Keliru, Struktur Pagar Laut Tangerang Sebagai Metode Reklamasi Alami

Sabtu, 25 Januari 2025 08:36 WIB

Keliru, Struktur Pagar Laut Tangerang Sebagai Metode Reklamasi Alami

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menduga bahwa struktur pagar laut Tangerang dibuat agar terbentuk daratan hasil sedimentasi sebagai lahan reklamasi alami. Ia menyebut luas daratan di tengah-tengah laut yang dapat terbentuk akibat dikelilingi struktur pagar hingga mencapai 30 hektare.

Hal itu disampaikan Sakti dalam jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, usai menghadap Presiden Prabowo Subianto, Senin, 20 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara, dan dipublikasikan oleh Tempo. Pagar laut sepanjang 30,16 km sejauh 500-an meter itu, ramai diperbingkan di media sosial sejak Januari 2025, hingga akhirnya Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegelnya pada 9 Januari setelah ada perintah Presiden Prabowo.

Dalam artikel kedua yang dimuat Tempo, Sakti menyebut bahwa pemagaran tersebut dinilai sebagai reklamasi alami. “Ketika dia (pagar laut) terstruktur, maka itu adalah untuk menahan abrasi. Jadi, kalau untuk menahan abrasi, lama-lama jadi dangkal. Kalau sudah jadi dangkal, kemudian jadi daratan,” kata dia.

Benarkah struktur pagar laut yang dibuat di perairan di Tangerang sebagai metode reklamasi alami?

PEMERIKSAAN FAKTA

Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25/PERMEN-KP/2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dijelaskan, bahwa reklamasi  merupakan  kegiatan  yang  dilakukan  oleh  setiap orang  dalam  rangka  meningkatkan  manfaat  sumber  daya lahan  ditinjau  dari  sudut  lingkungan  dan  sosial  ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase.

Dalam Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir yang dikeluarkan Direktur jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, reklamasi meliputi segala aktivitas penambahan lahan kering di wilayah pesisir yang mengakibatkan perubahan bentuk morfologi dan tata guna lahan pesisir. Wilayah pesisir meliputi wilayah dimana ke arah darat masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan dan ke arah laut sejauh 12 mil.

Sumber gambar: Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir Direktur jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Reklamasi dibedakan atas empat sistem, yaitu sistem timbunan, sistem polder, sistem gabungan antara timbunan dan polder dan sistem drainase. Sedangkan bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai daratan induk dan reklamasi terpisah dari pantai daratan induk.

Sumber gambar: Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir Direktur jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Peneliti Laboratorium Infrastruktur Pantai dan Pelabuhan, Departemen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Haryo D. Armono, mengatakan bahwa reklamasi yang ideal harus melalui kajian dampak pascareklamasi terhadap lingkungan sekitar dan tidak bisa dilakukan sembarangan. 

Menurut dia, pagar laut di Tangerang tidak dapat membentuk reklamasi alamiah karena jarak antar tiang terlalu lebar karena tidak dapat menahan sedimen. “Jangankan sedimen, gelombang saja tidak akan bisa ditahan. Pekerjaan sia-sia yang di Tangerang itu,” kata Haryo kepada Tempo, Kamis, 23 Januari 2025 melalui pesan WhatsApp.

Dosen Teknik Kelautan ITS ini, juga mengatakan, reklamasi secara alamiah membutuhkan struktur yang rapat dan efektif untuk menahan gelombang. Oleh sebab itu, perlu kajian awal mengenai sumber sedimen dan arah gelombang yang akan mempengaruhi struktur untuk reklamasi alami.

Haryo menjelaskan jika  arah datang gelombangnya tegak lurus dengan garis pantai, maka harus dipasang detached breakwater atau sabuk pantai. Namun jika arah datang gelombang menyudut dari garis pantai, maka harus dipasang groin atau krib-krib, agar bisa terbentuk endapan di bagian belakang groin-groin tersebut.

Haryo mencontohkan, struktur sabuk pantai menggunakan geotextile atau geotube yang dipasang di sepanjang pantai utara Jawa Tengah dan pemasangan groin di pantai Sanur Bali. Groin yang dipasang berfungsi menangkap sedimen yang bergerak sejajar garis pantai. Struktur groin ini harus kedap agar sedimen tidak lolos di sela-sela material penyusun.

“Kalau dibuat dari bambu dan jarang-jarang jaraknya, tidak akan terbentuk sedimentasi alamiah seperti yang direncanakan. Jarak dari garis pantai dan gap antar struktur juga harus diatur, tidak asal memagari,” tegasnya.  

Pagar Laut Dapat Berdampak pada Ekologis dan Geomorfologis Laut

Sementara itu, Guru Besar Departemen Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Suntoyo, ST., M.Eng., Ph.D, mengatakan bahwa pemasangan pagar laut sebagai metode reklamasi alami perlu dikaji lebih dalam pada aspek dinamika sedimen dan hidrodinamika laut. 

“Secara konseptual, pemasangan pagar laut dapat berfungsi sebagai penahan gelombang dan memperlambat arus. Tetapi dalam praktiknya, ada implikasi ekologis dan geomorfologis yang perlu diperhatikan,” kata Suntoyo kepada Tempo, Jumat, 24 Januari 2025 melalui pesan WhatsApp.

Peneliti hidrodinamika pesisir dan transportasi sedimen Laboratorium Rekayasa Hidro – Informatika Kelautan ITS ini, mengatakan, dalam aspek transpor sedimen, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, transpor sedimen sejajar garis pantai (Longshore Sediment Transport) yang terjadi akibat gelombang yang datang miring terhadap garis pantai. Hal ini menciptakan arus sejajar pantai atau longshore current

Kedua, transpor sedimen tegak lurus garis pantai (Cross-Shore Sediment Transport) yang dikendalikan oleh pergerakan gelombang yang pecah (breaker waves). Hal ini membawa sedimen baik ke arah laut (offshore transport) maupun ke arah daratan (onshore transport).

Pada transpor sedimen sejajar garis pantai, pemasangan pagar laut dapat mengganggu arus sejajar pantai. Pada akhirnya dapat memicu erosi di bagian hilir dan sedimentasi di bagian hulu dari pagar laut. Dampak lanjutannya, beberapa bagian pantai bisa mengalami pengikisan lebih cepat dibandingkan sebelumnya, terutama di area yang tidak terlindungi oleh pagar laut.

Lalu pada transpor sedimen tegak lurus garis pantai, pagar laut dapat menyebabkan gangguan distribusi sedimen alami, sehingga menyebabkan penumpukan di satu area dan abrasi di area lain. Hal ini dapat memperburuk ketidakseimbangan morfologi pantai, menyebabkan perubahan bentuk pantai yang tidak terprediksi.

Hal lain juga terkait pengaruh gelombang, arus, dan pasang surut. Pagar laut dirancang untuk meredam energi gelombang. Tetapi jika strukturnya tidak dirancang dengan baik, kata Suntoyo, gelombang dapat mengalami pembiasan (refraction) dan pemantulan (reflection) yang memperburuk erosi di area sekitarnya.

Ia juga mengatakan gelombang yang pecah di sekitar pagar laut akan mengubah pola distribusi energi di sepanjang pantai. Hal ini dapat menciptakan arus-arus turbulen yang berpotensi menyebabkan perubahan bentuk dasar laut secara tidak terduga.

“Pagar laut juga menghambat arus laut yang berfungsi dalam transport sedimen alami. Hal ini mengakibatkan pasir dan sedimen yang biasanya tersebar merata di sepanjang pantai akan terperangkap di satu sisi pagar laut dan menghilang di sisi lainnya sehingga terjadi erosi dan sedimentasi yang tidak alamiah,” katanya.  

Suntoyo juga mengatakan, jika pemasangan pagar laut ini bertujuan sebagai cara terselubung untuk membangun tanggul laut, maka kebijakan ini patut dikritik dari aspek keberlanjutan, keterbukaan publik dan legalitas perizinan reklamasi.

“Pemasangan pagar laut dapat mengubah pola sedimentasi dan arus laut, yang berpotensi menyebabkan banjir rob lebih parah di daerah yang tidak terlindungi oleh pagar laut. Bagi nelayan, ada dampak ekonomi karena perubahan pola arus dan sedimentasi dapat mempengaruhi ketersediaan ikan dan kelangsungan ekosistem perairan dangkal,” tegasnya.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim pagar laut yang dibangun di Tangerang untuk reklamasi alami adalah keliru.

Struktur pagar laut di Tangerang tersebut tidak sesuai dengan struktur pagar untuk reklamasi alami. Pagar untuk reklamasi alami membutuhkan struktur yang rapat dan efektif menahan gelombang, baik menggunakan breakwater atau sabuk pantai dan groin.

Selain itu, pagar laut untuk reklamasi alami justru memicu erosi di bagian hilir dan sedimentasi di bagian hulu, berpotensi menyebabkan banjir rob di daerah yang tidak terlindungi pagar laut, serta perubahan bentuk pantai yang tidak terprediksi.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]