Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Ada 60 Korban Meninggal dalam Kerusuhan 21-22 Mei 2019?

Jumat, 24 Mei 2019 18:03 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Ada 60 Korban Meninggal dalam Kerusuhan 21-22 Mei 2019?

Akun Noera Ningsih mengunggah narasi di Facebook yang menyatakan bahwa ada 60 orang korban meninggal dalam kerusuhan 22 Mei 2019 di Jakarta. Mereka menjadi korban penembakan polisi yang diklaim memakai peluru tajam kaliber 5,56.

Akun Facebook yang mengatakan ada 60 korban tewas dalam kerusuhan 22-23 Mei 2019.

Narasi itu ia unggah bersama sembilan foto yang memperlihatkan peluru-peluru yang tercecer saat kerusuhan berlangsung dan menjadi tontonan masyarakat.

“Gak pakai peluru tajam, tapi lukanya tembus semua. Sampai ada 60 lebih korban meninggal. Itu bukan peluru karet pak, tapi caliber 5,56 dan peluru-peluru itu juga dibeli dari uang rakyat. Tapi kenapa digunakan untuk menyakiti rakyat,” tulis akun Noera, 23 Mei 2019.

Artikel ini akan memverifikasi apakah korban meninggal dalam kerusuhan 22 Mei lalu berjumlah 60 orang?

 

PEMERIKSAAN FAKTA

Hingga Kamis, 23 Mei 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan jumlah korban meninggal dunia akibat kerusuhan 22 Mei 2019 adalah delapan orang.

Hal itu disampaikan Anies berdasar data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta per Rabu (23/52019) pukul 11.00 WIB. Dari data tersebut diketahui jumlah korban meninggal dunia sebanyak 8 orang dan luka-luka mencapai angka 737 orang.

"Korban yang meninggal jumlahnya terbaru adalah 8 orang," kata Anies di Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Mei 2019 dikutip dari suara.com.

Berbeda dengan yang disampaikan Anies Baswedan, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal, mengungkapkan korban meninggal adalah 7 orang yang merupakan bagian dari massa perusuh.

"Yang harus diketahui publik bahwa yang meninggal dunia adalah massa perusuh. Bukan massa yang sedang berjualan, massa yang beribadah, tidak," ujar Iqbal di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2015. 

"Jadi korban yang meninggal dunia yang sudah masuk ke kami yaitu tujuh orang. Yang sudah masuk, siapa tahu ada yang belum," ucap Iqbal di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (23/5).

Polri telah mengidentifikasi bahwa satu dari enam korban tewas dalam aksi ricuh 21-22 Mei, adalah akibat terkena peluru tajam. Namun, polisi belum bisa memastikan siapa pemilik senjata api yang telah menewaskan satu korban tersebut.  

Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga sudah menyampaikan bahwa akan ada langkah untuk memastikan sebab-musabab adanya korban meninggal. Ia tidak ingin tuduhan hanya diarahkan kepada aparat keamanan. Sebab, kata dia, aparat menemukan senjata api yang akan digunakan untuk mendompleng aksi 22 Mei.

Pusdokkes Polri sampai saat ini masih melakukan autopsi guna mengetahui penyebab pasti kematian dari para korban. 

Terkait temuan peluru tajam, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan soal peluru tajam yang ditemukan di mobil Brimob saat terjadi kerusuhan di Slipi pada aksi 22 Mei 2019. Dia mengatakan mobil tersebut merupakan mobil komandan kompi Brimob yang memang diperbolehkan oleh standard operating procedure (SOP) membawa peluru tajam untuk satuan anti anarkis.

Namun, kata Dedi, penggunaan peluru itu harus melalui kontrol ketat dari komandan batalyon atau atasan. Selain itu, juga harus langsung melaporkannya kepada Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya.

"Karena pleton antianarkis ini pun sangat selektif yang boleh menggunakan peluru tajam. Jadi tahapan-tahapannya; peluru hampa kemudian peluru karet, peluru tajam sesuai SOP penanganan rusuh anarkis," kata Dedi saat dihubungi Tempo, Kamis, 23 Mei 2019.

Dedi menerangkan, Satuan Anti Anarkis juga diperlukan untuk memitigasi kerusuhan massa yang sifatnya sangat masif. "Kalau misalnya itu kondisi damai, enggak boleh dibagikan, tetap di bawah kendali dan pengamanan Polri," ucap Dedi.

 

KESIMPULAN

Jadi tidak benar narasi yang menyebutkan bahwa 60 orang meninggal karena ditembak polisi pada kerusuhan di Jakarta pada 21-22 Mei 2019.

 

IKA NINGTYAS