[Fakta atau Hoaks] Benarkah Istana Meresmikan PKI dan Memperbolehkannya di Indonesia?
Senin, 9 Desember 2019 14:50 WIB
Video yang memuat narasi bahwa Istana meresmikan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan memperbolehkannya di Indonesia kembali ramai dalam beberapa hari terakhir. Video yang berasal dari YouTube itu berjudul "Istana Meresmikan PKI Diperbolehkan di Indonesia". Hingga kini, video itu telah ditonton lebih dari 175 ribu kali dan terus mendapatkan komentar dari warganet.
Dalam video yang diunggah pada 24 Juni 2018 oleh kanal Crescent Moon ini, terdapat tulisan yang sama dengan judul video tersebut, yakni "Istana Meresmikan Bahwa PKI Diperbolehkan di Indonesia". Video itu juga berisi cuplikan rekaman Menteri Dalam Negeri saat itu, Tjahjo Kumolo.
Cuplikan tersebut berasal dari tayangan breaking news sebuah stasiun televisi yang berjudul "Pengambilan Keputusan Perppu Ormas". Namun, tidak diketahui stasiun televisi apa yang menyiarkan tayangan itu. Hanya diketahui bahwa tayangan itu direkam pada pukul 16.17 WIB.
Gambar tangkapan layar video di kanal YouTube Crescent Moon terkait hoaks "Istana Meresmikan PKI".
PEMERIKSAAN FAKTA
Untuk menelusuri video asli yang memuat tayangan Tjahjo Kumolo di atas, Tim CekFakta Tempo mengambil gambar tangkapan layar tayangan tersebut dan memasukkannya ke reverse image tools Google. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu berasal dari tayangan breaking news di Metro TV yang dimuat pada 24 Oktober 2017.
Tayangan itu berisi pemberitaan bahwa DPR dan pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah sepakat untuk mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat menjadi Undang-Undang.
Dalam tayangan itu, tidak ada satu pun pernyataan Tjahjo Kumolo yang menyinggung bahwa Istana meresmikan PKI atau Istana memperbolehkan PKI di Indonesia. Selain itu, era PKI telah berakhir setelah Gerakan 30 September 1965. Pembubaran PKI pun telah dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia.
Gambar tangkapan layar video di Metro TV mengenai pengesahan Perpu Ormas menjadi Undang-Undang.
Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, Perpu Ormas memang disahkan menjadi Undang-Undang pada 24 Oktober 2017. Dari 10 fraksi di DPR, hanya empat fraksi yang menyetujui Perpu itu dijadikan Undang-Undang tanpa syarat. Tiga fraksi menolak, sementara tiga lainnya memberi catatan atas sejumlah aturan krusial mengenai sanksi pidana seumur hidup bagi pengurus ormas dan hilangnya peran pengadilan.
Dukungan pengesahan diberikan partai koalisi pemerintah seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar, NasDem, dan Hanura. Adapun Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Demokrat mendukung dengan catatan.
Gonjang-ganjing seputar pengesahan Perpu Ormas ini tidak bisa dilepaskan dari keputusan pemerintah yang membekukan keberadaan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI menggugat keputusan itu lewat Mahkamah Konstitusi, namun kandas bersamaan dengan pengesahan Perpu Ormas. "Kalau objek gugatannya hilang, biasanya amar putusannya tidak dapat diterima," ujar Juru Bicara MK, Fajar Laksono.
Penyebar hoaks "Istana Meresmikan PKI" ditangkap
Dikutip dari laman Tirto.id, Badan Reserse Kriminal Polri telah menangkap LES, 55 tahun, sebagai penyebar informasi hoaks "Istana Meresmikan bahwa PKI Diperbolehkan di Indonesia". LES ditangkap pada 5 Juli 2019 lalu di Jalan Perdatam VIII/11, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, LES menyebarkan hoaks tersebut melalui akun WhatsApp dan akun Facebook miliknya. "Tujuan tersangka unggahan konten gambar di Facebook dan video ke grup WhatsApp adalah sebagai bentuk dukungan politik terhadap salah satu pasangan paslon presiden," ujar Dedi. Polisi pun menyita satu telepon seluler dan satu kartu SIM.
LES dikenai Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 tentang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP. "Ia diancam hukuman pidana enam tahun penjara dengan denda paling banyak Rp 1 miliar," tutur Dedi.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Istana meresmikan PKI atau Istana memperbolehkan PKI di Indonesia merupakan klaim yang keliru. Video Menteri Dalam Negeri saat itu, Tjahjo Kumolo, yang digunakan untuk mendukung klaim tersebut sama sekali tidak berisi pernyataan bahwa Istana meresmikan PKI atau Istana memperbolehkan PKI kembali beraktivitas di Indonesia.
ANGELINA ANJAR SAWITRI
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id