Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sebagian Benar, Prevalensi Perokok Turun Sesuai Bps tapi Bukan Jumlah Perokok Anak

Rabu, 20 Oktober 2021 18:21 WIB

Sebagian Benar, Prevalensi Perokok Turun Sesuai Bps tapi Bukan Jumlah Perokok Anak

Sebuah akun membuat thread di Twitter berisi klaim bahwa angka prevalensi  perokok anak turun dari 9,65 persen di tahun 2018 menjadi 3,81 persen di tahun 2020. 

Sedangkan prevalensi perokok dewasa turun dari 32,2 persen di 2018 menjadi 28,69 persen di 2020. Data itu disebutnya berasal dari Badan Pusat Statistik.

Cuitan tentang penurunan prevalensi perokok ramai di linimasa twitter di tengah rencana pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan 2022. 

“Kenapa kelompok anti-rokok ini selalu memakai data Riskesdas yg lebih lama? Kalau pakai data terbaru dari BPS jelas terlihat sdh ada penurunan prevalensi merokok. Sudah tidak relevan lagi pakai data Riskesdas 2018 utk menyuarakan cukai hrs naik demi menurunkan prevalensi merokok,” tulis akun tersebut dalam narasinya, 13 Oktober 2021. 

Tangkapan layar thread di twitter tentang penurunan prevalensi perokok ramai di linimasa twitter di tengah rencana pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan 2022.

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo melakukan verifikasi terhadap informasi yang disebut berasal dari BPS ihwal penurunan prevalensi perokok anak dan dewasa. Hasilnya, data yang disajikan oleh BPS tersebut tidak menunjukkan penurunan prevalensi perokok di Indonesia, karena data yang metode pengumpulan data yang disajikan pada 2018 berbeda dengan 2019 dan 2020. 

Sumber BPS yang dirujuk oleh warganet tersebut bisa diakses di data Persentase Merokok Pada Penduduk Usia ≤ 18 Tahun, Menurut Jenis Kelamin (Persen), 2018-2020. Menurut data tersebut, jumlah persentase merokok penduduk usia di bawah 18 tahun pada 2018 secara nasional, mencapai 9,65 persen. Sedangkan pada 2019 mencapai 3,87 persen dan 3,81 persen pada 2020. 

Namun BPS memberikan keterangan tambahan. Data pada 2018 hasil dari Data Integrasi Susenas dan Riskesdas 2018. Sedangkan data 2019 dan 2020 adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. 

Sedangkan, data BPS terkait prevalensi perokok dewasa merujuk pada Persentase Merokok Pada Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut Provinsi (Persen), 2018-2020. Dalam data ini, persentase merokok pada kelompok usia di atas 15 tahun secara nasional sebesar 32,20 persen. Sedangkan data 2019 sebesar 29,03 persen dan 28,69 persen pada 2020. Sumber data tersebut adalah hasil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional. 

Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat Badan Pusat Statistik, Ahmad Avenzora, menjelaskan data persentase merokok penduduk usia di bawah 18 tahun pada 2018 dan 2019-2020, menggunakan sumber data yang berbeda. Tahun 2018 menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan. Sementara tahun 2019 dan 2020 dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). 

“Ada perbedaan pendekatan antara Riskesdas dan Susenas. Sebenarnya tidak apple to apple untuk membandingkan yang 2018 dengan 2019 dan 2020,” kata Ahmad kepada Tempo, 19 Oktober 2021. 

Salah satu perbedaan pendekatan antara Riskesdas dan Susenas, kata Ahmad Avenzora, terkait jenis rokok. Di Riskesdas, mencakup jenis rokok elektrik. Sedangkan pada Susenas, tidak memasukkan rokok elektrik.

Menurut Ahmad, dengan perbedaan sumber data tersebut, tidak bisa disimpulkan bahwa jumlah perokok anak menurun signifikan dari tahun 2018 ke tahun 2019-2020. 

Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi, mengatakan, data persentase merokok penduduk usia di bawah 18 tahun yang disajikan BPS tahun 2018-2020, tidak setara karena menggunakan sumber yang berbeda. 

Penyajian data tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dari masyarakat awam, karena tidak tahu bahwa dua data tersebut tidak bisa dibandingkan. Publik akan menyangka Indonesia relatif aman dari perokok dan pemerintah sudah berhasil menurunkan prevalensi perokok anak. 

“Kenyataannya bisa sebaliknya. Ini bisa merugikan pemerintah yang sedang mendorong penurunan prevalensi perokok. Ini bisa menggagalkan program pemerintah sendiri,” kata dia kepada Tempo, Senin 18 Oktober 2021. 

Perbedaan Riskesdas dan Susenas

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah survei lima tahunan oleh Kementerian Kesehatan RI melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang hasilnya dapat digunakan menilai perkembangan status kesehatan masyarakat, faktor risiko, dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan.

Riskesdas dilaksanakan pada 2018 dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) dengan kerangka sampel blok sensus dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2018 dari Badan Pusat Statistik (BPS). 

Populasi adalah rumah tangga di Indonesia di seluruh provinsi dan kabupaten/kota (34 Provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota). Adapun jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 300.000 rumah tangga yang diperoleh dari 30.000 blok survei (masing-masing blok survei terdiri dari 10 rumah tangga). 

Pelaksanaan Riskesdas Kemenkes 2018 dianggap memiliki kemajuan karena terintegrasi dengan Susenas BPS. 

Sedangkan Susenas pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963. Dalam dua dekade terakhir, sampai dengan tahun 2010, Susenas dilaksanakan setiap tahun. Susenas di desain memiliki 3 modul (Modul Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga, Modul Sosial, Budaya dan Pendidikan, serta Modul Perumahan dan Kesehatan) dan setiap modul dilaksanakan setiap 3 tahun sekali.

Cara pengumpulan data Susenas 2019 melalui survei dengan jenis rancangan sampel multistage/phase. Jumlah sampel Susenas untuk estimasi kab/kota adalah 320.000 rumah tangga (32.000 Blok Sensus). Untuk Susenas estimasi provinsi, jumlah sampel adalah 75.000 rumah tangga (7.500 Blok Sensus).

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan, unggahan tentang prevalensi perokok anak dan dewasa turun menurut Badan Pusat Statistik, sebagian benar. Untuk klaim prevalensi perokok penduduk usia di atas 15 tahun turun sesuai data BPS tahun 2018 dan 2020 benar. Data tersebut berdasarkan hasil Susenas 2018, 2019 dan 2020. 

Sedangkan klaim penurunan jumlah perokok anak, keliru. Sebab data tersebut menggunakan sumber yang berbeda. Data tahun 2018, menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan serta memasukkan jenis rokok elektrik. Sementara tahun 2019 dan 2020 berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang tidak mencakup jenis rokok elektrik.

Tim Cek Fakta Tempo