Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Narasi yang Mengatakan Mahasiswa Gelar Aksi Kawal Putusan MK Tapi Tidak Demo RUU Perampasan Aset

Sabtu, 24 Agustus 2024 20:17 WIB

Menyesatkan, Narasi yang Mengatakan Mahasiswa Gelar Aksi Kawal Putusan MK Tapi Tidak Demo RUU Perampasan Aset

Sejumlah narasi beredar di Facebook akun ini, ini, ini, ini, dan ini, yang menyatakan massa mahasiswa hanya menyuarakan Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), namun tidak berdemonstrasi untuk mendesak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset. 

Sebagian narasi menyatakan isu putusan MK akan menguntungkan calon tertentu, sementara korupsi merugikan negara. Sehingga RUU Perampasan Aset yang penting untuk diperjuangkan mahasiswa.

Namun, benarkah mahasiswa demo Kawal Putusan MK tapi tidak demo menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset?

PEMERIKSAAN FAKTA

Penelusuran Tempo menemukan sejumlah fakta yang menunjukkan narasi yang beredar tersebut tidak benar.

Tak hanya memprotes rencana revisi UU Pilkada oleh DPR pada 23 Agustus 2024, banyak mahasiswa yang sesungguhnya juga mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset.

Misalnya demonstrasi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang dilaksanakan Senin, 22 Juli 2024, di Jalan Medan Merdeka Barat, area Patung Kuda, Jakarta Pusat, sebagaimana diberitakan CNN Indonesia.

Sebanyak 12 tuntutan mereka ajukan saat itu, di antaranya meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk tidak cawe-cawe di Pilkada 2024, menolak kembalinya dwifungsi TNI-Polri demi demokrasi Indonesia, serta mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Masyarakat Adat.

Selain itu, mereka juga mendesak pencabutan UU Tapera dan revisi kembali pasal-pasal yang bermasalah, mencabut dan merevisi Permendikbud Nomor 2 tahun 2024, serta menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat dan tindak tegas pelaku represifitas kepolisian.

Pers UPN Veteran Jatim juga melaporkan bahwa Aliansi BEM Surabaya mengusung lima tuntutan dalam melaksanakan aksi demonstrasi tanggal 12 April 2023. Kelimanya ialah tolak UU Ciptaker dan sahkan UU Perampasan Aset.

Mereka juga menuntut evaluasi atas angka kemiskinan Jawa Timur dan menolak komersialisasi kampus berbasis PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), serta Implementasikan Permendikbud No.30/2021 Tentang PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual).

Dilansir Tempo, Ketua BEM (Universitas Padjadjaran) Unpad Bandung, Haikal Febriansyah juga pernah mempertanyakan alasan DPR RI tidak segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. 

Padahal, menurutnya pengesahan RUU ini akan mempermudah pengembalian aset-aset yang dimiliki oleh para koruptor dan juga pelaku pencucian uang kepada negara.

“Kita diperlihatkan kerap terhambatnya penyitaan aset milik koruptor ataupun pelaku pencucian uang. RUU ini akan memungkinkan aset hasil kejahatan dapat diatur dan diawasi sehingga tidak ada lagi aset yang nilainya turun, lelangnya tidak jelas, hingga kehilangan barang bukti,” kata Haikal, Selasa, 4 April 2023.

Putusan MK Dinilai Penting

Dilansir CNN Indonesia, MK memutuskan untuk mengabulkan sebagian tuntutan terkait aturan pencalonan kepala daerah dengan nomor putusan 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024.

Isi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah, dalam Pilkada, meski tidak punya kursi DPRD. Penggugatnya adalah Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan Ketua Umum Partai Gelora Muhammad Anis Matta.

Dilansir Antara, pakar Ilmu politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma menjelaskan bahwa putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dikawal mahasiswa merupakan kejutan positif untuk demokrasi Indonesia.

"Karena partai politik yang sebelumnya diharuskan memenuhi minimal 25 persen suara baik dari satu maupun gabungan beberapa partai kini diturunkan hanya menjadi 7,5 persen untuk daerah dengan Daftar Pemilih Tetap 6-12 Juta jiwa, dan minimal suara 6,5 persen suara untuk daerah dengan jumlah DPT lebih dari 12 juta jiwa," kata Ardli.

Artinya kesempatan untuk mencalonkan kepala daerah diperluas, tak hanya oleh partai yang memiliki perwakilan di DPRD daerah tersebut, melainkan juga partai yang belum mendudukan kadernya di gedung dewan.

Sementara isi putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, menegaskan syarat usia cagub dan cawagub harus berumur 30 tahun saat penetapan calon di KPU, sesuai ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Penggugatnya adalah Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Fahrur Rozi dan Mahasiswa Podomoro University Anthony Lee. Putusan kedua itu tidak mengizinkan anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang digadang-gadang dicalonkan sebagai gubernur atau wakil gubernur karena usianya belum cukup.

Pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Dr Mohammad Syaiful Aris SH MH LLM, mengatakan putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 sangat penting dan tepat karena mempengaruhi kualifikasi calon kepala daerah.

“Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mempertegas bahwa syarat usia calon kepala daerah harus dihitung pada saat penetapan pasangan calon. Hal ini memaksa KPU untuk mematuhi ketentuan ini dan memastikan bahwa hanya calon yang memenuhi persyaratan usia yang dapat didaftarkan,” kata Aris.

Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, dalam laporan RRI, menjelaskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) semestinya langsung mengikuti putusan MK karena telah bersifat final dan mengikat.

"Harus dipastikan adopsi atas Putusan MK (ke dalam aturan-aturan kepemiluan) bersifat holistik dan konsisten. Tidak ada adopsi yang berbeda dari apa yang sudah diputuskan MK," kata Titi, Jumat 23 Agustus 2024.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang menyatakan mahasiswa-mahasiswa hanya demo penolakan revisi UU Pilkada tapi tidak mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset adalah klaim yang menyesatkan.

Banyak mahasiswa yang mengikuti aksi demonstrasi Kawal Putusan MK untuk mencegah praktik nepotisme dalam Pilkada 2024. Mereka juga banyak yang menyuarakan agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id