Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoax] Benarkah selama puluhan tahun banyak perusahaan besar meninggalkan limbah dan tidak membayar pajak?

Minggu, 17 Februari 2019 22:20 WIB

[Fakta atau Hoax] Benarkah selama puluhan tahun banyak perusahaan besar meninggalkan limbah dan tidak membayar pajak?

Dalam arena debat calon presiden kedua, di Hotel Sultan, 17 Februari 2019, calon presiden Prabowo Subianto menyatakan, "Selama puluhan tahun perusahaan besar meninggalkan limbah dan tidak membayar pajak.” 

HASIL PERIKSA FAKTA:Menurut Peneliti yayasan lingkungan hidup Auriga, Iqbal Damanik, tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP) Badan di sektor perkebunan sawit masih rendah. “Hasil evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam oleh Komisi Pemberantas Korupsi pada 2018,tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP) Badan di sektor perkebunan sawit hanya 46,3 persen,” kata Iqbal di Kantor Google, Jakarta Selatan pada Ahad, 17 Februari 2019.

Penerimaan pajak di sektor tersebut hanya Rp 18,13 triliun. Padahal, ada potensi penerimaan pajak yang mencapai Rp 40 triliun. Artinya ada potensi sebesar Rp 21,87 triliun potensi pajak yang hilang.

Mengutip dari Deutsche Welle, sejumlah perusahaan perkebunan yang divonis bersalah karena terbukti membakar hutan sejak 2009 hingga kini belum membayar uang denda bernilai trilyunan Rupiah. Padahal, dana itu akan digunakan untuk membiayai restorasi.

Perusahaan sawit dan kertas di Indonesia berhutang senilai USD 220 juta atau sekitar Rp. 3,1 trilyun kepada pemerintah. Jumlah tersebut membengkak menjadi USD 1,3 milyar atau setara dengan Rp. 18 trilyun jika ditambahkan dengan vonis denda dalam kasus pembalakan liar.

Dalam berbagai kasus dugaan pembakaran hutan antara tahun 2009 hingga 2012, perusahaan sawit Kallista Alam mengajukan banding terhadap hukuman denda senilai Rp. 336 milyar hingga ke Mahkamah Agung. Perusahaan itu sebelumnya terbukti membakar dan mengeringkan ladang gambut di Kuala Tripa dan membunuh satwa liar, antara lain orangutan, lewat kabut asap yang tercipta.

Kawasan yang dibakar PT. Kallista Alam termasuk wilayah Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh, habitat terakhir di Bumi yang dihuni oleh harimau, gajah dan badak sumatera yang kian langka. Ketika MA menolak pengkajian ulang, perusahaan beralih ke Pengadilan Negeri Meulaboh yang membebaskan Kallista Alam dari semua tuduhan. Putusan PN Meulaboh lalu dibatalkan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Oktober 2018 silam. 

Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai pembayaran denda.  PT. Kallista Alam sendiri tidak bisa dihubungi lantaran nomer telepon yang ditampilkan perusahaan dalam profilnya tidak lagi aktif.

KesimpulanPernyataan Prabowo bahwa masih banyak perusahaan besar yang tidak membayar pajak adalah benar.