Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Polisi Bebaskan Remaja Tionghoa yang Ancam Tembak Jokowi Karena Etnisnya?

Selasa, 14 Mei 2019 15:24 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Polisi Bebaskan Remaja Tionghoa yang Ancam Tembak Jokowi Karena Etnisnya?

Sebuah unggahan yang menyoal perbedaan proses hukum atas dua orang yang diduga penghina Jokowi beredar di media sosial. Salah satu pengunggahnya adalah halaman Pembela Ulama di Facebook pada 12 Mei 2019.

Unggahan menyoal perbedaan proses hukum atas dua orang yang diduga penghina Jokowi beredar di media sosial.

Halaman tersebut membagikan dua gambar remaja yang diklaim menerima perlakuan hukum berbeda meski sama-sama memuat konten yang dianggap menghina Jokowi. Gambar pertama yang digambarkan remaja beretnis Tionghoa disebut bebas dari jerat hukum. Padahal ia membuat konten seperti “Jokowi gila!”, dan mengancam menembak Jokowi.

Sedangkan gambar kedua, adalah pemuda yang digambarkan seorang Muslim dengan memakai peci. Remaja ini yang dijerat pasal hukuman mati gara-gara menulis ancaman akan memenggal kepala Jokowi.

Halaman Pembela Ulama menuliskan narasi : “Dua bocah dengan nasib hukum yg berbeda dengan kasus yg sama hanya karena yang satu pelakunya sipit dan satunya pelakunya muslim berpeci #prayforjustice”

Unggahan tersebut segera menjadi viral dan telah dibagikan 46 ribu kali.

Benarkah remaja pertama menerima perlakuan berbeda dari polisi karena dia keturunan etnis Tionghoa?

 

PEMERIKSAAN FAKTA

Gambar remaja pertama yang dibagikan di medsos itu adalah berinisial RJ. Ia membuat konten yang dianggap menghina Jokowi pada Februari 2018. Saat itu RJ masih berusia 16 tahun dan masih duduk di bangku SMA.

Dilansir dari Suara.com, kasus RJ bermula ketika video yang dia buat di IG dan YouTube viral di media sosial. RJ yang mengenakan kacamata dan bertelanjang dada tampak memegang foto Jokowi sambil menunjuk-nunjuknya. Dia sesumbar akan menembak orang yang ada di foto tersebut.

Setelah video tersebut menjadi viral, RJ kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. RJ dijerat Pasal 27 ayat 4 Juncto, Pasal 45 Undang Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Namun, karena RJ masih berusia 16 tahun atau tergolong anak-anak maka proses hukum mengacu pada UU Sistem Peradilan Anak. Salah satunya, menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono saat itu, penyidik tidak menahan RJ dan ia dititipkan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur.

“Sesuai Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengatur bahwa anak dibawah usia yang menjalani ancaman hukuman kurang dari tujuh tahun tidak ditahan,” kata Argo dikutip dari Solopos

Ketua KPAI Susanto saat itu menilai kasus RJ ini harus dilihat secara utuh dan menyeluruh. "Tentu dalam kasus ini harus digunakan sistem peradilan anak," ujar Susanto, 24 Mei 2018.

Susanto mengatakan ucapan RJ itu bukan ancaman serius. RJ juga tak bermaksud menghina Presiden Jokowi dalam video viral tersebut. "Yang bersangkutan mengaku becanda, hanya mainan saja bersama lima temannya," kata Susanto.

Menurut Susanto, penjara bukan keputusan yang bijaksana untuk menghukum RJ. Apalagi usianya masih belia. "Masih usia anak. Tentu kita bisa maafkan atas tindakan yang dilakukan RJ itu," ucapnya, seperti pernah ditulis Tempo.

Berkas kasus RJ sendiri telah dilimpahkan ke kejaksaan pada 27 Juli 2018

Dengan demikian, klaim bahwa remaja RJ bebas dari proses hukum adalah keliru. Tapi mengingat bahwa usia RJ masih tergolong anak-anak, maka, RJ tidak ditahan, sesuai UU Peradilan Anak.

Apa yang menimpa RJ tentu sedikit berbeda dengan pemuda kedua bernama Hermawan Susanto (HS) yang mengancam memenggal kepala Jokowi.

Yang membedakan, HS adalah pria kelahiran 8 Maret 1994. Dengan usianya yang 25 tahun, Hermawan bukan termasuk anak-anak seperti RJ sehingga dia tidak bisa dilindungi dengan UU Perlindungan Anak dan UU Peradilan Anak.

HS ditangkap polisi karena diduga melakukan ujaran bernada ancaman pembunuhan pada simbol negara yakni Presiden melalui video, saat berada di tengah aksi demonstrasi di depan kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Jumat (10/5) sekitar pukul 14.40 WIB.

HS dijerat dengan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara dan tindak pidana di bidang ITE dengan modus Pengancaman Pembunuhan terhadap Presiden RI sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 KUHP dan Pasal 27 ayat 4 junto pasal 45 ayat 1 UU RI no 19 tahun 2016 perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang ITE. 

Saat ditangkap polisi, HS mengaku menyesal dengan perbuatannya telah mengancam Jokowi."Iya, saat ditangkap dia ini mengaku khilaf," kata Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya AKBP Jerry Siagian kepada wartawan, Minggu (12/5/2019). 

 

Selesai di luar peradilan pidana

Dilansir dari situs Detik, kasus RJ tidak berlanjut ke meja pengadilan. Perkara itu diselesaikan melalui proses diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Jaksa penuntut umum yang melakukan proses diversi seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

"Bahwa setelah diterimanya RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, sebelum perkaranya dilimpahkan ke pengadilan, penuntut umum melaksanakan proses diversi sebagaimana amanat dalam ketentuan Pasal 42 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kasipenkum Kejati) DKI Jakarta, Nirwan Nawawi, dalam keterangannya, Selasa (14/5/2019).

Selanjutnya proses diversi dilakukan dengan menghadirkan langsung RJ, orang tua atau wali RJ, pelapor, pihak Balai Pemasyarakatan, penasihat hukum, dan pendamping. Nirwan menyebut hasilnya didapat pada Kamis, 9 Agustus 2018.

"Dari hasil pelaksanaan diversi terdapat kesepahaman pendapat terkait penyelesaian perkara anak, disepakati anak akan dikembalikan kepada orang tua untuk mendapatkan bimbingan yang lebih baik serta berkomitmen untuk melakukan pelayanan masyarakat," ucap Nirwan.

Bahwa berita acara diversi tersebut telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Penetapan Nomor 4/Pen.Diversi/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jkt.Bar.

 

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, tidak benar bahwa RJ dibebaskan oleh polisi karena dia beretnis keturunan Tionghoa. RJ sendiri telah diproses hukum namun saat itu ia tidak ditahan lantaran masih termasuk anak-anak. Sedangkan HS diproses hukum bukan lantaran ia Muslim.

 

IKA NINGTYAS