Keliru: Greenpeace Sebarkan Konten Raja Ampat Buatan AI

Kamis, 19 Juni 2025 20:06 WIB

Keliru: Greenpeace Sebarkan Konten Raja Ampat Buatan AI

AKUN Veritas898 [arsip] di TikTok mengunggah video dari kecerdasan buatan, menuding Greenpeace menyebarkan video dan gambar kerusakan Raja Ampat yang dibuat dengan akal imitasi. “Sesungguhnya Raja Ampat baik-baik saja kalau bukan karena narasi bohong yang disebarkan Greenpeace,” tulis akun tersebut di unggahan yang disukai 21 ribu warganet dan mendapat komentar 1.416 kali. 

Akun lainnya Seputar Fakta dan Jok Joko [arsip] juga mengunggah video berdurasi 31 detik berjudul, Fakta di Balik Kampanye Greenpeace Raja Ampat. Video memuat sejumlah foto kerusakan Raja Ampat yang dilabeli AI-generated, alias konten yang dibuat dengan akal imitasi. “Foto-foto Raja Ampat kebanyakan hasil AI, dibuat oleh orang-orang yang mau memprovokasi kita,” tulis akun itu pada 9 Juni.

Narasi dari akun-akun tersebut bermunculan setelah Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyatakan tidak ada kerusakan lingkungan di Raja Ampat. Saat menggelar konferensi pers di Istana Kepresidenan 10 Juni 2025, Bahlil juga menunjukkan foto-foto kerusakan Raja Ampat yang dilabeli hoaks karena menggunakan akal imitasi.

Pemantau percakapan media sosial, Drone Emprit, mendokumentasikan akun-akun yang menyebut hoaks dan mendukung Menteri Bahlil tersebut, sebanyak tiga persen dari 23 ribu percakapan tentang Raja Ampat di semua media sosial.

Benarkah Greenpeace menyebarkan konten-konten dari akal imitasi mengenai kerusakan di Raja Ampat karena tambang nikel?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi klaim tersebut dengan mengumpulkan gambar-gambar bertagar #SaveRajaAmpat di Twitter, Instagram, Tiktok, dan YouTube, melalui alat X Network Search dari AFP Media Lab. Selain itu, Tempo juga menggunakan pencarian gambar terbalik dari Google, alat deteksi akal imitasi, dan menelusuri konten dari akun-akun Greenpeace Indonesia.

Hasil verifikasi Tempo menunjukkan, konten-konten akal imitasi tersebut tidak dibuat atau dibagikan oleh Greenpeace. 

Konten kampanye Greenpeace mengenai kerusakan di kawasan Raja Ampat, dipublikasikan melalui kanal Youtube pada 3 Mei 2025 berjudul Wajah Lain Raja Ampat dan Potret Tanah Papua Terkini! Setelah itu, Greenpeace meluncurkan edisi khusus Raja Ampat dengan durasi empat menit, berjudul Raja Ampat: Wisata Ikonis atau Galeri Tambang Nikel? pada 31 Mei 2025.

Dalam video itu, Greenpeace merekam kondisi kawasan Raja Ampat dari udara. Mereka membandingkan kondisi Pulau Piaynemo dan Wayag sebagai destinasi utama wisata dengan Pulau Gag dan Pulau Kawe.  

Pulau Gag berjarak 46 kilometer dari Pulau Piaynemo yang terlihat rusak karena pertambangan nikel. Izin pertambangan nikel di pulau ini, dipegang oleh PT Gag Nikel sejak 2017 hingga 2047 dengan luas wilayah tambang 13.136 hektare. Luas area yang ditambang bahkan dua kali lipat lebih besar dari luas Pulau Gag 6.500 hektare.

Tangkapan layar kerusakan Pulau Gag di Raja Ampat. [Sumber: Youtube Greenpeace, Raja Ampat: Wisata Ikonis atau Galeri Tambang Nikel?]

Kondisi yang sama dialami Pulau Kawe yang berjarak 24 kilometer dari Wayag. Pemegang izin pertambangan nikelnya adalah PT Kawei Sejahtera Mining sejak 2013 hingga 2033 dengan luas wilayah tambang 5.922 hektare.

Tangkapan layar kerusakan Pulau Kawe di Raja Ampat. [Sumber: Youtube Greenpeace, Raja Ampat: Wisata Ikonis atau Galeri Tambang Nikel?]

Selain dua perusahaan itu, tiga perusahaan lain memiliki izin tambang nikel di Raja Ampat. Berikutnya, ada PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, mengantongi izin pada 2024 hingga 2034 dengan luas wilayah tambah 1.173 hektare. 

PT Nurham mengantongi izin di Pulau Waigeo seluas 3 ribu hektare pada 2013 hingga 2033. Terakhir, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batangpele yang menguasai luas wilayah tambah 2.193 hektare dan izin berlaku pada 2013 hingga 2033. 

Greenpeace menggunakan rekaman tersebut dalam kampanye mereka sebagai video pendek di TikTok dan Twitter, termasuk saat menggalang petisi 

Dari tangkapan layar tersebut, terlihat perbedaan visual yang jelas antara foto maupun video dari Greenpeace Indonesia dengan konten akal imitasi yang menyebar di media sosial. 

Belakangan setelah ramai protes terhadap aktivitas penambangan nikel itu, pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) nikel milik PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham. Keempatnya dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan hidup. Hanya kontrak karya PT Gag Nikel yang tak dicabut.

Perbandingan dengan Citra Satelit

Tim Cek Fakta Tempo membandingkan kondisi pulau-pulau di Raja Ampat yang alamnya dieksploitasi untuk tambang nikel, menggunakan citra satelit dari Google Maps, Google Earth, dan Bing Map. 

Kebotakan lahan di Pulau Gag mulai tampak jelas pada tahun 2018. Kemudian, tahun 2019 dan seterusnya, lahan yang gundul semakin luas. Citra satelit terbaru tahun 2025 memperlihatkan area hutan gundul bertambah.

Data Forest Watch Indonesia (FWI), Pulau Gag memiliki tutupan seluas 1.329 hektare. Namun aktivitas pertambangan PT Gag Nikel, menyebabkan deforestasi hutan sejak 2017-2021 mencapai 588 hektare. 

Di Pulau Manuran, Tempo membandingkan citra satelit pada tahun 2009 dan 2025. Hasilnya, citra satelit 2025 menunjukkan kawasan yang gundul di sisi utara hingga ke selatan.  

Menurut monitoring Forest Watch Indonesia, seluas 7.028 hektare izin usaha pertambangan PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran adalah tutupan hutan. Namun akibat aktivitas pertambangan, Pulau Manuran kehilangan hutan  seluas 356 hektare pada 2017-2021.

Kemudian, di Pulau Kawei, kawasan yang gundul telah tampak pada citra satelit tahun 2009 dan tahun 2014. Area yang terbuka, terlihat semakin luas pada 2025

Sebelum Greenpeace, Harian Kompas pernah membuat Ekspedisi Tanah Papua. Salah satu liputan yang telah dipublikasikan memotret konsesi tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Edisi tersebut dapat diakses di kanal Youtube Harian Kompas edisi 26 Februari 2022, berjudul Seluruh Pulau Gag di Raja Ampat Papua Dikuasai Konsesi Tambang Nikel. 

Bagaimana konten Raja Ampat dari akal imitasi menyebar?

Tim Cek Fakta Tempo menganalisis konten-konten yang dihasilkan dengan akal imitasi di TikTok, Instagram, Twitter, dan Facebook melalui dashboard X Network Search WeVerify.

Konten-konten tersebut dihasilkan oleh warganet yang berpartisipasi dalam gerakan #SaveRajaAmpat untuk menyuarakan penyelamatan kawasan Raja Ampat dari penambangan nikel. Warganet membuat video dan gambar hasil akal imitasi generatif, setelah aktivis Greenpeace dan masyarakat adat melakukan protes di acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Hotel Pullman, Central Park, Jakarta, 3 Juni 2025.

Ada dua tipe visual konten dari akal imitasi generatif yang diproduksi warganet. Pertama, konten-konten avatar yang menyuarakan protes dan ajakan untuk bergabung menyelamatkan Raja Ampat. Akun @Kanseulir di media sosial X misalnya, mengunggah video akal imitasi “Kami bukan tamu di tanah sendiri” dengan avatar menyerupai masyarakat adat. Konten yang diunggah pada 5 Juni 2025 tersebut, dibagikan ulang hingga 6,5 ribu kali.

Di TikTok, anime_editz7924, mengunggah video akal imitasi yang memperlihatkan avatar dua pria bule marah karena pejabat Indonesia menghancurkan surga di Papua. Video akal imitasi generatif ini diputar 7,8 juta sejak 6 Juni 2025.  

Beberapa contoh konten akal imitasi generatif dalam gerakan #SaveRajaAmpat. [Sumber: Twitter dan TikTok]

Tipe kedua, konten berisi visual kerusakan pulau-pulau di Raja Ampat yang dinilai tidak menunjukkan kondisi sebenarnya di Pulau Piaynemo. Hasil analisis Tempo dengan alat deteksi akal imitasi, AI or Not, menunjukkan gambar-gambar tersebut memang dibuat dengan kecerdasan buatan.

Konten dari akal imitasi yang dilabeli oleh akun-akun pendukung pemerintah. [Sumber: TikTok]

Asisten profesor di Sekolah Media dan Komunikasi Strategis, Oklahoma State University, Dr. Nuurrianti Jalli, menjelaskan fenomena penggunaan konten akal imitasi generatif tersebut dalam aktivisme. Menurut dia, perkembangan teknologi kecerdasan buatan generatif, mendorong masyarakat dapat menghasilkan konten yang memicu resonansi emosional. Sebab konten akal imitasi yang diolah secara artistik atau dramatis, membantu menggalang perhatian dan mendorong empati. 

Selain itu, kata dia, konten dari akal imitasi dapat menurunkan hambatan warga untuk berpartisipasi dalam gerakan publik. Warga saat ini tidak membutuhkan desainer profesional untuk menghasilkan gambar yang menarik. “Di satu sisi, akal imitasi mendemokratisasi kekuatan naratif,” kata Nuurianti kepada Tempo, Kamis 19 Juni 2025.

Tetapi di satu sisi lainnya, kata Nuurianti, konten-konten dari akal imitasi generatif menimbulkan pertanyaan dari sisi akurasi dan manipulasi. Sebab konten dari akal imitasi generatif, berpotensi memproduksi misinformasi yang terlihat hiper-realistis. Jika konten kampanye tersebut menyesatkan, justru berisiko membalikkan situasi dan merusak kepercayaan terhadap gerakan publik tersebut. 

Oleh karena itu, dia mendorong, warga dapat menggunakan konten dari akal imitasi generatif secara transparan, dengan memberikan keterangan apakah konten tersebut asli atau dibuat dengan kecerdasan buatan. “Kunci utamanya adalah menemukan keseimbangan di mana alat kecerdasan buatan memperkuat suara warga tetapi tanpa merusak kepercayaan atau menyebarkan bahaya,” kata seorang peneliti tamu di Institut Studi Asia Tenggara (ISEAS) Yusof Ishak di Singapura ini.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]