Keliru: Narasi Kerusakan Alam Raja Ampat Hanya Hoaks

Kamis, 12 Juni 2025 18:33 WIB

Keliru: Narasi Kerusakan Alam Raja Ampat Hanya Hoaks

SEJUMLAH akun di media sosial, seperti akun 1 dan dua [arsip], menyebut ancaman kerusakan lingkungan di Raja Ampat akibat tambang nikel, sebagai kabar bohong. Narasi tersebut beredar di media sosial setelah Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyatakan tidak ada kerusakan lingkungan seperti kabar yang beredar di media sosial.

Pemantau percakapan media sosial, Drone Emprit, mendokumentasikan akun-akun yang menyebut hoaks dan mendukung Menteri Bahlil sebanyak  tiga persen dari 23 ribu percakapan tentang Raja Ampat di semua media sosial.

Benarkah kerusakan alam di Raja Ampat hanyalah kabar bohong?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo mengumpulkan citra satelit penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat menggunakan layanan Google Maps, Google Earth, dan Bing Maps. Selain itu, Tempo juga menggunakan layanan peta dari Global Forest Watch untuk membandingkan deforestasi yang terjadi. 

Kabupaten Raja Ampat terdiri dari 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dan 1.800 pulau-pulau kecil. 

Sebelumnya terdapat lima perusahaan yang memiliki izin operasi pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat. Pertama, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawei. Perusahaan ini mengantongi perizinan pada 2013 hingga 2033 dengan luas wilayah tambang 5.922 hektare. 

Kedua, PT Gag Nikel di Pulau Gag. Perusahaan mengantongi izin sejak 2017 hingga 2047 dengan luas wilayah tambang 13.136 hektare. Luas area yang ditambang bahkan dua kali lipat lebih besar dari luas Pulau Gag 6.500 hektare, dengan 6.034,42 hektare adalah kawasan hutan lindung.

Ketiga, PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, mengantongi izin pada 2024 hingga 2034 dengan luas wilayah tambah 1.173 hektare. Keempat PT Nurham di Pulau Waigeo. Perusahaan ini mengantongi izin tambang seluas 3 ribu hektare pada 2013 hingga 2033. Terakhir, kelima, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batangpele yang menguasai luas wilayah tambah 2.193 hektare dan izin berlaku pada 2013 hingga 2033. 

Jejak historis deforestasi 

Menggunakan Google Map dan Google Earth, jejak historis penambangan yang membuka area hutan terlihat jelas. 

Kebotakan lahan di Pulau Gag mulai tampak jelas pada tahun 2018. Kemudian, tahun 2019 dan seterusnya, lahan yang gundul semakin luas. Citra satelit terbaru tahun 2025 memperlihatkan area hutan gundul yang semakin luas.

Data Forest Watch Indonesia (FWI), Pulau Gag memiliki tutupan seluas 1.329 hektare. Namun aktivitas pertambangan PT Gag Nikel, menyebabkan deforestasi hutan sejak 2017-2021 mencapai 588 hektare. 

Di Pulau Manuran, Tempo membandingkan citra satelit pada tahun 2009 dan 2025. Hasilnya, citra satelit 2025 menunjukkan kawasan yang gundul di sisi utara hingga ke selatan.  

Menurut pemantauan Forest Watch Indonesia, seluas 7.028 hektare izin usaha pertambangan PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran adalah tutupan hutan. Namun akibat aktivitas pertambangan, Pulau Manuran kehilangan hutan  seluas 356 hektare pada 2017-2021.

Kemudian, di Pulau Kawei, kawasan yang gundul telah tampak pada citra satelit tahun 2009 dan tahun 2014. Area yang terbuka, terlihat semakin luas pada 2025.

Sementara Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele yang izin pertambangannya dikantongi PT Mulia Raymond Perkasa, jejak aktivitasnya belum terekam oleh citra satelit pada 2025. Demikian juga PT Nurham di Pulau Waigeo, belum berproduksi.

Melalui foto dan video yang direkam organisasi lingkungan Greenpeace pada 2025, aktivitas pertambangan terlihat di sana. Mereka juga mengunggah laporan lengkap terkait dampak pertambangan di Raja Ampat melalui laman mereka.

Selain itu, Antara juga memberitakan adanya kegiatan pertambangan di Pulau Gag, disertai foto asli di lokasi yang memperlihatkan operasional penggalian tanah di sana yang menggunakan alat berat.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 10 Juni 2025 mengumumkan izin empat perusahaan dicabut yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. “Alasan pencabutan atas penyelidikan LHK karena melanggar aturan lingkungan. Yang kedua kawasan perusahaan ini kita masuk kawasan geopark,” kata Bahlil.

Hanya kontrak karya PT GAG yang tidak dicabut karena diklaim jauh dari kawasan geopark. Kendati PT GAG tidak dicabut, Bahlil mengatakan pemerintah akan mengawasi ketat operasinya.

Dampak penambangan pada lingkungan dan ekonomi

Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia Kiki Taufik mengatakan, deforestasi untuk membuka lahan akan memicu sedimentasi hasil tambang yang berpotensi merusak biota laut di perairan Raja Ampat. Apalagi, kata dia, sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pulau Gag seharusnya terbebas dari aktivitas tambang kendati tidak termasuk kawasan geopark.

Sedangkan menurut Ketua Umum Indonesia Dive-tourism Company Association (IDCA) Ebram Harimurti, meskipun tak berada di kawasan inti yang dilindungi, pulau yang ditambang di Raja Ampat berada di kawasan penyangga yang semestinya mendukung ekowisata di sana. 

Namun, fakta adanya perusakan hutan dan penggalian tanah besar-besaran akan mengalirkan limbah dan sedimentasi ke dasar laut dan merusak ekosistem. Hal itu juga mengancam ekowisata Raja Ampat.

Biaya kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan penambangan nikel berpotensi lebih besar daripada keuntungan ekonomi. Hal itu disampaikan Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. “Kalau misal kita gunakan cost and benefit analysis, itu cost-nya jauh lebih besar,” kata Fahmy kepada Tempo, Selasa, 10 Juni 2024.

Apalagi, wilayah itu telah ditetapkan UNESCO sebagai Geopark Dunia karena kekayaan geologi, keanekaragaman hayati, dan budaya. Ditambah terdapat keragaman hayati endemik yang hanya hidup di Raja Ampat. 

Reklamasi saja untuk pemulihan dari tambang, kata dia, tak akan mengembalikan kerusakan yang ditimbulkan.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan berita adanya kerusakan alam di Raja Ampat hanya kabar bohong adalah keliru.  

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]