Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoax] Benarkah Polisi Menetapkan Jokowi Tersangka Penyebar Hoaks?

Kamis, 21 Februari 2019 18:05 WIB

[Fakta atau Hoax] Benarkah Polisi Menetapkan Jokowi Tersangka Penyebar Hoaks?

Sebuah artikel berjudul “Polisi Menetapkan 'Jokowi Tersangka Penyebar Hoax?” beredar di media sosial Facebook dan Twitter. Artikel itu dipublikasikan pertama kali di website teropongsenayan.com edisi Senin 18 Februari 2019. 

Di Facebook, artikel itu banyak dibagikan di dua halaman yakni Victory Prabowo Subianto 2019-2014 dan Sahabat Gatot Nurmantyo.

Facebook memperkirakan bahwa artikel tersebut telah dibagikan 2 ribu kali hingga 21 Februari 2019. Artikel itu menganggap bahwa Jokowi melakukan beberapa hoaks saat Debat Capres 2, 17 Februari 2019, antara lain yakni hoax terkait selama tiga tahun terakhir ini tidak ada kebakaran hutan. Kedua, hoax yang menyebut tidak ada konflik untuk pembebasan lahan infrastruktur. Ketiga, hoax besaran import jagung pada tahun 2018 yang disebut hanya 180.000 ton. 

“Dia (Jokowi), tidak memverifikasi sumber informasi yang diterimanya, sehingga asbun dalam forum debat yang disaksikan segenap rakyat Indonesia. Jokowi bikin geger sebangsa dan setanah air,” tulis Nasrudin.  

Ilustrasi CekFakta

HASIL PERIKSA FAKTAArtikel yang ditulis Nasrudin bukan berita melainkan artikel opini yang berisi pendapat dari si penulis. Di dalam artikel tidak ada pernyataan polisi tentang penetapan calon presiden Joko Widodo sebagai tersangka penyebar hoax, sebagaimana judul yang tertera. 

Artikel itu sendiri berisi analisa si penulis yang mengkategorikan ketidakakuratan data yang disebutkan Jokowi sebagai hoaks atau kabar bohong. Ia pun menilai Jokowi melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana yang berisi tentang hukuman penjara bagi mereka yang menyiarkan atau pemberitahuan bohong. 

Menurut Nasrudin, pasal pidana tersebut persis sama dengan pasal yang dikenakan pada Ratna Sarumpaet (RS). 

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju, mengatakan, bahwa kesalahan data yang disebutkan oleh Jokowi dalam Debat Capres 2 bukan tergolong kabar bohong dalam kacamata hukum pidana. Sebab dalam konstruksi hukum pidana, informasi bisa disebut kabar bohong apabila memunculkan keonaran di kalangan rakyat.

Batasan keonaran tersebut menyangkut apakah ada ancaman yang nyata terhadap keamanan jiwa dan harta benda. Ia mencontohkan, kabar bohong yang bisa dipidana seperti seseorang yang menyatakan ada bom di dalam pesawat. “Itu kan bisa menimbulkan keonaran, karena penumpang yang banyak harus keluar bersamaan melalui pintu yang kecil bisa berbahaya,” kata dia dihubungi Tempo, Kamis sore, 21 Februari 2019. 

Menurut Anggara, konstruksi hoaks dalam hukum pidana lebih sempit dibandingkan yang terjadi di media sosial. Warganet, kata dia, memiliki pengertian hoaks yang lebih luas seperti kesalahan data oleh Jokowi yang dianggap sebagai kabar bohong. Akan tetapi, kata Anggara, tidak semua informasi yang dianggap hoaks oleh warganet bisa dipidana. “Keonaran di kalangan netizen bukan urusan pidana,” kata Anggara menegaskan.[]