[Fakta atau Hoax] Benarkah Presiden Jokowi Melarang Sweeping Atribut PKI?
Selasa, 27 November 2018 13:30 WIB
Isu tentang Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali marak menjelang Pemilihan Presiden 2019. Seperti baru-baru ini, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, menangkap pembuat hoaks yang menyebutkan Jokowi sebagai kader PKI.
Salah satu informasi yang marak diedarkan kembali, yakni video pemberitaan Berita Satu TV. Berita itu memuat pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung bahwa Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk menghentikan sweeping isu komunisme.
Video berdurasi 2:48 menit itu dibagikan di fans page Indonesia News @prabowopresidenkusandiagaunowapresku. Sejak diunggah 30 Agustus 2018, video itu telah ditonton lebih dari 1 juta orang, dibagikan 65 ribu kali dan 13 ribu komentar.
Unggahan News Indonesia soal Hoaks Sweeping Atribut PKI
Admin Indonesia News menuliskan pengantar untuk video itu:
“DENGAN ALASAN DEMOKRASI, Jokowi perintahkan seluruh aparat untuk melarang sweeping atribut PKI.”
Benarkah video itu berasal dari tayangan Berita Satu TV? Benarkah ada Jokowi pernah melarang sweeping isu komunisme?
Penelusuran Fakta
Video tersebut memang pernah ditayangkan BeritaSatu TV. Akan tetapi, itu adalah berita lama yang telah dipublikasikan pada 13 Mei 2016.
Perintah Jokowi itu karena melihat anggota TNI dan Polri di lapangan yang bertindak berlebihan dalam menangani isu tersebut. Tempo menulis bahwa perintah Jokowi itu setelah kepolisian, salah satunya jajaran Polres Grobogan bertindak reaktif dengan menyita sejumlah buku berisi cerita sejarah maupun cerita tentang tokoh PKI.
Buku yang mereka sita adalah; Siapa Dalang G30S PKI, The Missing Link G30S PKI, Fakta dan Rekayasa G30S PKI, Komunisme Ala Aidit, Peristiwa 1 Oktober dan Nyoto Peniup Saxofon di Tengah Prahara.
"Presiden minta mereka hormati kebebasan akademik, jangan sampai polisi aparat TNI bertindak berlebihan, ini overacting," kata Pramono Anung di Komplek Israna Negara Jumat (13/5).
Pembubaran diskusi akademik yang dikaitakan dengan isu komunisme dan 65, cukup marak sejak 2015. Mengutip The Conversation, pembubaran itu terjadi di berbagai kampus di Indonesia, seperti di Aceh, Medan, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, dan Surabaya. Dari 49 diskusi publik yang dibubarkan sejak 2014, 37% dikaitkan dengan isu komunisme.
Isu komunisme dan tahun politik
Hermawan Sulistyo, sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan, isu PKI memang biasa dimunculkan di tahun-tahun politik, sebagai instrumen pertarungan politik. “Dan sebagai instrumen pertarungan politik, isu ini masih efektif untuk mendukung maupun menghancurkan lawan. Tetapi sebagai ideologi, dia (komunis) sudah mati,” ujar penulis buku Palu Arit di Ladang Tebu itu kepada Tempo.
Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik LIPI itu menyebut, komunis adalah ideologi yang sudah bangkrut dan sudah mati di seluruh dunia. Di Republik Rakyat Cina sekalipun, ujar dia, ideologi komunis hanya tinggal di atas kertas. Namun di Indonesia yang masyarakat-nya 50 persen lulusan SD, kata Kikiek, diakuinya memang masih banyak yang termakan isu soal kebangkitan komunis. “Wong pendapat bahwa bumi itu datar saja masih ada yang percaya. Kita ini mundur 500 tahun ke belakang,” ujarnya.
Survei teranyar dari Saiful Mujani Research and Consulting yang dirilis pada September 2017 lalu, masyarakat yang percaya akan isu kebangkitan PKI sekitar 12,6 persen. Sisanya, 86,8 mengatakan tidak percaya dan 0,6 tidak tahu atau tidak menjawab.
Tuduhan adanya pertalian antara calon presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi dan PKI memang muncul sejak mantan Wali Kota Solo itu maju sebagai kandidat presiden di Pilpres 2014. Isu itu dihembuskan lewat media cetak Sapu Jagad yang menuliskan bahwa Jokowi memiliki moral dan watak seperti PKI.
Media partisan lainnya semacam Obor Rakyat juga mengungkapkan hal serupa. Bahkan, Obor Rakyat menambahkan bahwa Jokowi adalah "capres boneka" dan PDIP adalah "Partai Salib". Obor Rakyat dicetak 1 juta eksemplar dan didistribusikan ke 28 ribu pesantren dan 700-an masjid.
Kesimpulan
Dari penelusuran fakta itu, bisa disimpulkan bahwa unggahan ini sesat. Sebab, postingan tersebut menggunakan fakta dan data yang benar, namun cara penyampaian atau kesimpulannya keliru serta mengarahkan ke tafsir yang salah.
IKA NINGTYAS