Keliru, Vaksin COVID-19 Menyebabkan Kanker Turbo
Kamis, 23 Januari 2025 22:04 WIB
Enam carousel di Instagram [arsip] berisi klaim bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan kanker turbo, penyakit kronis, dan penurunan kesuburan.
Akun ini mengunggah video kolase yang berisi tangkapan layar artikel dari sejumlah media online. Tangkapan layar pertama tentang informasi seorang siswa mengalami benjolan besar yang diklaim terjadi setelah imunisasi. Tangkapan layar berikutnya yang menghubungkan perkembangan jumlah pengidap kanker sebagai kanker turbo pasca vaksinasi.
Benarkah vaksin Covid-19 menyebabkan kanker turbo?
PEMERIKSAAN FAKTA
Verifikasi Tempo berdasarkan pemberitaan yang kredibel dan hasil penelitian, menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 tidak menyebabkan kanker turbo.
Kanker turbo adalah mitos anti-vaksinasi yang mempercayai bahwa orang yang divaksinasi dengan COVID-19, terutama dengan vaksin mRNA, menderita kanker yang berkembang pesat. Klaim ini disebarkan oleh mereka yang menentang vaksin tetapi tidak memiliki basis bukti. Misalnya, postingan berbahasa Mandarin yang pernah menyebar di X pada April 2024, menyebut bahwa Putri Wales, Kate Middleton, menderita kanker turbo setelah vaksinasi COVID-19 pada 2021. Namun hasil penelusuran Associated Press, Middleton telah mengungkapkan bahwa ia didiagnosis menderita penyakit tersebut pada usia 42 tahun, sebelum vaksinasi.
Dilansir Australian Associated Press, Helen Petousis-Harris, ahli vaksin dari Department of General Practice and Primary Health Care at the University of Auckland mengatakan Istilah “kanker turbo” tidak dikenal secara medis, namun sering digunakan oleh kelompok anti-vaksin untuk mengaitkan vaksin dengan kanker yang agresif.
Mulanya istilah itu disebarkan oleh Ryan Cole dalam sebuah wawancara dengan Greg Hunter pada Oktober 2023. Kami melihat banyak turbo cancer yang tak terkendali. Dan saya pikir kita akan terus melihatnya,” kata dia.
Kepada Factcheck.org, Ryan Cole mengatakan klaimnya tersebut merujuk pada publikasi berjudul “mRNA vaccines—a new era in vaccinology” yang diterbitkan tahun 2018 di laman Nature Reviews Drug Discovery. Namun klaim tersebut dibantah oleh Norbert Pardi, seorang asisten profesor riset kedokteran di University of Pennsylvania, penulis utama makalah tersebut.
“Tidak ada publikasi yang menunjukkan bahwa vaksin mRNA menyebabkan kanker atau penyakit autoimun.” kata Pardi, kepada Factcheck.org. Ia juga mengatakan, makalah tersebut ditulis sebelum pandemi COVID-19, sehingga tidak ada pembahasan tentang vaksin COVID-19 di dalamnya.
Ryan Cole, dilansir The Washington State Standard, adalah seorang dokter yang izin praktiknya dibekukan oleh Komisi Medis Washington selama lima tahun. Ia tidak diperkenankan melakukan praktik kedokteran perawatan primer dan meresepkan obat untuk pasien di Washington.
Hal ini diputuskan setelah ada penyelidikan yang menyebutkan bahwa ia melanggar standar praktik medis dengan meresepkan ivermectin kepada empat pasien COVID-19 melalui platform telehealth berbasis pesan instan tanpa melihat riwayat medis.
Dilansir The Idaho Capital Sun, pada Mei 2022, seorang pasien melaporkan Ryan Cole kepada Washington Medical Commission. Dalam kasus ini ia dilaporkan karena salah mendiagnosis seorang wanita berusia 64 tahun, yang kemudian menjalani operasi untuk mengangkat bagian tubuh yang terkena kanker.
Klaim 1: Bengkaknya lengan karena vaksin COVID-19.Fakta: Masih diselidiki, tapi lokasi benjolan bukan pada lengan yang diimunisasi.
Tangkapan layar pertama yang memperlihatkan benjolan pada lengan, diambil dari situs revolusinews.com. Artikel tersebut menulis bahwa bengkak di lengan kanan tersebut dialami oleh Siska, anak berusia sepuluh tahun di Desa Kedungempong, Serang. Bengkak tersebut diduga bermula saat ia menerima imunisasi pada tahun 2021.
Orang tua Siska mengatakan pada Akurat.co, imunisasi tersebut dilakukan di sekolah saat Siska duduk kelas satu, yang diikuti suhu tubuh yang turun dan naik. Benjolan tersebut kemudian muncul dan membesar. Namun Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, Istianah Haryanti, dikutip dari Tribun Banten.com, mengatakan suntikan imunisasi biasanya dilakukan pada lengan kiri. Sedangkan bengkak tersebut terjadi pada lengan kanan. “Benjolan ini kemungkinan besar kasus tumor tulang dan tidak berkaitan dengan vaksinasi,” kata Haryanti.
Saat ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Serang sedang menyelidiki kasus ini dan memastikan Siska mendapatkan penanganan medis.
Klaim 2: Meningkatnya angka kanker karena vaksin COVID-19Fakta: Tidak ada bukti yang mengaitkan antara meningkatnya angka kanker di Inggris dengan vaksin COVID-19.
Informasi tentang peningkatan kanker di Inggris, diambil dari laman Dailymail.co,uk. DailyMail menulis berdasarkan data dari National Health Service (NHS), bahwa kasus kanker mencapai rekor tertinggi di Inggris pada 2022 dengan 346.217 diagnosis, lima persen lebih tinggi pada 2021 dengan 329.664 diagnosis. Namun dalam artikel tersebut, sesungguhnya tidak menyebutkan bahwa peningkatan kasus kanker tersebut akibat vaksinasi COVID-19.
Blood Cancer UK Healthcare Professionals Advisory Panel (HPAP) dalam pernyataan resmi mengatakan, hasil penelitian justru menunjukkan vaksin COVID-19 penting bagi penderita kanker darah untuk mempertahankan kekebalan tubuh mereka.
Panel ahli kanker ini mengatakan “Kami menyadari bahwa ada klaim yang dibuat tentang hubungan antara vaksin COVID-19 dan kanker. Tidak ada studi terkontrol berskala besar (studi dengan bukti ilmiah yang paling kuat) yang menunjukkan peningkatan risiko kanker setelah vaksinasi COVID-19.”
Dilansir Reuters, tiga pakar dari Johns Hopkins Center for Health Security, Rumah Sakit Christie, Manchester, dan Universitas Edinburgh mengatakan tidak ada bukti bahwa meningkatnya angka kanker di Inggris terkait dengan vaksin COVID-19”.
KESIMPULAN
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan kanker turbo adalah keliru.
Sampai saat ini tidak ada studi ilmiah yang menunjukkan peningkatan risiko kanker setelah vaksinasi COVID-19. Sebaliknya, vaksin SARS-CoV-2 terbukti memperkuat sistem kekebalan tubuh, sebab setelah vaksinasi seseorang memiliki antibodi terhadap virus.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]