Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sesat, Konsumsi Qusthul Hindi atau Kayu India Bisa Sembuhkan Covid-19

Kamis, 28 Januari 2021 07:49 WIB

Sesat, Konsumsi Qusthul Hindi atau Kayu India Bisa Sembuhkan Covid-19

Klaim bahwa mengkonsumsi qusthul Hindi atau kayu India bisa menyembuhkan Covid-19 beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, qusthul Hindi juga mampu membuat daya tahan tubuh lebih kuat. Di Facebook, klaim ini diunggah salah satunya oleh akun Ady Supratikto pada 25 Januari 2021.

Berikut narasi yang dibagikan oleh akun tersebut: "Mustinya Yang Sakit Covid 19 Minum 'Qusthul Hindi GOBISA HalalHerbal' Biar Cepat Sembuh. Daya Tahan Tubuh Kuat Biar Bahagia Bersama Keluarga."

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ady Supratikto yang memuat klaim sesat terkait kayu India dan Covid-19.

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, penelitian yang dilakukan terhadap qusthul Hindi atau kayu India dalam pengobatan Covid-19 hanya berupa in silico atau simulasi komputer. Penelitian ini tidak cukup untuk menyatakan sebuah zat bermanfaat dalam menyembuhkan suatu penyakit. Perlu dilakukan uji klinis untuk membuktikan bahwa qusthul Hindi benar-benar bisa mengobati Covid-19.

Di akun Instagram miliknya, Adam Prabata, dokter sekaligus kandidat PhD Ilmu Medis di Kobe University, menjelaskan bahwa qusthul Hindi atau qust al Hindi memiliki nama ilmiah Saussurea costus atau Saussurea lappa. Tanaman ini kerap dipakai sebagai pengobatan tradisional sejak 2.500 tahun yang lalu untuk beberapa penyakit di Yunani, Persia, Arab, dan India.

Qusthul Hindi diklaim bisa bermanfaat untuk mengobati Covid-19 karena memiliki kandungan yang bermanfaat sebagai anti-inflamasi atau anti peradangan dan antivirus. Tanaman ini sering digunakan sebagai obat tradisional untuk mengurangi batuk-pilek. Selain itu, kandungan qusthul Hindi diduga bisa menghambat melekatnya virus Corona penyebab Covid-19 ke reseptor di dalam tubuh.

Menurut Adam, terdapat penelitian tentang zat Syrigaresinol yang terkandung dalam qusthul Hindi yang diduga memiliki kemampuan antivirus dan dianggap dapat bermanfaat untuk pengobatan Covid-19. Namun, penelitian tersebut masih dalam tahap in silico atau simulasi komputer. Karena itu, belum ada bukti ilmiah yang cukup bahwa qusthul Hindi bermanfaat dalam pengobatan Covid-19.

Adam menjelaskan bahwa penelitian in silico tidak cukup untuk menyatakan bahwa suatu zat bermanfaat dalam mengobati suatu penyakit. "Perlu ada hasil uji klinis untuk membuktikan bahwa qusthul Hindi benar-benar bisa bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19," ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Menurut Adam, penelitian in silico merupakan penelitian yang dilakukan sebelum uji pra-klinis. Uji pra-klinis merupakan uji coba yang dilakukan pada sel dan hewan. Setelah uji pra-klinis, agar suatu terapi atau obat bisa disebut benar-benar bermanfaat dalam menyembuhkan penyakit tertentu, terapi atau obat tersebut harus menjalani uji klinis fase I-III pada manusia.

Saat dihubungi pada 27 Januari 2021, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban juga mengatakan bahwa standar pengobatan dalam dunia kedokteran berbasis ilmiah. Pernyataan atau testimoni dari satu orang tidak bisa digunakan untuk menyatakan bahwa suatu obat manjur dalam menyembuhkan penyakit tertentu.

“Calon obat baru bisa digunakan setelah melalui berbagai tahapan, seperti uji pra-klinis dan uji klinis. Belum ada bukti ilmiah sama sekali yang menyebutkan bahwa kayu India dapat mengobati Covid-19,” kata Zubairi yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam tersebut.

Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo, saat dihubungi pada 27 Januari 2021, juga mengatakan bahwa, secara etika dan aturan, tenaga kesehatan hanya boleh memberikan obat yang sudah teruji klinis. "Masalahnya, masyarakat tidak selalu paham logika uji klinis, sehingga yang terjadi adalah testimoni individu yang tentu sarat dengan bias. Jarang sekali ada testimoni negatif. Padahal, dalam medis, hasil negatif itu sama pentingnya dengan hasil positif."

Menurut Ahmad, penampakan Covid-19 sangat beragam, mulai dari yang tidak bergejala, bergejala ringan, bergejala sedang, hingga bergejala berat. Sementara indikasi obat sangat spesifik, sehingga tidak bisa generalisir. Ahmad mencontohkan, pemberian obat seperti dexamethasone terbukti mengurangi risiko kematian hingga 30 persen, namun hanya bagi pasien bergejala berat. Pasien bergejala ringan tidak mendapatkan manfaat dari dexamethasone itu.

Pada 10 Agustus 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pernah mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergoda dan terkecoh dalam membeli produk obat herbal, apalagi jika tidak mengantongi izin BPOM. Dikutip dari Liputan6.com, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini mengatakan terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat hingga bisa diklaim mampu mengobati suatu penyakit.

Maya menjelaskan terdapat tiga tahap pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, yakni jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. “Jamu adalah suatu produk dengan ramuan empiris yang turun-temurun dari nenek moyang kita, seperti beras kencur, temulawak, dan lainnya, dan klaimnya empiris kita melihat dari beberapa pustaka, tidak perlu uji klinis karena kita sudah tahu,” ujarn Maya.

Untuk obat herbal terstandar, berasal dari jamu, tapi bahan bakunya terstandar dan konsisten. Adapun keamanan dan khasiatnya dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra-klinis kepada hewan seperti tikus atau kelinci, tergantung kebutuhan yang tujuannya untuk meyakinkan bahwa produk ini aman. Setelah itu, tahapannya naik menjadi fitofarmaka, yang keamanan dan khasiatnya dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinis pada manusia.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa qusthul Hindi atau kayu India dapat menyembuhkan Covid-19, menyesatkan. Hingga kini, penelitian yang dilakukan terhadap qusthul Hindi atau kayu India dalam pengobatan Covid-19 hanya berupa in silico atau simulasi komputer. Penelitian itu tidak cukup untuk menyatakan sebuah zat bermanfaat dalam menyembuhkan suatu penyakit. Perlu dilakukan uji klinis untuk membuktikan bahwa qusthul Hindi benar-benar bisa mengobati Covid-19.

ZAINAL ISHAQ

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id