Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Semua Pemilik KTP Elektronik Dapat Bansos Tunai Rp 600 Ribu

Rabu, 3 Maret 2021 13:46 WIB

Keliru, Semua Pemilik KTP Elektronik Dapat Bansos Tunai Rp 600 Ribu

Klaim bahwa semua pemilik Kartu Tanda Penduduk atau KTP elektronik mendapatkan batuan sosial atau bansos tunai di tengah pandemi Covid-19 beredar di Facebook. Menurut klaim itu, bansos tunai (BST) yang didapatkan oleh para pemilik e-KTP adalah sebesar Rp 600 ribu.

Klaim itu dilengkapi dengan dua foto. Salah satu foto menunjukkan sebuah banner yang bertuliskan "Bantuan Sosial Tunai dengan Jumlah Rp 600 ribu per Keluarga Penerima Manfaat (KPM)". Di belakang banner itu, tampak sejumlah warga yang sedang mengantri.

Akun ini membagikan klaim itu pada 28 Februari 2021. Akun itu pun menulis, “Yg punya KTP elektronik sdh bisa mengambil kompensasi Per Tgl 2 Maret2021 sebesar Rp. 600.000 untuk biaya # dirumahaja. Silakan cek apakah nama anda tercantum, dan cocokkan dengan NIK E-KTP anda melalui link berikut ini."

Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait bansos tunai.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengecek tautan dalam unggahan di atas. Namun, tautan itu sama sekali tidak berhubungan dengan data penerima bansos. Tautan tersebut mengarah ke sebuah laman yang menyerupai laman login Facebook, yang meminta alamat email sekaligus password.

Tempo kemudian menelusuri informasi resmi maupun pemberitaan terkait dengan mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan bahwa klaim dalam unggahan di atas keliru. Klaim ini telah beredar di media sosial sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Narasi yang identik dengan narasi dalam unggahan di atas pernah dibagikan ke Twitter pada April 2020. Cuitan ini juga menyertakan sebuah tautan. Namun, isi tautan itu sama sekali tidak berhubungan dengan data penerima bantuan. Ketika diklik, tautan itu mengarah pada laman yang berisi gambar parodi.

Dikutip dari situs media IDN Times, Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri I Gede Suratha telah menyatakan bahwa klaim tersebut tidak benar. Menurut Suratha, pemerintah tidak pernah membuat program bansos untuk pemilik e-KTP.

Suratha pun mengimbau masyarakat untuk memperhatikan domain atau alamat situs yang dibagikan. Situs resmi program bansos yang dibuat pemerintah, kata dia, umumnya tidak akan menggunakan domain bit.ly, tinyurl.com, sites.google.com, tiny.cc, atau semacamnya.

Domain atau alamat situs seperti itu justru berbahaya. Pasalnya, data pribadi yang diberikan bisa disalahgunakan, bahkan untuk tindak kejahatan. Jika mendapat informasi mengenai bansos dari pemerintah, masyarakat diimbau untuk mengecek lebih dahulu ke situs-situs resmi milik pemerintah atau media-media arus utama yang kredibel.

Dikutip dari Kompas.com, pemerintah memang memberikan berbagai macam bantuan kepada masyarakat dari berbagai kalangan yang terdampak Covid-19 pada 2020. Selain bantuan berupa uang tunai, ada juga bantuan sembako serta pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.

Beberapa program bantuan yang masih berlanjut hingga 2021 di antaranya adalah kartu prakerja, subsidi listrik, bantuan langsung tunai (BLT) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), program keluarga harapan (PKH), program sembako, dan bansos tunai (BST).

BST merupakan program dari Kementerian Sosial (Kemensos). Rencananya, BST akan disalurkan melalui pos. Setiap penerima BST akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 300 ribu yang diberikan selama empat bulan berturut-turut, terhitung sejak Januari hingga April 2021.

Dilansir dari Tirto.id, untuk mengetahui apakah menerima BST, masyarakat memang hanya perlu menggunakan KTP, dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nama lengkap sesuai KTP di laman DTKS Kemensos. Namun, terdapat syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai calon penerima BST ini.

Dilansir dari situs resmi Portal Informasi Indonesia milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), BST Rp 300 ribu ditujukan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di seluruh Indonesia. Adapun syarat penerima BST Rp 300 ribu dari Kemensos ini adalah sebagai berikut:

  1. Calon penerima adalah masyarakat yang masuk dalam pendataan RT/RW dan berada di desa.
  2. Calon penerima adalah mereka yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19.
  3. Calon penerima tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial lain dari pemerintah pusat seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, paket sembako, Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), hingga kartu prakerja.
  4. Apabila calon penerima tidak mendapatkan bansos dari program lain, tapi belum terdaftar oleh RT/RW, maka bisa langsung menginformasikannya ke aparat desa.
  5. Jika calon penerima memenuhi syarat, tapi tidak memiliki NIK dan KTP, tetap bisa mendapatkan bansos tanpa harus membuat KTP terlebih dulu. Penerima mesti berdomisili di desa tersebut dan menulis alamat lengkapnya.
  6. Apabila penerima sudah terdaftar dan datanya valid, BST Kemensos Rp 300 ribu akan diberikan secara tunai dan nontunai.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa semua pemilik KTP elektronik mendapat bansos tunai (BST) sebesar Rp 600 ribu, keliru. Klaim serupa telah beredar di media sosial sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Klaim itu telah dibantah oleh Kemendagri. Pada 2021, pemerintah melanjutkan program BST. Untuk mengetahui apakah menerima BST, masyarakat memang hanya perlu menggunakan KTP, dengan memasukkan NIK dan nama lengkap sesuai KTP di laman DTKS Kemensos. Namun, terdapat syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai calon penerima BST, tidak hanya menunjukkan e-KTP.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id