Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Omicron XBB 5 Kali di Singapura Lebih Berbahaya daripada Delta

Senin, 11 Desember 2023 11:35 WIB

Keliru, Omicron XBB 5 Kali di Singapura Lebih Berbahaya daripada Delta

Sebuah teks beredar di Facebook dan aplikasi perpesanan WhatsApp berisi klaim tentang Omicron XBB, varian virus Covid-19 Omicron, sub varian XBB, yang lima kali lebih ganas daripada varian Delta yang beredar di Singapura.

Saat menyerang manusia, virus tersebut dikatakan tidak mudah dideteksi, namun mematikan. Tes swab di bagian hidung dikatakan sering memberikan hasil negatif, padahal sebenarnya positif. Diklaim juga orang yang terjangkit tidak mengalami batuk maupun demam, melainkan mengalami nyeri sendi, sakit pada kepala, leher, punggung bagian atas, radang paru-paru, dan pada umumnya nafsu makan berkurang.

Namun, benarkah narasi tentang berita dari Singapura terkait virus Corona atau Covid-19, sub varian Omicron XBB, lima kali lebih ganas daripada sub varian Delta?

PEMERIKSAAN FAKTA

Angka infeksi dan jumlah orang yang dirawat karena Covid-19 memang kembali meningkat di Singapura, varian yang menyebar adalah keturunan dari varian Omicron XBB, yakni EG.5 dan sub-garis keturunannya HK.3.

Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung seperti dikutip dari Channel News Asia. Perkiraan kasus harian telah meningkat dari sekitar 1.000 kasus tiga minggu yang lalu menjadi 2.000 kasus dalam dua minggu terakhir.

Akan tetapi klaim bahwa varian XBB Omicron lebih ganas adalah tidak benar. Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM dr Riris Andono Ahmad, MPH PhD, mengatakan tidak ada keterangan dari WHO ataupun jurnal ilmiah yang relevan, yang menyatakan Omicron XBB lebih ganas dari varian lain.

Dia menjelaskan subvarian Omicron XBB memiliki sifat immune escape, yang meningkatkan kemampuannya menginfeksi manusia. Hal itu menyebabkan penyebaran virus semakin meningkat pula.

Immune escape adalah kemampuan virus untuk menghindari sistem kekebalan tubuh kita. Tubuh kita memproduksi antibodi untuk mengenali protein spesifik dari virus tadi. Apabila mutasi (virus) terjadi pada gen yang mengatur produksi protein, maka ada perubahan ekspresi protein yang tidak dapat dikenali oleh antibodi yang spesifik dengan protein sebelumnya,” kata Riris Andono pada Tempo, Jumat, 8 Desember 2023.

Ia juga mengatakan bahwa sebagian hasil tes memang tidak berhasil mendeteksi keberadaan virus tersebut di tubuh manusia. Namun, yang menentukan tingkat keberhasilan tes sesungguhnya adalah jenis protein yang digunakan, dan tidak berdasarkan pengambilan sampel swab melalui mulut atau hidung.

Gejala pada manusia yang terinfeksi subvarian Omicron XBB juga sama dengan subvarian Omicron lainnya, di antaranya batuk, pilek, demam, dan gejala lain yang serupa.

Demikian juga mengenai virus Covid-19 subvarian Omicron XBB 1.5 yang saat ini mendominasi jumlah kasus aktif di Indonesia. Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dr. Dicky Budiman M.Sc.PH, mengatakan subvarian Omicron XBB 1.5 itu tidak lebih ganas dari varian sebelumnya. Kesimpulan ini tampak dari data yang dikumpulkan di negara-negara di Eropa, di mana surveilans atau pemantauan penyakit, dilakukan dengan sangat baik.

 “Sub varian yang saat ini ada, memang menjadi salah satu pemicu bertambahnya kasus infeksi. Tapi kalau dalam konteks keparahan, sebenarnya tidak ada penambahan yang signifikan,” kata Dicky pada Tempo, Jumat, 8 Desember 2023.

Meskipun demikian, dia tetap mengimbau masyarakat untuk mencegah infeksi atau penularan virus Covid-19 tersebut, karena dikhawatirkan dampak infeksinya tetap merugikan, terutama potensi terjadinya long Covid.

Masyarakat diimbau tetap menggunakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dengan orang lain, dan memperbaiki kualitas udara. Rajin olahraga juga dianjurkan, termasuk sesekali mengkonsumsi suplemen vitamin.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui website mereka, 27 Oktober 2022, menyatakan bahwa para pakar tidak menemukan perbedaan tingkat keparahan antara Omicron XBB dengan sub varian lainnya. Namun, potensi infeksi ulangnya yang dinilai lebih tinggi dibandingkan sub varian lain.

Reuters, 12 November 2023, narasi yang mengatakan varian Covid-19 Omicron XBB lebih ganas daripada Delta adalah keliru. Omicron XBB tidak lebih ganas dari sub varian Omicron lainnya maupun Delta.

Pesan beredar sejak 2022

Pesan berantai berisi klaim varian Omicron XBB lima kali lebih ganas daripada varian Delta di Singapura, telah beredar sejak 2022. Pemerintah Singapura melalui siaran pers telah membantah narasi yang awalnya disebarkan website Thailand Medical News, 9 Oktober 2022. Padahal, narasi tersebut keliru.

Dilansir Tempo, 27 Oktober 2022, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro menjelaskan tingkat keparahan Omicron XBB lebih rendah dibanding sub varian omicron lainnya.

Ia juga mengutip data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, yang menyatakan gejala terjangkit Omicron XBB antara lain demam, merasa kedinginan, batuk, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, diare, dan sesak napas.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan bahwa virus Covid-19 sub varian Omicron XBB lima kali lebih parah dari varian Delta di Singapura adalah keliru.

Meskipun saat ini terjadi lonjakan infeksi Covid-19 di Singapura yang disebabkan oleh keturunan varian Omicron XBB, yakni EG.5 dan sub-garis keturunannya HK.3, tapi telah banyak dibantah bahwa barian XBB Omicron lima kali lebih ganas daripada Delta.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id