Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Halte Berbentuk Palu-Arit di Foto Ini Ada di Cileungsi Jawa Barat

Kamis, 7 Januari 2021 13:41 WIB

Keliru, Halte Berbentuk Palu-Arit di Foto Ini Ada di Cileungsi Jawa Barat

Foto halte berwarna merah yang berbentuk palu-arit di pinggiran jalan sebuah desa viral di media sosial. Menurut klaim yang menyertai foto tersebut, halte yang disebut berbentuk seperti lambang Partai Komunis Indonesia atau PKI itu berada di Cileungsi, Jawa Barat.

“Kejadian di Cileungsi - Jawa Barat: muncul Halte yang 'nge-tren' bentuknya adalah seperti kata pak 'LP'. Maka perlahan-lahan simbol ini di benarkan untuk TREN KEBANGKITAN KOMUNIS NEO-PKI." Salah satu akun Facebook yang mengunggah foto itu adalah akun Dani Novadi, yakni pada 2 Januari 2021.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Dani Novadi yang memuat klaim keliru terkait foto halte berbentuk palu-arit yang diunggahnya.

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto tersebut pernah beredar sebelumnya dengan narasi serupa pada November 2016, namun lokasi yang disebut berbeda, yakni di Sukoharjo, Jawa Tengah. Meskipun demikian, foto itu bukanlah foto halte yang berada di Sukoharjo maupun Cileungsi, melainkan halte yang berada di negara bagian Kerala, India.

Untuk memverifikasi klaim itu, Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto halte tersebut dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan foto yang identik dengan kualitas gambar yang lebih baik di situs stok foto Alamy pada Desember 2015. Dalam keterangannya, tertulis bahwa halte itu berada di daerah Pantai Malabar, Kerala, India.

Kolase foto-foto halte berbentuk palu-arit di Kerala, India, salah satunya foto di atas, juga pernah diunggah oleh pakar ilmu politik Lahore University of Management Sciences (LUMS) Pakistan, Taimur Rahman, di akun Twitter miliknya pada 19 Agustus 2020. Menurut Taimur, negara bagian Kerala dijalankan oleh partai komunis.

Komunis di Kerala

Dikutip dari The Washington Post, negara bagian Kerala di India bagian selatan, yang berpenduduk sekitar 35 juta orang, merupakan salah satu dari sedikit tempat di dunia di mana komunis masih memimpin pemerintahan. Alih-alih mengeras menjadi kekuatan otokratis, komunis Kerala merangkul politik elektoral dan sejak 1957 secara rutin dipilih untuk berkuasa.

Selain itu, alih-alih dikaitkan dengan penindasan atau kegagalan, partai komunis secara luas dikaitkan dengan investasi besar dalam pendidikan yang telah menghasilkan tingkat melek huruf 95 persen, tertinggi di India, dan sistem perawatan kesehatan di mana warganya yang hanya berpenghasilan beberapa dolar sehari masih memenuhi syarat untuk operasi jantung gratis.

Komunisme di Kerala tidak dimulai dengan revolusi atau penyerbuan ibukota. Permulaannya pada 1939 berakar pada penolakan terhadap pemerintahan Inggris, komitmen terhadap reformasi tanah, dan oposisi terhadap sistem kasta India. Tidak seperti komunis di Cina, Amerika Latin, atau Eropa Timur, pemimpin partai tidak merebut pabrik atau melarang kepemilikan pribadi.

Komunisme bagi banyak orang Kerala menjadi identitas mereka. Pada 1970-an dan 1980-an, tidak jarang orang tua menamai anak mereka "Lenin", "Stalin", atau, jika perempuan, "Soviet Breeze". Foto para pemimpin awal Soviet, seperti Vladimir Lenin dan Joseph Stalin, digantung di dinding kantor partai bersama pahlawan India serta pendiri partai, Krishna Pillai.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa halte berbentuk palu-arit dalam foto di atas berada di Cileungsi, Jawa Barat, keliru. Halte tersebut berada di negara bagian Kerala, India. Kerala merupakan salah satu wilayah di dunia di mana komunis masih memegang kekuasaan.

ZAINAL ISHAQ

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id