Sesat, Klaim Badak Putih Utara Resmi Punah pada 2021
Senin, 14 Juni 2021 13:19 WIB
Klaim bahwa badak putih utara resmi punah beredar di media sosial. Klaim ini dilengkapi dengan foto karya fotografer National Geographic, Ami Vitale, yang memperlihatkan seorang pria berkulit hitam sedang menyandarkan kepalanya ke kepala seekor badak yang sedang tergeletak. Pria itu juga menumpangkan tangannya ke cula badak tersebut.
Klaim itu salah satunya diunggah oleh akun ini pada 6 Juni 2021. Akun itu menulis, "Badak putih utara (Ceratotherium simum cottoni) bertahan 55 juta tahun di planet bumi, mengalami dan bertahan dari keganasan zaman es, gempa bumi besar, hantaman meteor, dan saksi hidup perubahan-perubahan di bumi. mamalia raksasa ini tak bisa bertahan pada keganasan manusia, dan sudah resmi punah."
Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim menyesatkan terkait badak putih utara.
PEMERIKSAAN FAKTA
Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mencari tahu asal mula dari informasi punahnya badak putih utara itu. Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa terdapat badak putih utara yang terakhir mati pada 2018 lalu dan kembali ramai diperbincangkan saat ini. Badak putih utara itu berasal dari Konservasi Ol Pejeta, Kenya. Informasi kematian badak ini pertama kali dibagikan oleh akun Twitter resmi milik Ol Pejeta.
Akun itu mengumumkan kematian badak putih utara jantan yang berada di konservasinya pada 20 Maret 2018. Akun tersebut menulis, “Dengan sangat sedih, Konservasi Ol Pejeta dan Kebun Binatang Dvur Kralove mengumumkan bahwa Sudan, badak putih utara jantan terakhir di dunia, berusia 45 tahun, mati di Konservasi Ol Pejeta di Kenya pada 19 Maret 2018 (kemarin). #SudanForever #TheLoneBachelorGone #Only2Left."
Kematian badak putih utara tersebut pun diberitakan oleh National Geographic pada 20 Maret 2018, dalam artikelnya yang berjudul "After Last Male's Death, Is the Northern White Rhino Doomed?". Artikel ini dilengkapi dengan sejumlah foto yang juga diambil oleh Ami Vitale, yang memperlihatkan momen-momen terakhir Sudan sebelum meninggal pada 19 Maret 2018.
Dikutip dari BBC, Sudan dinyatakan mati setelah berbulan-bulan mengalami gangguan kesehatan. Ia dirawat karena komplikasi terkait usia yang menyebabkan perubahan degeneratif pada otot dan tulang yang dikombinasikan dengan luka kulit yang luas. Kondisinya memburuk secara signifikan dalam 24 jam terakhir (19 Maret 2021), tidak mampu berdiri dan sangat menderita.
Kematian Sudan itu pun disambut dengan kecemasan. Kematian Sudan, oleh sebagian besar ahli, dipandang sebagai tanda tangan terhadap surat perintah kepunahan spesies tersebut. Pasalnya, saat ini, hanya terdapat dua badak putih utara yang tersisa, yang keduanya betina. Ada dorongan dari konservasi besar untuk membantu Sudan menghasilkan keturunan.
Sudan dipindahkan dari kebun binatang di Republik Ceko ke cagar alam Kenya pada 2009. Iklim Afrika dan luasnya ruang untuk berkeliaran dianggap bakal merangsang Sudan untuk berkembang biak. Namun, Sudan sudah melewati usia reproduksi. Dua badak putih utara betina yang tersisa pun tidak dapat menghasilkan keturunan secara alami.
Karena itu, para ilmuwan sedang berusaha membiakkan badak putih utara di laboratorium. Sel kelamin diambil dari mereka yang masih hidup, dan para ilmuwan berharap dapat menggunakan in-vitro fertilization (IVF) terhadap badak putih selatan. Namun, teknologi untuk metode ini masih disempurnakan. Metode tersebut pun sangat mahal.
Dikutip dari IFL Science, saat ini, para ilmuwan yang bekerja untuk menyelamatkan badak putih utara telah menginseminasi secara artifisial tujuh dari 10 telur yang berhasil dipanen dari dua individu terakhir yang tersisa di dunia yang saat ini tinggal di Konservasi Ol Pejeta di Kenya.
Sebuah proses yang disebut injeksi sperma intracytoplasmic memungkinkan para peneliti untuk mencampur sperma dari dua badak putih utara yang mati secara alami pada 2014 dan 2019, Suni dan Saut, yang spermanya diawetkan secara cryo. Dua batch semen beku digunakan dan diambil untuk empat telur dari Fatu dan tiga telur dari Najin, dua badak putih utara betina yang tersisa.
Saat ini, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources atau IUCN masih mengkategorikan badak putih utara sebagai satwa yang sangat terancam punah (critically endangered) dalam daftar merahnya, karena dianggap menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar. Hingga 12 Juni 2021, populasinya tercatat hanya menyisakan dua ekor.
Daftar merah IUCN berisi sembilan kategori untuk mengklasifikasi status satwa, yaitu tidak dievaluasi (not evaluated) data kurang (data deficient), sedikit perhatian (least concern), hampir terancam (vulnerable), rentan (endangered), terancam punah (critically endangered), sangat terancam punah (extinct in the wild), dan punah (extinct). Saat ini, terdapat lebih dari 134.400 spesies dalam daftar merah IUCN, dengan lebih dari 37.400 spesies terancam punah.
Suatu spesies dinyatakan punah apabila individu terakhir dari satwa tersebut telah dinyatakan meninggal. Survei menyeluruh berdasarkan waktu tertentu pun tidak lagi mencatat individu dari satwa tersebut. Menurut IUCN, ada kasus di mana spesies yang sebelumnya terdaftar sebagai punah pindah ke kategori lain setelah individu hidup ditemukan.
Situasi seperti itu dapat terjadi akibat kesalahan "Romeo", di mana masih terdapat individu hidup ketika spesies dinyatakan punah. Karena itu, penting untuk mempertimbangkan semua bukti sebelum mendaftarkan suatu spesies ke dalam kategori punah untuk menghindari kesalahan pencatatan.
Konservasi Ol Pejeta pun telah mengklarifikasi klaim yang beredar baru-baru ini, yang menyatakan bahwa badak putih utara telah punah. Mereka menjelaskan bahwa badak putih utara dideklarasikan "punah secara fungsional (functionally extinct)" sejak 2018, bukan baru-baru ini. Status itu diberikan karena pejantan terakhir dari spesies tersebut, Sudan, mati karena telah berusia tua.
"Punah secara fungsional berarti jumlah dari hewan itu sangat kecil, dan mereka tidak lagi memainkan peran yang signifikan dalam fungsi ekosistem, atau populasi tidak lagi layak. Sudan bukan badak putih utara terakhir yang masih hidup. Dia meninggalkan anak betinanya, Najin, dan anak betina Najin, Fatu, yang masih hidup hingga saat ini. Najin berusia 31 tahun, dan Fatu berusia 21 tahun bulan ini," demikian penjelasan Konservasi Ol Pejeta di akun Twitter resminya pada 5 Juni 2021.
Dilansir dari Fauna dan Flora Internasional, badak putih utara adalah hewan asal Afrika terbesar ketiga (setelah gajah dan kuda nil) dan memiliki berat antara 1.700-2.400 kilogram. Badak putih utara sebenarnya tidak putih, melainkan abu-abu. Kebingungan ini diakibatkan oleh salah tafsir kata Belanda 'wijde' (artinya lebar, bukan putih), yang digunakan untuk menggambarkan mulut badak tersebut.
Habitatnya sendiri terdapat di bagian barat laut Uganda, Chad selatan, Sudan Selatan barat daya, Republik Afrika Tenga timur, dan Republik Demokratik Kongo timur laut. Dilansir dari IUCN, satu-satunya sub populasi yang dikonfirmasi sebelumnya berada di Taman Nasional Garamba di timur laut Republik Demokratik Kongo, sekarang dianggap punah.
Dikutip dari National Geographic, satu abad yang lalu, terdapat ratusan ribu badak di Afrika. Pada awal 1980-an, perburuan telah mengurangi jumlah badak menjadi sekitar 19 ribu ekor. Menurut laporan The New York Times, dari jumlah tersebut, habitat yang paling buruk kondisinya adalah badak putih utara.
Habitat aslinya di Afrika Tengah sudah terancam sejak terjadinya perang saudara pada akhir abad ke-20 dan membuat upaya konservasi tidak mungkin dilakukan. Pada 1970-an, populasi badak ini berjumlah ribuan dan kemudian berkurang menjadi hanya 700-an. Pada pertengahan 1980-an, habitat badak putih utara hanya tersis 15 ekor di alam liar. Pada 2006, jumlahnya menjadi empat, dan mulai menghilang pada 2008. Badak putih utara telah tersingkir dari habitat aslinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa badak putih utara resmi punah pada 2021, menyesatkan. IUCN masih mengkategorikan badak putih utara sebagai satwa yang sangat terancam punah (critically endangered), karena dianggap menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar. Hingga 12 Juni 2021, hewan ini tercatat masih tersisa dua ekor. Suatu satwa dinyatakan punah apabila individu terakhir dari satwa tersebut telah dinyatakan meninggal. Survei menyeluruh berdasarkan waktu tertentu pun tidak lagi mencatat individu dari satwa tersebut.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke [email protected]