Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Singapura Luluh Kembalikan Rp 1000 Triliun Aset Negara Indonesia

Selasa, 9 Agustus 2022 10:16 WIB

Keliru, Singapura Luluh Kembalikan Rp 1000 Triliun Aset Negara Indonesia

Sebuah video dipublikasikan di akun Facebook dengan judul Di Tangan Jokowi Singapura Luluh Kembalikan 1000 Triliun Aset Negara, Lah BEYE 10th ngapain aje

Video tersebut menampilkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong dalam sebuah pertemuan. Selain itu, ada Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM RI, Mahfud MD dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati.

Dalam video itu juga terlihat beberapa pejabat dari kedua negara sedang melakukan penandatanganan dokumen.

Video yang sudah tayang 276 ribu kali itu diterbitkan Jumat, 5 Agustus 2022. Ribuan komentar dan 14 ribu tanggapan diucapkan dari warganet.

Tangkapan layar hoaks yang beredar di Facebook soal pengembalian aset Indonesia oleh Singapura

Benarkah kedua pemimpin negara tetangga itu dalam rangka mengembalikan ribuan triliun aset negara?

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo pertama melakukan fragmentasi beberapa potongan video menjadi gambar. Kemudian menggunakan Google reverse image dan Yandex untuk menelusuri gambarnya.

Lalu ditemukan, bahwa video itu merupakan pertemuan bilateral antara Jokowi dengan Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau pada 25 Januari 2022.

Pada saat itu, kedua tokoh tersebut membahas sejumlah topik, terutama mengenai perjanjian ekstradisi. Bukan tentang Singapura mengembalikan Rp 1000 Triliun aset negara sebagaimana yang disebutkan pada judul video.

Dikutip dari Tempo, Pemerintah Indonesia menyatakan perjanjian ekstradisi dengan Singapura akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia untuk melarikan diri.

“Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujar Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly usai meneken Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, 25 Januari 2022.

Selain pembahasan perjanjian ekstradisi, dilakukan juga penandatanganan perjanjian pertahanan (Defence Cooperation Agreement atau DCA) 2007 dan persetujuan tentang penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia - Singapura (realignment Flight Information Region atau FIR).

Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, 25 Januari 2022. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Perjanjian ini diharapkan dapat mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme. Perjanjian Ekstradisi memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Dalam video itu, Mahfud MD, juga mengatakan ratifikasi tentang ekstradisi untuk mengembalikan orang-orang yang terkena tindak pidana kejahatan terhadap Indonesia yang ada di Singapura. Jadi bisa diserahkan ke Indonesia untuk diadili atau dihukum.

Begitu sebaliknya, Indonesia bisa mengembalikan orang Singapura yang melakukan kejahatan untuk dihukum dan diadili di Singapura. Potongan video Mahfud ini sebelumnya sudah ditayangkan di YouTube resmi Kemenko Polhukam Ri yang diberi judul Press Update Menko Polhukam tentang Ratifikasi Perjanjian antara Indonesia dan Singapura.

Dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, sebelum resmi ditandatangani, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura ini telah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998. 

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura di Masa SBY

Dikutip dari Tempo, dalam sejarahnya, Indonesia dan Singapura pernah meneken perjanjian ekstradisi serupa pada 2007. Kala itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Singapura bersamaan dengan dokumen perjanjian lainnya. Salah satu perjanjian yang ditandatangani adalah Perjanjian Kerjasama Pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA).

Dokumen perjanjian kerja sama pertahanan tersebut menjadi pangkal ditolaknya perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura pada 2007 oleh DPR RI. Dikutip dari Koran Tempo, DPR RI pada waktu itu melihat bahwa dokumen perjanjian kerja sama pertahanan yang ditandatangani bersama dengan perjanjian ekstradisi tersebut mengancam kedaulatan wilayah Indonesia. Sebab, salah satu substansi perjanjian DCA memungkinkan angkatan perang Singapura melakukan latihan di wilayah udara dan laut Indonesia.

Perjanjian ekstradisi tersebut akhirnya ditolak ratifikasinya oleh DPR RI. Akibatnya, sebagaimana dilansir dari kemenkumham.go.id, perjanjian ekstradisi gagal dilaksanakan karena pihak Singapura menginginkan pelaksanaan perjanjian ekstradisi paralel dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama pertahanan. Perjanjian ekstradisi pun kembali dibahas dan diperjuangkan oleh kedua negara di beberapa pertemuan selanjutnya.

Salah satu momen krusial yang melatarbelakangi penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura pada 25 Januari 2022 adalah pertemuan Leaders’ Retreat Indonesia pada 2019. Dalam pertemuan itu, kedua negara sepakat untuk membahas batas-batas teritorial kedua negara dalam perjanjian kerja sama pertahanan yang akan ditandatangani bersama dengan perjanjian ekstradisi. Salah satu batas teritorial yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah Flight Information Region (FIR). Kedua negara akhirnya menemui titik temu dan menandatangani perjanjian ekstradisi pada 2022.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim Singapura Luluh Kembalikan 1000 Triliun Aset Negara di Masa Jokowi dan Membandingkan dengan Masa SBY adalah Keliru.

Potongan video itu adalah cuplikan ketika Presiden Joko Widodo dan PM Singapura, Lee Hsien Loong membahas tiga perjanjian, yaitu perjanjian ekstradisi, penandatanganan perjanjian pertahanan (Defence Cooperation Agreement atau DCA) 2007 dan persetujuan tentang penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia-Singapura (realignment Flight Information Region). 

Perjanjian ekstradisi tersebut pernah diinisiasi di zaman Susilo Bambang Yudhoyono.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami.