Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Ahli Virus Cina Klaim Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat?

Senin, 20 Juli 2020 20:24 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Ahli Virus Cina Klaim Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat?

Klaim bahwa ahli virus Cina menyebut Covid-19 sebagai hasil persekongkolan jahat beredar di media sosial. Klaim yang dimuat di situs Swarakyat.com pada 12 Juli 2020 ini disebut berasal dari Li Meng Yan, dokter Cina yang memiliki spesialisasi dalam virologi dan imunologi di Hong Kong School of Public Health.

Menurut artikel di situs Swarakyat.com yang berjudul "Takut Dibunuh, Ahli Virus China Kabur ke AS: Saya Bersaksi Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat" itu, Li Meng Yan melarikan diri ke Amerika Serikat sejak 28 April 2020. Li Meng Yan disebut telah menuduh pemerintah Cina menutup-nutupi virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.

Gambar tangkapan layar artikel yang dimuat oleh situs Swarakyat.com.

Namun, apa benar ahli virus Cina Li Meng Yan menyebut bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat?

PEMERIKSAAN FAKTA

Pernyataan Li Meng Yan

Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, artikel di situs Swarakyat.com tersebut bersumber dari wawancara eksklusif Fox News dengan Li Meng Yan yang terbit pada 10 Juli 2020. Wawancara tersebut dimuat dalam artikel Fox News yang berjudul "Exclusive: Chinese virologist accuses Beijing of coronavirus cover-up, flees Hong Kong: 'I know how they treat whistleblowers'".

Namun, setelah artikel itu diperiksa secara menyeluruh, ditemukan bahwa Li tidak menyebut Covid-19 sebagai hasil persekongkolan jahat. Bahkan, dalam artikel yang dimuat oleh situs Swarakyat.com di atas, juga tidak tercantum pernyataan Li seperti yang dikutip dalam judul artikel tersebut, bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat.

Li hanya mengatakan kepada Fox News bahwa dia percaya Cina tahu tentang virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, jauh sebelum mengakui munculnya virus tersebut. Li juga mengatakan bahwa atasannya mengabaikan penelitian yang ia lakukan yang ia yakini bisa menyelamatkan nyawa.

Fox News pun memuat video wawancaranya dengan Li itu dengan judul “Coronavirus Whistleblower: Exclusive Fox News Interview”. Video berdurasi 13 menit 42 detik tersebut diberi keterangan bahwa Li, ahli virologi dari Hong Kong, mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara eksklusif tentang penelitian awal yang dilakukan terkait Covid-19.

Pernyataan Li di Fox News yang menyebut Cina telah mengetahui Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi itu pun ramai dikutip oleh sejumlah media di Indonesia.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Li menuturkan bahwa Cina sudah lama tahu akan adanya virus Corona Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Li sendiri merupakan ilmuwan Cina asal Hong Kong yang kini disebut Fox News 'melarikan diri' ke Amerika Serikat.

Dalam wawancara tersebut, Li menyebut Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19, bahkan mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi, yang ia percayai bisa menyelamatkan nyawa. Padahal, mereka memiliki kewajiban untuk memberi tahu dunia mengingat statusnya sebagai laboratorium rujukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khusus untuk virus influenza dan pandemi.

"Pemerintah China menolak membiarkan para ahli di luar negeri, termasuk yang di Hong Kong, melakukan penelitian di Cina," kata Li dalam wawancara Fox News. "Jadi, aku menghubungi teman-temanku (peneliti Cina lain) untuk menggali informasi."

Dilansir dari Kompas.com, pada 31 Desember 2019, teman Li memberitahu dirinya mengenai kemungkinan transmisi antar manusia, jauh sebelum WHO dan Beijing mengakuinya. Li pun segera memberitahukannya kepada atasannya. Tapi, menurut Li, dia "hanya menggangguk" dan memintanya untuk terus bekerja.

Pada 9 Januari 2020, WHO merilis pernyataan, berdasarkan laporan otoritas Cina, virus ini menyebabkan gejala yang sangat parah pada sejumlah pasien. Namun, badan kesehatan di bawah PBB itu menyatakan virusnya belum menular antar manusia. "Sedikit sekali informasi yang diterima untuk menentukan risiko klaster," ujar WHO.

Mendengar pernyataan itu, Li mengungkapkan bahwa temannya yang biasanya terbuka soal penyakit itu mendadak diam. Meski sumbernya menerangkan transmisi antar manusia terus meningkat, pengawas Li hanya memintanya untuk "diam dan berhati-hati". "Dia memperingatkan saya, 'Jangan injak garis merah. Kita bisa terlibat masalah dan hilang nantinya'," katanya mengingat ucapan atasannya.

Namun, dilansir dari Liputan6.com, Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim Li tersebut. HKU mengkonfirmasi bahwa Li adalah mahasiswa pascadoktoralnya yang telah meninggalkan kampus. "Kami mencatat bahwa isi laporan berita tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci seperti yang kita pahami," demikian penjelasan HKU.

HKU juga mengklarifikasi bahwa Li belum melakukan penelitian tentang topik tersebut di kampus dari Desember 2019 hingga Januari 2020. "Kami selanjutnya mengamati bahwa apa yang mungkin ditekankannya dalam wawancara yang dilaporkan tidak memiliki dasar ilmiah tapi menyerupai desas-desus."

HKU pun membantah klaim Li bahwa ia menemukan adanya potensi penularan dari manusia ke manusia, namun tidak digubris oleh pejabat setempat. Menurut pernyataan HKU, salah satu profesornya, Yuen Kwok Yung, justru memberi tahu Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan Siu Chee tentang wabah di Wuhan dan mencatat potensi pandemi serta kemiripannya dengan SARS, yang mana menular antar manusia.

Sumber Covid-19

Dilansir dari organisasi cek fakta AS, Fact Check, setelah virus Corona Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa virus Corona Covid-19 merupakan senjata biologi yang bocor dari laboratorium di Wuhan. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.

Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.

Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.

Andersen menjelaskan, sejak awal pandemi Covid-19, para peneliti telah menguliti asal-usul SARS-CoV-2 tersebut dengan menganalisis data urutan genomnya. "Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus Corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami," ujarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa ahli virus Cina Li Meng Yan menyebut bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat keliru. Dalam wawancara dengan Fox News, yang menjadi sumber dari artikel yang memuat klaim itu, Li hanya menyebut bahwa Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19. Ia juga menyatakan bahwa Cina mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi. Namun, kampus Li, Universitas Hong Kong (HKU), membantah klaim tersebut. HKU menyatakan isi wawancara Li dengan Fox News tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci yang ada.

ZAINAL ISHAQ

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id