Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Konten Berisi Klaim Pengungsi Rohingya Datang ke Indonesia Dipersenjatai AS Sebagaimana Israel di Palestina

Senin, 1 April 2024 21:27 WIB

Keliru, Konten Berisi Klaim Pengungsi Rohingya Datang ke Indonesia Dipersenjatai AS Sebagaimana Israel di Palestina

Sebuah narasi beredar di Facebook akun ini, ini, dan ini, berisi klaim bahwa pengungsi Rohingya sengaja didatangkan ke Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) dan Israel untuk dipersenjatai dan menjajah Indonesia.

Narasi itu mengatakan bahwa Israel pernah mengancam untuk menjadikan Indonesia seperti Palestina.  Berikut bunyi narasi tersebut: Tolak imigran gelap rohingya.. ingat Israel dan Amerika pernah berkata, jika Indonesia ikut campur tangan untk membntu palestina, maka Israel akan membuat indonesia sama seperti Palestina……

Namun, benarkah pengungsi Rohingya datang ke Indonesia untuk dipersenjatai oleh Amerika Serikat dan Israel?

PEMERIKSAAN FAKTA

Sebelumnya pernah beredar konten di internet yang mengatakan Presiden Israel Reuven Rivlin mengancam akan menjadikan Indonesia seperti Palestina yang mereka hancurkan, bila Indonesia terus ikut campur dalam konflik Israel-Palestina.

Namun hasil Cek Fakta Tempo menunjukkan bahwa sesungguhnya narasi yang beredar tahun 2020 itu keliru. Tidak pernah ditemukan berita terkait ancaman dari Rivlin itu di media.

Pakar Hukum Internasional Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), Satria Unggul Wicaksana, mengatakan pengungsi Rohingya saat ini memiliki sejarah yang berbeda meskipun Yahudi dahulu juga berstatus pengungsi yang didatangkan ke Palestina.

Yahudi, kata Satria, dulunya ialah etnis teraniaya di Jerman dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II, sebagai korban pembantaian Holocaust. Namun kemudian, kelompok Yahudi melakukan penjajahan di tanah Palestina. Anggota etnis Yahudi juga memegang posisi-posisi penting di Amerika Serikat, baik di pemerintahan, bidang bisnis dan lain-lain. 

Satria mengatakan bahwa hubungan Amerika Serikat dengan bangsa Yahudi juga memiliki sejarah panjang dan tak bisa disamakan dengan etnis Rohingya. 

"Ini sangat jauh dari apa yang terjadi di Rohingya. Kemudian ada wacana mereka dipersenjatai dan lain sebagainya, saya rasa itu menjadi dua hal yang sangat jauh realitanya, bahkan ini masuk kategori hoaks. Karena kalau kita lihat akar sejarahnya sangat berbeda, persoalan utamanya berbeda,” kata Satria pada Tempo melalui aplikasi perpesanan, Senin, 1 April 2024.

Dia menjelaskan, Indonesia memang tidak meratifikasi Konvensi Jenewa 1991 dan protokol tambahannya. Namun konvensi tersebut kemudian memunculkan tradisi pada semua negara untuk menyelamatkan pengungsi. 

Salah satunya prinsip non-refoulement atau tidak dikembalikan ke tempat asal secara paksa, yang juga diterapkan di Indonesia. Maka menurut Satria, ASEAN harus mendorong pengembalian pengungsi Rohingya ke Rakhine, Myanmar, dengan menjamin keselamatan mereka.

“Etnis Rohingya kemudian memiliki hak-hak untuk tinggal atau mendapatkan tempat yang aman, sampai kemudian mereka dipulangkan kembali ke Rakhine State,” kata Satria lagi.

Sementara itu, menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, UNHCR, pengungsi Rohingya datang ke Indonesia untuk melarikan diri dari bahaya yang mengancam mereka di tempat tinggal sebelumnya, kamp pengungsian Cox’s Bazar, Bangladesh.

Dikatakan juga niat pengungsi Rohingya datang, bukan untuk mengeksploitasi Indonesia, melainkan untuk menghindari pembunuhan, penculikan dan pemerasan yang terus terjadi di Cox’s Bazar, tempat mereka tinggal sebelumnya.

Hal itu sebenarnya sudah dikonfirmasi tim Polda Aceh yang telah berkunjung ke Cox’s Bazar pada 18 Maret 2024, sebagaimana diberitakan AJNN. Dir Intelkam Polda Aceh, Muhammad Ali Khadafi, mengatakan kondisi pengungsian di sana rawan pembunuhan, bentrok antar geng, hingga peredaran narkotika.

Tempo juga pernah memeriksa narasi yang mengatakan UNHCR minta Pulau Galang di Kota Batam, Kepulauan Riau, untuk tempat tinggal pengungsi Rohingya. Sesungguhnya narasi tersebut juga keliru.

Di sisi lain, sejumlah media memberitakan sesungguhnya pengungsi Rohingya ingin kembali ke Myanmar yang mereka anggap sebagai tanah airnya, salah satunya Antara. Mereka datang ke Indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk mencari keselamatan.

Pengungsi Rohingya ingin kembali hidup di Myanmar, diakui sebagai warga negara, mendapatkan kebebasan bekerja dan dijamin keselamatannya. Mereka menuntut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dan meminta dukungan internasional untuk membantu memulangkan mereka dengan aman ke Myanmar.

Mereka menginginkan proses repatriasi ke Myanmar yang aman dan tidak rumit. Upaya repatriasi pernah dilakukan tahun 2018 dan 2019, namun beberapa orang yang mengikuti program itu mengaku dikurung di Myanmar, hingga upaya itu gagal dilakukan.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan pengungsi Rohingya datang ke Indonesia untuk dipersenjatai Amerika Serikat dan Israel demi menjajah Indonesia, sebagaimana AS mempersenjatai Israel untuk menguasai Palestina, merupakan klaim keliru.

Narasi yang disertakan, seperti Presiden Israel mengancam Indonesia dan pengungsi Rohingya minta pulau di Indonesia, telah terbukti hoaks. Selain itu pengungsi Rohingya sesungguhnya ingin kembali ke Myanmar, namun dijamin kebebasan dan keselamatannya.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]