Keliru, Klaim Menara dan Ponsel 5G Menyebabkan Cacar Monyet
Selasa, 17 September 2024 08:57 WIB
Kolase foto berisi klaim bahwa cacar monyet disebabkan oleh frekuensi menara dan ponsel 5G diunggah akun Instagram [arsip] pada 6 September 2024. Konten tersebut menyebar di tengah merebaknya virus Monkeypox atau Mpox.
Konten tersebut memuat narasi: Agenda berikutnya meningkatkan frekuensi untuk mengaktifkan non partikel dalam tubuh. Ini akan menyebabkan cacar monyet dan kemungkinan bisul/luka pada mereka yang telah ditandai dengan vx666ine. Pada foto bagian bawah terdapat tulisan: Yang sudah terlanjur vaxx sebaiknya pulang kampung, jauhi tower dan smartphone 5G!
Hingga artikel ini ditulis, unggahan tersebut disukai 985 warganet. Benarkah frekuensi tower dan ponsel pintar 5G menyebabkan cacar monyet atau Mpox?
PEMERIKSAAN KLAIM
Menurut peneliti virologi dari Universitas Airlangga, Dr. Arif Nur Muhammad Ansori, vaksin cacar monyet tidak dapat meningkatkan frekuensi sinyal 5G untuk mengaktifkan nanopartikel dalam tubuh yang kemudian dapat menimbulkan penyakit. “Klaim tersebut tidak sepenuhnya benar dan tidak didukung bukti ilmiah,” kata Arif, 13 September 2024.
Jika diulas secara ilmiah, Arif mengatakan, vaksin terdiri dari bahan-bahan seperti antigen, pengawet, stabilisator, dan adjuvan yang membantu merangsang respon imun tubuh dan tidak mengandung nanopartikel sesuai klaim tersebut.
Indonesia menggunakan vaksin MVA-BN®?(Modified Vaccinia Ankara - Bavarian Nordic), vaksin turunan smallpox generasi ketiga. Vaksin ini sudah mendapat rekomendasi WHO untuk digunakan saat wabah cacar monyet.
Vaksin Mpox dapat memberikan perlindungan pada tingkat tertentu terhadap infeksi dan penyakit berat. Setelah divaksinasi, Arif menambahkan, kewaspadaan tetap diperlukan karena pembentukan kekebalan memerlukan waktu.
Bagi seseorang yang tertular Mpox setelah vaksinasi, WHO menekankan bahwa vaksin tetap melindungi terhadap penyakit berat dan kebutuhan akan rawat inap.
Menurut Arif, ulasan peneliti Turtle & Subramaniam (2023) yang terbit pada jurnal ilmiah bereputasi, The Lancet Infectious Diseases, menunjukkan bahwa vaksinasi memberikan tingkat perlindungan yang baik terhadap Mpox.
“Narasi hoaks sering digunakan untuk menimbulkan ketakutan dan kebingungan tentang vaksinasi, padahal vaksin Monkeypox telah diuji secara menyeluruh untuk keselamatan dan efektivitasnya oleh para ahli. Penyebaran informasi yang salah terkait vaksinasi dapat menghambat upaya penanganan kesehatan publik, sehingga penting untuk merujuk pada sumber-sumber ilmiah dan otoritas kesehatan yang terpercaya,” ungkap Arif.
Dikutip dari laman Badan Kesehatan Dunia (WHO), mereka telah mengumumkan vaksin MVA-BN sebagai vaksin pertama melawan mpox yang ditambahkan ke daftar prakualifikasinya.
Pra-kualifikasi WHO (PQ) dan Daftar Penggunaan Darurat (EUL) adalah mekanisme yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, keamanan, dan khasiat produk medis, seperti vaksin, diagnostik, dan obat-obatan dan kesesuaian produk untuk digunakan dalam konteks negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Vaksin MVA-BN dapat diberikan kepada orang berusia di atas 18 tahun sebagai suntikan 2 dosis yang diberikan dengan jarak 4 minggu. Setelah penyimpanan dingin sebelumnya, vaksin dapat disimpan pada suhu 2–8°C hingga 8 minggu.
Kelompok Penasihat Strategis Ahli (SAGE) WHO tentang Imunisasi meninjau semua bukti yang tersedia dan merekomendasikan penggunaan vaksin MVA-BN dalam konteks wabah mpox bagi orang-orang yang berisiko tinggi terpapar. Data yang tersedia menunjukkan bahwa vaksin MVA-BN dosis tunggal yang diberikan sebelum paparan diperkirakan memiliki efektivitas 76% dalam melindungi orang terhadap Mpox, sedangkan jadwal 2 dosis mencapai efektivitas sekitar 82%. Vaksinasi setelah paparan kurang efektif dibandingkan vaksinasi sebelum paparan.
KESIMPULAN
Hasil verifikasi Tempo tentang klaim frekuensi tower 5G menyebabkan cacar monyet adalah keliru.
Narasi yang mengaitkan vaksinasi Monkeypox dengan teknologi 5G sepenuhnya tidak berdasar dan tidak didukung oleh bukti ilmiah.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]