Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Benar, Video Jaksa Agung Kansas Mengajukan Gugatan Pada Pfizer

Jumat, 2 Agustus 2024 10:53 WIB

Benar, Video Jaksa Agung Kansas Mengajukan Gugatan Pada Pfizer

Sebuah video pendek diunggah oleh akun Instagram [arsip] dengan judul “Tuntutan kepada Pfizer”, yang membahas seorang Jaksa Agung Kansas tengah mengajukan gugatan kepada Pfizer.

Video itu memperlihatkan Jaksa Agung Kansas, Kris Kobach, didampingi sejumlah staf, menyampaikan bahwa Pfizer mengklaim vaksinnya aman untuk wanita hamil. Namun pada Februari 2021, kata dia, Pfizer mendapat laporan dari 458 wanita hamil yang menerima vaksin Covid-19 Pfizer selama kehamilan. Lebih dari setengahnya dilaporkan mengalami efek samping. Dan lebih dari 10% dilaporkan keguguran dalam beberapa hari setelah vaksinasi.

Diunggah pada 25 Juni 2024, akun tersebut juga mencantumkan tautan dari fiercepharma.com dan mengutip artikel di dalamnya. Lantas, apakah benar video Jaksa Agung Kansas mengajukan gugatan kepada Pfizer seperti yang diklaim oleh akun tersebut?

PEMERIKSAAN KLAIM

Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi video dan menemukan bahwa potongan video di atas identik dengan rekaman video konferensi pers secara livestream yang diunggah media KCTV5.

Jaksa Agung Kansas, Kris Kobach, menggugat Pfizer "atas klaim menyesatkan terkait dengan vaksin COVID-19." Kobach menuding Pfizer membuat beberapa pernyataan yang menyesatkan untuk menipu publik tentang vaksinnya, terutama tentang risiko yang dikandung terhadap wanita hamil dan miokarditis.

"Selain itu, Pfizer mengklaim vaksinnya melindungi dari varian COVID-19, meskipun data menunjukkan sebaliknya. Raksasa farmasi ini juga menyatakan bahwa vaksinnya mencegah penularan COVID-19, tetapi kemudian mengakui bahwa mereka tidak pernah mempelajari apakah vaksinnya menghentikan penularan," kata dia.

Dikutip dari Reuters, Jaksa Agung yang juga anggota Partai Republik itu menggugat Pfizer (PFE.N), serta menyatakan dugaan pernyataan palsu produsen obat yang berbasis di New York itu melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen Kansas. Gugatan tersebut mengklaim bahwa setelah peluncuran vaksin pada awal tahun 2021, Pfizer menyembunyikan bukti bahwa suntikan tersebut terkait dengan komplikasi kehamilan, termasuk keguguran, serta peradangan di dalam dan sekitar jantung, yang dikenal sebagai miokarditis dan perikarditis.

Dalam bantahannya, Pfizer yakin gugatan Kobach tidak berpengaruh apa-apa. “Pernyataan yang dibuat oleh Pfizer mengenai vaksin COVID-19 adalah akurat dan berdasarkan ilmu pengetahuan,” kata Pfizer dalam sebuah pernyataan.

KIPI berbeda dengan efek samping

Dilansir Healthfeedback.org, pakar John Campbell dan Liz Wheeler menyebutkan bahwa terdapat perbedaan antara “Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)” dan “efek samping”. Istilah “adverse events” atau KIPI menggambarkan setiap masalah kesehatan yang terjadi setelah vaksinasi, terlepas dari apakah vaksin tersebut sebagai penyebabnya. Misalnya, sakit gigi pada seseorang yang menerima vaksin akan dianggap sebagai KIPI. Namun, sakit gigi tidak dapat dikaitkan dengan vaksinasi. Sebaliknya, istilah “efek samping” hanya merujuk pada efek samping yang secara kausal langsung terkait dengan vaksin, seperti reaksi alergi terhadap bahan vaksin.

Dokumen Pfizer berjudul “Analisis Kumulatif Laporan Efek Samping Pasca-otorisasi PF-07302048 (BNT162B2) yang diterima hingga 28-Feb-2021” tersebut berisi informasi tentang KIPI yang terjadi setelah vaksinasi, bukan efek samping vaksin seperti yang diklaim warganet. Dari otorisasi darurat vaksin pada 1 Desember 2020 hingga 28 Februari 2021, Pfizer mengumpulkan total 42.086 laporan KIPI. Sumbernya mencakup laporan spontan ke Pfizer, kasus yang dipublikasikan dalam literatur medis atau dikumpulkan dari penelitian, program pemasaran yang disponsori Pfizer, dan laporan KIPI dari otoritas kesehatan di 63 negara.

Sekitar 65% laporan berasal dari AS (13.739) dan Inggris (13.404), terutama melalui sistem pengawasan seperti Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Akibat Vaksin AS (VAERS) dan Yellow Card Scheme pemerintah Inggris. Sistem pengawasan ini membantu otoritas kesehatan mengidentifikasi sinyal keamanan yang mungkin mengindikasikan masalah dengan vaksin dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut, seperti jumlah KIPI tertentu yang sangat tinggi.

Sebuah studi tinjauan tahun 2023 juga menyatakan dari 21 penelitian yang dilakukan oleh Institut Kesehatan Nasional AS, menyimpulkan bahwa vaksin COVID tidak terkait dengan keguguran wanita hamil yang divaksinasi.

Dalam studi itu disebutkan bahwa vaksin COVID-19 tidak terkait dengan peningkatan risiko keguguran atau penurunan angka kehamilan atau kelahiran di antara wanita usia reproduksi. Studi populasi yang lebih besar diperlukan untuk mengevaluasi lebih lanjut efektivitas dan keamanan vaksinasi COVID-19 pada kehamilan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS pada bulan Juni 2021, menambahkan peringatan tentang miokarditis dan perikarditis pada label vaksinnya. Pihaknya menyatakan bahwa efek samping ini jarang terjadi dan paling sering terjadi pada remaja laki-laki dan laki-laki muda.

Begitu pula artikel di the BMJ (British Medical Journal) menyebutkan, studi keamanan vaksin terbesar hingga tahun 2023 telah mengidentifikasi dua efek samping baru yang sangat jarang terjadi dan terkait dengan vaksin COVID-19, yaitu myelitis transversa dan ensefalomielitis diseminata akut. Studi kohort Global Vaccine Data Network itu melibatkan 99 juta orang yang divaksinasi dari 10 lokasi di delapan negara. 

Para peneliti membandingkan angka amatan dengan angka yang diharapkan untuk 13 kondisi medis terkait saraf, darah, dan jantung. Studi yang dipublikasikan di Vaccine ini mengkonfirmasi sinyal keamanan langka yang diidentifikasi sebelumnya untuk miokarditis dan perikarditis setelah vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna) serta sindrom Guillain-Barré dan trombosis sinus vena serebral (CVST) setelah vaksin vektor virus (AstraZeneca).

KESIMPULAN

Hasil verifikasi Tempo, video bahwa Jaksa Agung Kansas mengajukan gugatan kepada Pfizer adalah benar. Dia menuduh sebagian besar informasi dalam gugatan tersebut muncul setelah sebuah organisasi mengajukan gugatan Freedom of Information Act terhadap Pfizer. 

Namun sebuah studi tinjauan tahun 2023 menyatakan dari 21 penelitian yang dilakukan oleh Institut Kesehatan Nasional AS, menyimpulkan bahwa vaksin COVID tidak terkait dengan keguguran wanita hamil yang divaksinasi. Dalam studi itu disebutkan bahwa vaksin COVID-19 tidak terkait dengan peningkatan resiko keguguran atau penurunan angka kehamilan atau kelahiran di antara wanita usia reproduksi. 

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id