Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Pernyataan Airlangga Hartarto Tentang Makan Siang Gratis Tak Bebani Anggaran

Selasa, 19 Maret 2024 12:03 WIB

Keliru, Pernyataan Airlangga Hartarto Tentang Makan Siang Gratis Tak Bebani Anggaran

Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa program makan siang gratis tak akan menyebabkan pembengkakan defisit anggaran.

“Kebutuhan anggaran program makan siang gratis sudah diperhitungkan dalam rencana defisit dalam RAPBN 2025, yakni di kisaran 2,48-2,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)” ujarnya yang juga menjabat sebagai Menko Perekonomian itu di Jakarta, Senin, 26 Februari 2024.

Artinya, menurut Airlangga, bujet defisit (APBN 2025) realistis lantaran hampir sama dengan tahun ini, 2,48-2,8%.

Benarkah pernyataan Airlangga Hartarto itu?

PEMERIKSAAN KLAIM

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menilai bahwa makan siang gratis tetap menyebabkan anggaran mengalami pembengkakan. Ini dikarenakan penerimaan pajak dan pengurangan belanja pemerintah belum tentu menutup keseluruhan anggaran program makan siang. 

Hasran mengatakan, pemerintah mungkin melakukan dua hal untuk membiayai anggaran makan siang gratis sebesar Rp 410 triliun per tahun itu. “Pertama, menaikkan Penerimaan Pajak Negara. Kedua, relokasi APBN dari beberapa pos pengeluaran pemerintah.”

Sumber utama penerimaan pajak adalah PPh dan PPN. Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN tahun anggaran 2024, peningkatan PPN sebesar 1% akan meningkatkan penerimaan pajak sebesar Rp 100 triliun berkaca dari tahun 2022. 

Hal yang sama berlaku jika pemerintah menaikkan rate PPN dari 11% menjadi 12% di tahun 2025, dimana penerimaan pajak akan sekitar Rp 100 triliun. “Peningkatan ini belum cukup menutup pengeluaran untuk makan siang gratis sebesar Rp 410 triliun per tahun,” katanya. 

Menaikkan penerimaan pajak juga dapat dilakukan dengan meningkatkan penerimaan PPh. Namun ini mengharuskan pertumbuhan positif di sektor-sektor manufaktur dan jasa. Karena pertumbuhan Ini akan sulit dipastikan oleh pemerintah, penerimaan PPh juga kemungkinan besar tidak akan mampu menutup anggaran makan siang gratis. 

Kemudian untuk relokasi APBN dari beberapa pos pengeluaran pemerintah, juga berarti akan menyebabkan pengurangan alokasi APBN beberapa instansi pemerintah. Pemangkasan belanja pemerintah mungkin terjadi, tapi tidak dalam jumlah besar. “Karena pendekatan seperti ini hanya dilakukan ketika Indonesia sedang berada dalam masa kontraksi ekonomi, bukan saat ekonomi stabil,” urainya.

Hasran menyimpulkan, APBN akan mengalami pembengkakan defisit melebihi batas maksimal 3% seperti yang ditetapkan UU No 2 tahun 2020 apabila pemerintah masih tetap dengan rencana program makan siang gratis.

KESIMPULAN

Pernyataan Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Airlangga Hartarto bahwa program makan siang gratis tak akan menyebabkan pembengkakan defisit anggaran, adalah keliru.

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menilai bahwa anggaran tetap akan mengalami pembengkakan. APBN akan mengalami pembengkakan defisit melebihi batas maksimal 3% seperti yang ditetapkan UU No 2 tahun 2020 apabila pemerintah masih tetap dengan rencana program makan siang gratis.

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI)