Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Isu Gempa Megathrust Dahsyat di Pulau Jawa agar Warga Pindah ke IKN

Senin, 19 Agustus 2024 17:03 WIB

Keliru, Isu Gempa Megathrust Dahsyat di Pulau Jawa agar Warga Pindah ke IKN

Salah satu akun di media sosial Threads [arsip] menulis klaim tentang gempa megathrust di pulau Jawa untuk menakut-nakuti supaya warga di Jawa pindah ke Kalimantan. Berikut narasi lengkapnya:

Pulau jawa sedang di isu²kan gempa dahsyat berbarengan dengan pindahnya ibu kota ke Kalimantan. (IKN). Kalo saya malah curiga, warga selatan di takut²in supaya pada pindah dan membeli aset di kalimantan yang katanya disana gak ada gempa.

Tempo akan memeriksa dua klaim atas konten tersebut. Pertama, benarkah gempa dahsyat di Jawa adalah isu untuk menakuti warga agar pindah ke IKN? Kedua, benarkah di Kalimantan Timur tidak pernah ada gempa?

PEMERIKSAAN FAKTA

Klaim 1: Gempa dahsyat di Jawa adalah isu untuk menakuti warga agar pindah ke IKN

Fakta: Potensi mengenai gempa berkekuatan besar di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut lah isu untuk menakut-nakuti warga di wilayah tersebut agar pindah ke Kalimantan Timur, area dibangunnya Ibu kota negara Indonesia. 

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah lama dilakukan, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004.

Hingga saat ini, menurut BMKG, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa baik itu terkait kapan, dimana, dan berapa kekuatannya.

“Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat,” tulis Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono di laman BMKG pada 19 Agustus 2024. 

Dikutip dari laman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Penyelidik Bumi Utama di PVMBG, Badan Geologi, Supartoyo menulis, zona penunjaman merupakan tempat pertemuan atau interaksi antar lempeng, khususnya yang bersifat tumbukan (convergent). Zona penunjaman dibagi menjadi dua, yaitu megathrust (dengan kedalaman penunjaman sekitar kurang dari 50 km) dan intraslab atau zona Benioff (dengan kedalaman penunjaman sekitar lebih dari 50 km). Gempa bumi bersumber dari megathrust berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan besar, yaitu magnitudo lebih dari delapan sehingga berpotensi terjadi tsunami.

Zona penunjaman Busur Sunda yang terletak di selatan Jawa saat ini cukup aktif yang dibuktikan dengan sering terjadi gempa bumi. Gaya tektonik yang bekerja pada zona penunjaman tentu akan terjadi penumpukan energi, dan suatu ketika energi tersebut akan dilepas menjadi gempa bumi. 

Berdasarkan referensi yang dikumpulkan, kejadian gempa bumi di Busur Sunda setelah tahun 1900 pernah terjadi pada tahun 1903 (M 7,9), 1921 (M 7,3), 1937 (M 7,2), 1994 (M 7,8) dan 2007 (M 7,7). Menurut perhitungan para ahli kebumian, gempa bumi bersumber dari zona penunjaman Busur Sunda terutama dari zona megathrust di selatan Jawa diperkirakan kekuatannya mencapai magnitudo delapan, sehingga diperkirakan berpotensi terjadi tsunami.

Menurut Supartoyo, data potensi megathrust tersebut dipergunakan untuk melakukan pemodelan bahaya gempa bumi dan tsunami dengan kondisi kasus terburuk guna mendukung upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami. Badan Geologi juga perlu  menyusun Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi (KRBG) dan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami (KRBT). Masyarakat juga seharusnya dapat menggunakan data dan informasi tersebut sebagai pedoman untuk meningkatkan upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami.

Klaim 2: Wilayah IKN di Kalimantan Timur tidak pernah ada gempa

Fakta: Kalimantan Timur bukanlah daerah yang bebas dari gempa, bahkan beberapa kali gempa pernah terjadi. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono seperti pernah dipublikasikan oleh Tempo, ada tiga struktur sesar atau patahan gempa yang sudah dikenali di Kalimantan Timur yang aktif, bahkan sangat aktif. Ketiganya adalah Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster.

Sesar Maratua dan Mangkalihat yang berada di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur masih berstatus sangat aktif. BMKG mencatat aktivitas kegempaannya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur.

Berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai M7,0. Sementara Intensitas atau guncangan gempanya berskala VI-VII MMI. Artinya, gempa yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat di Semenajung Mangkalihat dan sekitarnya.

Adapun Sesar Paternoster memiliki jalur berarah barat-timur dan melintasi wilayah Kabupaten Paser yang merupakan kawasan inti atau utama dari IKN. Meskipun termasuk kategori sesar berusia tersier, BMKG mencatat di jalur sesar ini masih sering terjadi gempa.

Diantaranya yang paling kuat adalah Gempa Paser berkekuatan Magnitudo 6,1 pada 26 Oktober 1957. Sedangkan, peristiwa gempa tektonik yang terbaru adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019, bermagnitudo 4,1. Guncangannya sempat menimbulkan kepanikan masyarakat.

Daryono mengatakan bahwa seluruh gempa yang bersumber di wilayah Kalimantan Timur dipicu oleh aktivitas sesar aktif. Sehingga meskipun magnitudo tidak sebesar yang bersumber di zona megathrust atau tumbukan antarlempeng benua, tetap dapat berdampak merusak bangunan jika tidak diantisipasi.

Riwayat gempa di Kalimantan Timur juga terekam dalam Jurnal Kajian Wilayah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang BRIN). Contohnya, pada 16 Juni 2000, terjadi gempa Mangkalihat berkekuatan Magnitudo 5,4. Lalu, enam tahun kemudian terjadi gempa Tanjungredep berkekuatan M 5,4 pada 31 Januari 2006. Setahun kemudian tepatnya pada 24 Februari 2007, terjadi lagi gempa Muaralasan, Berau, berkekuatan M 5,3.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim isu gempa dahsyat di pulau Jawa bersamaan dengan pemindahan ibu kota supaya orang pindah ke IKN, keliru.

Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah lama dilakukan, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id