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh.

Vaksin mRNA tidak menggunakan virus hidup yang menyebabkan Covid-19. Mereka pun tidak mempengaruhi atau berinteraksi dengan DNA manusia dengan cara apa pun, karena mRNA tidak pernah memasuki inti sel, yang merupakan tempat penyimpanan DNA (materi genetik).

Berikut cara kerja vaksin mRNA:

Vaksin Covid-19 mRNA memberikan instruksi kepada sel-sel di dalam tubuh untuk membuat bagian yang tidak berbahaya dari apa yang disebut "protein spike", yang ditemukan di permukaan virus yang menyebabkan Covid-19.

Pertama, vaksin disuntikkan ke otot lengan atas. Setelah instruksi (mRNA) berada di dalam sel kekebalan, sel tersebut menggunakannya untuk membuat potongan protein. Setelah potongan protein dibuat, sel itu memecah instruksi dan membuangnya.

Selanjutnya, sel tersebut menampilkan potongan protein di permukaannya. Sistem kekebalan pun mengenali bahwa protein tersebut tidak seharusnya berada di situ. Sistem kekebalan kemudian mulai membangun respons kekebalan dan membuat antibodi, seperti yang terjadi pada infeksi Covid-19 alami.

Di akhir proses, tubuh telah belajar bagaimana melindungi dirinya dari infeksi di masa depan. Manfaat vaksin mRNA, seperti semua vaksin lainnya, adalah mereka yang divaksinasi mendapatkan perlindungan ini tanpa harus mengambil risiko konsekuensi serius dari penyakit Covid-19.

Vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA adalah Pfizer dan Moderna. Dikutip dari VoA Indonesia, studi yang dirilis pada 29 Maret 2021 oleh CDC menunjukkan bahwa vaksin mRNA yang diproduksi oleh Pfizer dan Moderna sangat efektif dalam mencegah Covid-19 dalam kondisi-kondisi nyata.

Studi itu dilakukan terhadap hampir 4 ribu petugas kesehatan, petugas pertolongan pertama, dan pekerja penting lainnya di enam negara bagian pada 14 Desember 2020-13 Maret 2021. Hasilnya menunjukkan bahwa risiko infeksi berkurang 80 persen setelah suntikan dosis pertama dan 90 persen setelah suntikan dosis kedua.

Dalam pengarahan tim respons Covid-19 Gedung Putih, Direktur CDC Rochelle Walensky mengatakan penelitian tersebut menunjukkan kedua vaksin itu bisa efektif tidak hanya pada infeksi simtomatik, tapi juga infeksi tanpa gejala. Ia menyebutnya "sangat menggembirakan", dan mengatakan bahwa studi itu melengkapi studi terbaru lainnya di New England Journal of Medicine dan jurnal lainnya.

Dikutip dari Liputan6.com, menurut analisis Public Health England (PHE), percepatan vaksinasi Covid-19 di Inggris menggunakan vaksin Covid-19 Pfizer dapat mencegah 10 ribu lebih kematian orang-orang yang berusia di atas 60 tahun hingga akhir Maret 2021.

Lebih dari 15 juta dosis vaksin telah disuntikkan pada orang dewasa berusia 60 tahun ke atas sampai akhir Maret 2021, mencegah sekitar 10.400 kematian, yang sebagian besar berusia 80 tahun ke atas. Analisis itu membandingkan jumlah kematian yang dilaporkan hingga periode Maret dengan jumlah yang diperkirakan jika vaksin tidak diberikan pada saat itu.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa mRNA bukan vaksin melainkan terapi gen yang memberikan instruksi untuk mutasi virus, keliru. Vaksin jenis mRNA mengajarkan sel manusia cara untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh. Di AS, vaksin berbasis mRNA seperti Pfizer dan Moderna mampu mengurangi risiko infeksi hingga 80 persen setelah suntikan dosis pertama dan 90 persen setelah suntikan dosisi kedua. Sementara di Inggris, vaksin mRNA buatan Pfizer mencegah 10 ribu lebih kematian orang-orang yang berusia di atas 60 tahun.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id