Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Vaksin COVID-19 Mengandung Logam Berat

Selasa, 20 Agustus 2024 12:41 WIB

Keliru, Vaksin COVID-19 Mengandung Logam Berat

Sebuah tangkapan layar yang memperlihatkan unggahan dengan klaim bahwa vaksin COVID-19 mengandung logam berat dan berbahaya untuk tubuh manusia beredar di sosial media Instagram [arsip]. 

Postingan yang diunggah pada 5 Agustus 2024 itu, menjelaskan efek berbahaya untuk tubuh seperti serangan jantung, kanker dan gagal ginjal sejak disuntik dalam waktu 2 tahun vaksin COVID-19.

Hingga artikel ini ditulis, postingan tersebut telah mendapatkan respon 115 kali disukai. Lantas benarkah vaksin COVID-19 mengandung logam berat? 

PEMERIKSAAN FAKTA

Sejumlah vaksin menggunakan bahan-bahan pembantu dari logam yang bertujuan agar vaksin aman dari kontaminasi, racun, serta untuk membangun kekebalan dari tubuh.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), logam yang digunakan berupa garam aluminium seperti aluminium fosfat, aluminium hidroksida, atau kalium aluminium sulfat dalam jumlah yang sangat kecil. Aluminium berfungsi untuk meningkatkan respons imun terhadap vaksin, terkadang dengan cara mempertahankan vaksin di lokasi suntikan untuk waktu yang sedikit lebih lama atau menstimulasi sel imun lokal.

Bahan pembantu (adjuvant) garam aluminium, seperti aluminium hidroksida, aluminium fosfat, dan aluminium kalium sulfat, telah digunakan dengan aman dalam vaksin selama lebih dari 70 tahun. Garam aluminium pertama kali digunakan pada tahun 1930-an, 1940-an, dan 1950-an dengan vaksin difteri dan tetanus setelah diketahui dapat memperkuat respons kekebalan tubuh terhadap vaksin-vaksin tersebut.

Bahan pembantu yang lebih baru telah dikembangkan untuk menargetkan komponen spesifik dari respon imun tubuh, sehingga perlindungan terhadap penyakit lebih kuat dan bertahan lebih lama.

Berikut ini enam jenis bahan yang digunakan dalam vaksin Covid-19 menurut WHO:

  1. Antigen, sebuah komponen aktif yang menghasilkan respons imun, atau cetak biru untuk membuat komponen aktif tersebut. Antigen dapat berupa sebagian kecil dari organisme penyebab penyakit, seperti protein atau gula, atau keseluruhan organisme dalam bentuk yang dilemahkan atau diinaktivasi.
  2. Pengawet, seperti yang sering banyak digunakan, yaitu 2-fenoksietanol. Pengawet ini telah dipakai selama bertahun-tahun dalam sejumlah vaksin dan beberapa produk perawatan bayi. Bahan itu aman karena hampir tidak memiliki kadar racun bagi manusia.
  3. Bahan stabilisator, berupa gula (laktosa, sukrosa), asam amino (glisin), gelatin), dan protein (rekombinan albumin manusia, yang diambil dari ragi). Bahan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi kimia di dalam vaksin dan menjaga agar komponen-komponen vaksin tidak menempel pada ampul vaksin.
  4. Surfaktan, sering ditemukan pada makanan seperti es krim. Surfaktan berfungsi untuk mencegah pengendapan dan penggumpalan unsur-unsur yang ada dalam vaksin yang berbentuk cair.
  5. Residu, bahan yang meliputi protein telur, ragi, atau antibiotik. Bahan ini digunakan selama pembuatan atau produksi vaksin yang bukan merupakan bahan aktif dalam vaksin jadi.
  6. Pelarut, merupakan cairan yang digunakan untuk melarutkan vaksin hingga pada konsentrasi yang sesuai tepat sebelum digunakan. Pelarut yang paling sering digunakan adalah air steril.
  7. Adjuvan, berupa garam aluminium (seperti aluminium fosfat, aluminium hidroksida, atau kalium aluminium sulfat) dalam jumlah yang sangat kecil. Aluminium berfungsi untuk meningkatkan respons imun terhadap vaksin, terkadang dengan cara mempertahankan vaksin di lokasi suntikan untuk waktu yang sedikit lebih lama atau menstimulasi sel imun lokal.

Meskipun sejumlah penelitian menunjukkan kemanjuran bahan pembantu vaksin dan kemampuannya untuk meningkatkan kekebalan tubuh, namun potensi bahan pembantu mendatangkan reaksi yang merugikan tidak boleh diabaikan. 

Tinjauan ini memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki secara menyeluruh dampak bahan pembantu terhadap respons imun dan potensi efek samping, terutama dalam konteks sindrom jantung COVID-19.

Penelitian ini dan ini menunjukkan bahwa bahan pembantu ini berhubungan dengan gangguan imunologi yang serius dengan kecenderungan tinggi untuk mengembangkan autoimunitas, peradangan neurologis, dan komplikasi sistemik luas terkait lainnya termasuk gangguan kardiovaskular. Aluminium dikaitkan dengan sindrom adjuvan terkait autoimun (ASIA) serta autisme karena sistem kekebalan tubuh yang hiperaktif dalam penelitian ini dan ini.

Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa bahan pembantu aluminium dikaitkan dengan gangguan sosial jika diberikan pada tahap awal perkembangan pasca kelahiran. Kasus sindrom antifosfolipid (APS) yang jarang juga telah dilaporkan dengan penggunaan bahan pembantu aluminium dalam vaksin tetanus.

Kandungan vaksin Pfizer dan Moderna

Dilansir laman resmi Rumah Sakit Anak Philadelphia (Children’s Hospital of Philadelphia), Amerika Serikat, adjuvan ditambahkan ke beberapa vaksin untuk meningkatkan respons imun penerima terhadap vaksin. Vaksin mRNA COVID-19 seperti Pfizer dan Moderna tidak mengandung adjuvan. 

Namun agar mRNA tetap stabil, Pfizer dan Moderna menyertakan lipid, yang merupakan molekul berbasis lemak, yang melindungi mRNA. Kolesterol adalah salah satu lipid yang ada di kedua versi. Vaksin Pfizer mengandung tiga lipid tambahan, dan vaksin Moderna mengandung dua lipid tambahan. Gula juga ditambahkan ke kedua vaksin; gula mencegah molekul lemak saling menempel atau menempel di sisi botol. Kedua vaksin mRNA juga mengandung bahan kimia untuk membantu menjaga pH yang sesuai bagi sel. 

Versi Pfizer mengandung empat garam dalam peran ini, salah satunya adalah garam dapur. Versi Moderna juga menggunakan empat bahan dalam peran ini: asam asetat (bahan utama dalam cuka selain air); bentuk garam dari asam asetat, yang disebut natrium asetat; dan dua bahan kimia dalam kelas yang dikenal sebagai amina.

BPOM Inggris, dalam rilis Keterbukaan Informasi Publik, juga pernah menjawab permintaan warganya mengenai hal ini. Bahan-bahan vaksin Pfizer/BioNTech tercantum dalam bagian 2 dan 6.1 dari Summary of the Product Characteristics (SPC). Vaksin ini memang mengandung garam logam, seperti garam kalium dan natrium. 

Namun, Universitas Oxford dalam penjelasan resminya menulis alasan bahan-bahan tersebut diperlukan. “Bahan-bahan vaksin mungkin tampak asing. Namun, penting untuk diingat bahwa banyak zat yang digunakan dalam vaksin ditemukan secara alami di dalam tubuh. Misalnya, banyak vaksin mengandung garam berbahan dasar natrium dan kalium yang penting bagi kehidupan,” tulisnya.

KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan Tempo unggahan dengan narasi vaksin COVID-19 mengandung logam berat dan berbahaya untuk tubuh manusia adalah keliru

Bahan pembantu (adjuvant) garam aluminium, seperti aluminium hidroksida, aluminium fosfat, dan aluminium kalium sulfat, telah digunakan dengan aman dalam vaksin selama lebih dari 70 tahun. Vaksin mRNA COVID-19 seperti Pfizer dan Moderna tidak mengandung adjuvan, tapi agar mRNA tetap stabil, Pfizer dan Moderna menyertakan lipid, yang merupakan molekul berbasis lemak, yang melindungi mRNA. 

Universitas Oxford juga menegaskan banyak zat yang digunakan dalam vaksin ditemukan secara alami di dalam tubuh, contohnya garam berbahan dasar natrium dan kalium yang sebenarnya penting bagi kehidupan.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id