Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sesat, Vaksin Covid-19 Sinovac Ilegal karena Tak Punya Sertifikat WHO

Rabu, 14 April 2021 12:32 WIB

Sesat, Vaksin Covid-19 Sinovac Ilegal karena Tak Punya Sertifikat WHO

Klaim bahwa vaksin Covid-19 Sinovac ilegal lantaran tidak memiliki sertifikat dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO beredar di Facebook. Klaim tersebut dibagikan bersama gambar tangkapan layar artikel berjudul "Menkes Ajukan Anggaran Rp 20,9 T untuk Bayar Vaksin Sinovac" dan "Sinovac Tak Bersertifikasi WHO, Jemaah yang Divaksin Pakai Itu Dilarang Umrah?".

Akun ini membagikan klaim beserta gambar tangkapan layar itu pada 11 April 2021. Akun tersebut menulis, "Entah memang Dungu, atau memang G*bl** Kementrian Kesehatan akhirnya Menelan kerugian yang lumayan besar. Setelah Menggelontorkan Dana sebesar 20,9 Triliun untuk membayar Vacsin Sinovac buatan China, Ternyata Vacsin Sinovac tersebut Ilegal karena tidak Bersertifikat WHO."

Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim sesat terkait vaksin Covid-19 Sinovac.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan dan informasi resmi dari WHO. Hasilnya, ditemukan penjelasan Kemenkes bahwa vaksin Covid-19 Sinovac sedang memproses sertifikasinya di WHO. Hal ini tercantum pula dalam dokumen di situs resmi WHO. Menurut dokumen itu, vaksin Sinovac sedang dalam proses asesmen EUL (emergency use listing). Asesmen diperkirakan rampung pada April 2021 ini.

Dilansir dari artikel Kompas.com pada 12 April 2021, vaksin Sinovac memang belum mendapatkan EUL dari WHO. Namun, menurut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, vaksin Sinovac sudah memenuhi kriteria WHO dan sedang berproses di WHO. "Jadi, EUL itu adalah proses yang ada di WHO. Sinovac sendiri sudah ada dalam landscape-nya WHO dan semua sudah memenuhi kriteria WHO."

Dikutip dari Merdeka.com, Nadia mengatakan bahwa semua vaksin, termasuk vaksin Covid-19, tidak harus mendapatkan EUL dari WHO. EUL dikeluarkan untuk kepentingan COVAX Facility. Menurut informasi di laman resmi WHO, EUL sendiri merupakan prosedur untuk menilai dan membuat daftar vaksin, dengan tujuan untuk mempercepat ketersediaan produk di tengah kedaruratan kesehatan masyarakat.

Dilansir dari CNN Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperkirakan EUL dari WHO untuk vaksin Sinovac akan keluar pada April ini. "EUL dari Sinovac sedang berproses di WHO," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia pada 13 April 2021. "Belum ada perkembangan dari WHO. Kami tidak tahu sampai sejauh mana prosesnya, karena sedang dilakukan kajian oleh WHO. Untuk April (2021), iya itu perkiraan, bisa saja tidak tepat."

Menurut Rizka, EUL diperlukan ketika sebuah vaksin akan digunakan untuk program WHO. Vaksin yang sudah mendapat EUL akan masuk dalam daftar vaksin WHO. Vaksin dalam daftar tersebut kemudian didistribusikan ke negara-negara yang membutuhkan, salah satunya seperti dalam skema kerjasama multilateral GAVI COVAX Facility. Pengadaan vaksin melalui skema GAVI sifatnya gratis, demi pemerataan akses bagi negara miskin dan berkembang untuk mendapatkan vaksin Covid-19.

Dilansir dari situs resmi WHO, dalam dokumen yang berjudul "Status of Covid-19 Vaccines within WHO EUL/PQ evaluation process", terdapat 18 vaksin Covid-19 yang sedang dalam proses untuk mendapatkan EUL, salah satunya vaksin Sinovac. Terdapat tiga tahapan yang telah dipenuhi oleh Sinovac, yakni Expression of Interest (EOI), pre-submission meeting, dan submission of dossier for review.

Menurut dokumen yang diterbitkan per 7 April 2021 tersebut, status dari asesmen oleh WHO terkait EUL untuk vaksin Sinovac itu adalah "in progress" atau "dalam proses". Dalam dokumen ini, tertulis pula bahwa asesmen tersebut diperkirakan bakal rampung pada akhir April 2021.

Dikutip dari kantor berita CGTN, pada 10 April 2021, WHO menyatakan bahwa vaksin Sinovac, dan juga vaksin Covid-19 Sinopharm, sedang dalam tahap akhir evaluasi. Kedua vaksin asal Cina tersebut, setelah distujui, akan digunakan di bawah program COVAX WHO, yang bertujuan untuk memastikan keadilan akses terhadap vaksin bagi negara-negara berkembang.

Dikutip dari kantor berita Reuters, pada 31 Maret 2021, Ketua Kelompok Penasihat Strategis (SAGE) WHO Alejandro Cravioto mengatakan bahwa pembuat vaksin Sinovac dan Sinopharm telah mempresentasikan data tentang vaksin Covid-19 mereka. Menurut dia, data itu menunjukkan tingkat kemanjuran atau efikasi yang kompatibel dengan yang dipersyaratkan oleh WHO. SAGE WHO berharap dapat mengeluarkan rekomendasi tentang vaksin-vaksin tersebut pada akhir April 2021.

"Informasi yang dibagikan perusahaan kepada publik pada pertemuan (SAGE WHO) pekan lalu dengan jelas menunjukkan bahwa vaksin mereka memiliki tingkat efikasi yang akan sesuai dengan persyaratan yang diminta WHO untuk vaksin Covid-19," kata Cravioto. "Itu berarti sekitar 50 persen (efikasi) dan sebaiknya mendekati atau di atas 70 persen, dan tentu saja mereka memiliki semua data keamanan untuk menunjukkan bahwa vaksin ini tidak akan membahayakan saat digunakan."

Pertama-tama, menurut Cravioto, vaksin akan membutuhkan EUL dari WHO, atau dari apa yang dianggap oleh organisasi tersebut sebagai otoritas regulasi yang ketat, sebelum para ahli di SAGE WHO membuat rekomendasi tentang penggunaannya. Awal Maret 2021, juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan bahwa vaksin Sinovac dan Sinopharm bisa mendapatkan EUL "segera".

Terkait vaksin Sinovac untuk umrah

Berdasarkan arsip berita Tempo pada 9 April 2021, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa vaksin Covid-19 menjadi salah satu syarat yang ditetapkan oleh Arab Saudi bagi jemaah yang akan beribadah umrah. "Kalau umrah itu syaratnya sudah divaksin. Ini sudah dibuka. Mulai Ramadan besok sudah mulai boleh umrah, tapi harus sudah divaksin," kata Yaqut pada 8 April 2021.

Yaqut pun mengatakan bahwa vaksin Covid-19 untuk syarat umrah tersebut harus sudah tersertifikasi oleh WHO. Ihwal kabar vaksin Sinovac belum mendapat sertifikasi WHO, Yaqut mengaku belum membaca berita itu. Meski demikian, ia menilai, belum sertifikasi bukan berarti tidak tersertifikasi. Menurut Yaqut, bisa jadi ada proses yang sedang dilakukan agar Sinovac bisa teregister oleh WHO.

Adapun tentang Haji 2021, Yaqut menyatakan terus menjalin korespondensi dengan pihak Arab Saudi. Kemenag sedang mengupayakan agar bisa berkomunikasi langsung dengan pengganti Saleh Benten selaku Menteri Haji Arab Saudi. "Kita belum komunikasi langsung dengan Arab Saudi, karena sejak Pak Saleh Benten direshuffle, kita belum mendapat akses ke menteri yang baru," ujar Yaqut.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 Sinovac ilegal karena tidak memiliki sertifikat dari WHO, menyesatkan. Kemenkes menyatakan bahwa vaksin Sinovac sudah memenuhi kriteria WHO dan sedang memproses sertifikasinya, yang disebut emergency use listing (EUL), di WHO. Hal ini tercantum pula dalam dokumen di situs resmi WHO, bahwa vaksin Sinovac sedang dalam proses asesmen EUL, yang diperkirakan rampung pada April 2021. Kelompok Penasihat Strategis (SAGE) WHO pun menyatakan bahwa data yang dipresentasikan oleh Sinovac menunjukkan tingkat efikasi yang sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh WHO.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id