Keliru, Mata Uang BRICS Bikin Dolar AS Anjlok
Kamis, 7 November 2024 15:15 WIB
Sebuah akun Facebook [arsip] mengunggah poster dengan klaim bahwa nilai tukar Dolar Amerika Serikat (dolar AS) langsung anjlok setelah BRICS membuat mata uang bersama. Konten itu berupa foto tiga presiden yang menjadi negara-negara pendiri BRICS yakni Rusia, India dan Cina.
BRICS adalah akronim dari Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan. Ini merupakan perhimpunan dari lima negara yang bertujuan memperkuat kerja sama diantara negara-negara anggotanya untuk perdamaian dan kesejahteraan bersama. Unggahan itu beredar setelah penyelenggaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS pada 22-24 Oktober 2024. Dalam KTT itu, foto Presiden Rusia Vladimir putin memegang uang kertas BRICS beredar di media termasuk media sosial.
Benarkah Dolar AS melemah atau anjlok setelah peluncuran mata uang BRICS?
PEMERIKSAAN FAKTA
Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi klaim tersebut dengan sumber terbuka dan wawancara narasumber.
Dollar Index yang dirilis Bloomberg menunjukkan kinerja dolar AS terhadap mata uang utama (Yen Jepang, Euro, Sterling, Australian dollar, NZD dan CHF cenderung menguat sepanjang tahun 2024. Termasuk juga terhadap mata uang Indonesia, Rupiah, Dolar AS menunjukkan penguatan pada bulan Oktober dan November 2024.
Dilansir dari kinerja bulanan Dolar AS terhadap Rupiah yang dipublikasikan laman Investasi.com, pada bulan September, nilai 1 Dolar AS adalah Rp15.135. Kinerja terakhir Dolar AS naik pada Oktober menjadi Rp15.690 dan November naik kembali Rp15.781.
Sedangkan dari kinerja harian, Dolar AS memang terjadi naik turun pada periode akhir Oktober hingga November 2024. Akan tetapi, dikutip dari ANTARA, lebih disebabkan oleh ketidakpastian terkait Pemilu AS yang menyelimuti kondisi pasar, bukan karena BRICS.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan kinerja Dolar AS cenderung menguat sekitar 3,4% dibandingkan dengan akhir tahun lalu. “Dolar AS tidak terpengaruh akibat langkah BRICS,” kata Josua.
Menurutnya, jika ke depan BRICS berhasil mengimplementasikan penggunaan mata uang alternatif atau sistem pembayaran bersama dalam perdagangan antar anggota, dampaknya bisa signifikan pada sistem keuangan global. “Ini dapat menurunkan dominasi Dolar AS dalam cadangan devisa dan transaksi internasional serta memberi pilihan bagi negara-negara lain yang ingin menghindari sanksi AS,” lanjutnya.
Namun, ia juga mengatakan proses ini tidak instan karena memerlukan waktu dan kepercayaan yang besar dari negara-negara pengguna.
Dalam artikel Tempo sebelumnya, Josua mengatakan KTT BRICS yang berlangsung di Rusia Oktober lalu, tidak meluncurkan mata uang digital bersama secara resmi, baik dalam bentuk digital maupun konvensional. Meskipun beberapa negara BRICS sedang mengembangkan Central Bank Digital Currency (CBDC), seperti rubel digital Rusia dan yuan digital Cina, mata uang digital BRICS yang spesifik dan terintegrasi untuk seluruh negara anggota belum hadir sebagai satu entitas di pasar kripto.
Dilansir Financial Express, kertas yang dipegang Putin saat KTT BRICS tersebut merupakan “Symbolic Banknote” atau simbol uang. Simbol ini melambangkan ambisi kolektif negara anggota untuk mengeksplorasi alternatif selain dolar AS dalam transaksi lintas batas. Hal ini juga menyoroti upaya BRICS untuk membangun sistem ekonomi yang lebih mandiri, yang tidak terlalu bergantung pada struktur keuangan Barat.
Dalam pertemuan tersebut Putin mengatakan negara-negara BRICS tidak secara langsung menolak dolar AS, tetapi sedang mempersiapkan alternatif jika akses terhadap dolar AS terus dibatasi.
Tentang BRICS
Laman Portal BRICS menulis, Rusia merupakan pemrakarsa pembentukan BRICS yang tujuannya memperluas kerjasama multilateral. Pertemuan Tingkat Menteri BRICS pertama diselenggarakan atas usulan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, pada 20 September 2006.
Usulan Rusia ini disetujui Republik Federasi Brasil, Republik India, Republik Rakyat Tiongkok dan terakhir bergabung Republik Afrika Selatan. Pada awal tahun 2024, sejumlah negara lain bergabung yaitu UAE, Iran, Mesir, Ethiopia.
Dilansir Tempo, walaupun bukan anggota, Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono, menghadiri KTT BRICS Plus 2024 sebagai utusan khusus Presiden RI Prabowo Subianto.
Namun, Ketua Pusat Studi Eropa dan Eurasia, Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra kepada Tempo mengatakan, dengan dominasi Russia, saat ini BRICS jadi alat agenda geopolitik Rusia. Hal ini berbeda saat Cina dan India mendominasi dengan agenda ekonomi.
“Rusia mau menciptakan poros anti-Barat dan BRICS digunakan untuk membentuk poros geopolitiknya,” kata Radityo.
Menurutnya, BRICS belum terbukti memiliki agenda ekonomi yang dapat menguntungkan Indonesia. Sebab kepentingan ekonomi Indonesia, seperti yang disarankan para pakar lainnya dapat dicapai dengan pendekatan bilateral melalui aliansi G20 dan G77. “Indonesia tidak perlu bergabung, kerugian geopolitiknya terlalu besar jika kita mengikuti fomo diplomacy Presiden Prabowo,” lanjutnya.
Terkait rencana anggota BRICS menciptakan sistem pembayaran untuk menggantikan hegemoni sistem Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT), yang didominasi oleh dolar AS, Radityo mengatakan tidak yakin negara-negara itu bisa bersepakat.
“Meskipun ada kebutuhan menyeimbangkan dolar AS, tapi masalahnya siapa yang mendominasi berikutnya? Apakah Cina atau India?” pungkasnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan unggahan yang menyebutkan BRICS bikin mata uang dolar AS langsung anjlok adalah keliru.
Kinerja Dolar AS terhadap Rupiah cenderung menguat sekitar 3,4% dibandingkan dengan akhir tahun lalu. Kinerja terakhir Dolar AS naik pada Oktober menjadi Rp15.690 dan November naik kembali Rp15.781. Sedangkan dari kinerja harian, Dolar AS memang terjadi naik turun pada periode akhir Oktober hingga November 2024. Akan tetapi, hal itu lebih disebabkan oleh ketidakpastian terkait Pemilu AS yang menyelimuti kondisi pasar, bukan karena BRICS.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]