Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Fenomena Aphelion 2022 Sebabkan Cuaca Dingin Ekstrem dan Picu Masalah Pernafasan

Kamis, 21 Juli 2022 18:46 WIB

Keliru, Fenomena Aphelion 2022 Sebabkan Cuaca Dingin Ekstrem dan Picu Masalah Pernafasan

Beberapa unggahan di Facebook menyebut cuaca dingin ekstrem pada Juli 2022 akibat fenomena Aphelion dan akan lebih dingin dari tahun sebelumnya.

“Dikabarkan bahwasanya mulai besok cuaca akan lebih dingin dan lebih dingin dari tahun lalu. Ini disebut fenomena Alphelian. Kita tidak hanya akan melihat tetapi juga mengalami efek dari Fenomena Alphelion yang akan berlangsung sampai bulan Agustus,” tulis salah satu akun pada 19 Juli 2022.

Selain menyebabkan cuaca dingin, Aphelion diklaim dapat berdampak pada kesehatan seseorang seperti mengalami pegal-pegal dan tenggorokan terasa kering, demam, batuk dan masalah pernapasan terjadi.

Tangkapan layar hoaks cuaca leboh dingin akibat fenomena Alphelion, yang beredar di Facebook.

Hingga artikel ini ditulis unggahannya telah mendapatkan respon 181 kali komentar, 475 disukai, serta 1700 kali dibagikan.

PEMERIKSAAN FAKTA

Hasil penelusuran Tempo menunjukkan informasi serupa hampir beredar setiap tahun di media sosial, sejak 2018. Klaim bahwa Aphelion menyebabkan suhu lebih dingin dan berdampak pada kesehatan seseorang adalah informasi yang tidak berdasarkan fakta.

Menurut Chris Vaughan, seorang astronom amatir yang mengawasi kalender Night Sky, seperti dikutip Tempo dari situs Space, menjelaskan, peristiwa Aphelion adalah saat di mana Bumi memiliki jarak terjauh dengan matahari. Peristiwa ini terjadi pada Senin 4 Juli 2022, sekitar pukul 3 pagi EDT (0700 GMT). Di posisi Aphelion, bumi akan berjarak 94,51 juta mil (152,1 juta kilometer) dari matahari.

Sementara bumi akan berada paling dekat dengan matahari—momen yang disebut perihelion—diperkirakan terjadi pada 4 Januari 2023. Saat itu jaraknya akan 91,4 juta mil (147,1 juta kilometer) dari matahari.

Pada 7 Januari 2022, Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN Andi Pangerang mengatakan baik Perihelion maupun Aphelion tidak mempengaruhi suhu permukaan bumi secara langsung. Perubahan suhu juga dipengaruhi faktor klimatologis atau iklim.  

Andi Pangerang menyampaikan bahwa intensitas matahari bervariasi antara 1321,5 W/m² (saat Aphelion) hingga 1412 W/m² (saat Perihelion) atau ±3,4% dari rata-ratanya (1366 W/m²) sehingga, suhu efektif di permukaan bumi hanya akan bervariasi ±2,4°C terhadap rata-ratanya (15°C). 

Intensitas radiasi yang diterima di permukaan bumi juga dipengaruhi oleh sudut penyinaran yang merupakan ketinggian matahari saat tengah hari. Semakin tinggi matahari dari ufuk saat tengah hari, maka intensitas yang diterima akan semakin besar. Ketika matahari tepat  berada di Zenit (90°) atau di atas kepala kita saat tengah hari, maka intensitas matahari yang diterima akan maksimum dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Pesan berantai telah beredar sejak 2018

Informasi keliru tentang Aphelion menyebabkan cuaca dingin dan mempengaruhi kesehatan seseorang, beredar pada 2018, 2021, dan 2022. 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pernah menerbitkan rilis pada 2018 dan 2021 untuk menanggapi informasi yang beredar. BMKG menjelaskan fenomena aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. 

BMKG mengeluarkan rilis yang menjelaskan fenomena aphelion yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal pada 2021 mengatakan, fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli-September). 

Pada periode tersebut, wilayah Pulau Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur, berasal dari Benua Australia yang berada dalam periode musim dingin.

Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia tersebut, menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Angin Monsun Dingin Australia. 

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Pada 2021, Tempo pernah menerbitkan artikel untuk membantah klaim tersebut. Tempo mengutip pernyataan peneliti dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Andi Pangerang. Menurut dia, suhu dingin ketika pagi hari saat itu, merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau. Hal itu disebabkan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan bumi yang dipantulkan kembali oleh awan.

KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan Tim Cek Fakta Tempo, klaim yang mengatakan  fenomena aphelion menyebabkan cuaca lebih dingin dari tahun sebelumnya, adalah keliru

Fenomena Aphelion telah berlangsung pada 4 Juli 2022. Pesan semacam ini beredar sejak 2018, meski telah dibantah beberapa kali oleh BMKG dan LAPAN.

Aphelion tidak berdampak secara langsung pada kenaikan maupun penurunan suhu di permukaan bumi. 

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami.