Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Konten Berisi Klaim Menlu Retno yang Sebut Indonesia Tidak Wajib Tampung Pengungsi Rohingya

Selasa, 2 Januari 2024 19:04 WIB

Menyesatkan, Konten Berisi Klaim Menlu Retno yang Sebut Indonesia Tidak Wajib Tampung Pengungsi Rohingya

Sebuah video beredar di TikTok dan Facebook [arsip] berisi klaim bahwa Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya karena tidak menandatangani Konvensi 1951 alias Konvensi Pengungsi.

Video pendek berdurasi 17 detik itu memuat foto Menlu Retno disertai kutipan: “Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951, karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut.” Video juga dibubuhi tagar #TolakRohingyadiIndonesia.

Benarkah Menlu Retno mengucapkan hal itu dan Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya?

PEMERIKSAAN FAKTA

Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa pernyataan tersebut tidak diucapkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melainkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lalu Muhammad Iqbal. Selain itu, meski Indonesia tidak menandatangani Konvensi 1951, ahli menilai Indonesia terikat dengan hukum Internasional lainnya.

Klaim 1: Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya karena tidak menandatangani Konvensi 1951 alias Konvensi Pengungsi

Fakta: Pernyataan tersebut sebenarnya diucapkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lalu Muhammad Iqbal, bukan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Pernyataan Lalu pernah dipublikasikan oleh Tempo dan Detik pada 17 November 2023.  

Lalu menyatakan hal itu untuk merespon kedatangan ratusan pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar ke Aceh pada Selasa, 14 November 2023. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap berinisiatif menampung sementara para pengungsi tersebut.

Menlu Retno, dikutip dari Kabar 24 Bisnis.com pada 28 Desember 2023, meminta Badan PBB untuk Pengungsi, UNHCR, untuk membantu Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya. Demikian juga UNHCR berkomitmen membantu Indonesia.

"Ini bukan isu yang mudah, ini isu yang sangat besar tantangannya. Isu mengenai masalah pengungsi Rohingya dibahas secara sangat detail dengan komisioner tinggi UNHCR di Jenewa," kata Retno.

Sementara saat acara Global Refugee Forum (GRF) di Kantor PBB, Jenewa, Swiss, pada 13 Desember 2023, Retno mengatakan akar masalah pengungsi Rohingya yang berupa kekerasan di Myanmar harus diatasi. Dengan demikian masalah yang dihadapi etnis Rohingya bisa selesai.

Retno juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama antar beberapa badan PBB, yaitu UNODC, UNHCR, serta IOM. Hal ini karena adanya temuan etnis Rohingya mengungsi menggunakan jasa kelompok penyelundupan orang.

Klaim 2: Benarkah Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya meski belum menandatangani Konvensi 1951?

Fakta: Meski tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, Indonesia terikat prinsip-prinsip hukum internasional dan memiliki Peraturan Presiden yang mengatur penanganan kondisi darurat. Menurut Nuri Widiastuti Veronika, PhD Candidate School of Social and Political Sciences, Faculty of Arts Monash University, Australia, Indonesia memang belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 serta Protokol 1967 sehingga tidak terikat dalam kewajiban memberikan suaka kepada pengungsi luar negeri. 

Namun, menuru Nuri, sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM), Indonesia terikat pada prinsip-prinsip hukum internasional yaitu non-refoulement yang melarang penolakan terhadap setiap individu yang mencari suaka dan meminta perlindungan dari masyarakat internasional akibat menghadapi persekusi dan penganiayaan di negara asalnya. 

“Jika Indonesia menolak kedatangan pencari suaka yang mencari perlindungan internasional, maka Indonesia bukan saja melanggar peraturan dan perundang-undangan berkenaan dengan perlindungan HAM, namun juga pelbagai instrumen hukum internasional yang sudah diratifikasi, seperti Konvensi Anti Penyiksaan,” kata Nuri kepada Tempo melalui email pada 28 Desember 2023. 

Selain itu, Indonesia sudah memiliki Peraturan Presiden No 125 Tahun 2016 yang mengatur pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah dengan pembiayaan dari organisasi internasional dalam menangani kondisi darurat seperti yang terjadi saat ini. Perpres tersebut didasari oleh UU nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Pasal 4 UUD 1945. 

Sementara secara regional, sudah ada Konsensus Lima Point yang diajukan oleh ASEAN sebagai pedoman negara di kawasan ASEAN dalam menangani pengungsi, namun pelaksanaannya terhambat prinsip non-intervensi di ASEAN.

“Jadi, sesungguhnya memang Indonesia "tidak terikat" oleh hukum internasional, regional maupun nasional, tapi Indonesia mengacu pada prinsip perlindungan HAM yang dianut oleh negara-negara demokrasi,” kata dia.

Namun, Nuri mencontohkan bagaimana kepentingan nasional tetap menjadi pertimbangan beberapa negara untuk menerima atau tidak menerima pengungsi. “Contoh Australia, meskipun menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, mulai menolak pengungsi karena faktor 'keamanan nasional' yang menjadi dasar 'turn back' policy mereka sejak 2013,” ujarnya. 

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang beredar di media sosial yang menyatakan Menlu Retno Marsudi mengatakan Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya adalah klaim yang menyesatkan.

Kalimat yang disebarkan konten-konten di media sosial itu sesungguhnya diucapkan Juru Bicara Kemlu Lalu Muhammad Iqbal. 

Pernyataan Menlu Retno Marsudi antara lain meminta Badan PBB untuk Pengungsi, UNHCR, untuk membantu Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya. Menurut dia, akar masalah pengungsi Rohingya yang berupa kekerasan di Myanmar harus diatasi. Dengan demikian masalah yang dihadapi etnis Rohingya bisa selesai.

Selain itu, meskipun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi, namun memiliki beberapa landasan dalam menangani pengungsi Rohingya.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id