Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Tembok di Dasar Laut Terkait Anarkisme di Papua

Senin, 5 Juni 2023 22:02 WIB

Keliru, Tembok di Dasar Laut Terkait Anarkisme di Papua

Sebuah akun Facebook membuat unggahan berisi klaim tentang sebuah tembok di dasar laut Papua yang menyebabkan anarkisme di Papua.

Akun ini juga menuliskan bahwa tembok raksasa yang dibangun oleh Nabi Zulkarnain, bukan tembok Cina, namun sebuah tembok  istana iblis yang sangat besar dan megah untuk mengurung Yazut Makzud, anak Yafet keturunan nabi Nuh yang akan membuat kerusakan di muka bumi. “Namun Iblis-iblis sudah merangsak masuk ke orang-orang Papua yang selalu melakukan anarkisme,” tulis akun ini.

Benarkah tembok dasar laut Papua yang menyebabkan anarkisme di Papua?

PEMERIKSAAN FAKTA

Klaim yang mirip pernah beredar sebelumnya, mengaitkan penemuan tembok di dasar laut Papua dengan kiamat dan Kelompok Kriminal bersenjata (KKB). Tempo telah mempublikasikan artikel bantahan di sini. Kepala Departemen Teknik Geomatika ITS Surabaya, Danar Guruh Pratomo, mengatakan setelah memeriksa data dari berbagai sumber, ia tidak menemukan obyek berupa tembok atau dinding bawah laut di sekitar Papua.

Menurut Danar, gambar yang tampak seperti dinding yang terlihat pada peta yang dibagikan di media sosial tersebut, merupakan bathymetry artifacts atau kedalaman semu. Terbentuknya kedalaman semu itu, salah satunya disebabkan karena kesalahan sumber data ataupun saat mengolah data batimetri. Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. 

“Kesalahan pengambilan data saat survei atau bottom mistracking dalam pemetaan wilayah bisa terjadi. Bottom mistracking pada saat pengambilan data batimetri atau noise yang tidak terfilter saat pengelolaan data bisa menjadi penyebab terjadinya kedalaman semu tersebut,” kata Danar kepada Tempo.

Dengan demikian, tembok di dasar laut Papua tersebut sebenarnya tidak ada. Namun kabar tidak akurat soal ini telah menyebar sejak 2011 hingga 2023. Sehingga mengaitkan tembok ini dengan anarkisme di Papua merupakan klaim yang tidak memiliki dasar fakta. 

Menurut Peneliti dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Rozy Brilian pada Koran Tempo edisi 17 April 2023, eskalasi konflik di Papua telah berlangsung sejak lama. Konflik ini merupakan cerminan ketidakpuasan rakyat Papua terhadap Pemerintah Indonesia. Sebab mereka merasa sering diperlukan tidak adil. Misalnya, kejahatan pelanggaran hak asasi manusia yang berkali-kali terjadi di Papua tak pernah dituntaskan secara serius.

“Tragedi Wasior, Wamena, Paniai, itu pelakunya bebas,” kata Rozy. “Masalah keadilan ini berimplikasi pada kemarahan. Ini yang memperparah situasi.”

Ketidakseriusan pemerintah menyelesaikan konflik, kata dia, juga menjadi salah satu faktor yang melanggengkan akar kekerasan di Papua. Upaya untuk menyelesaikan persoalan melalui dialog tak pernah dijalankan sungguh-sungguh. “Kita lihat pendekatannya hard approved, pendekatan keamanan, penerjunan aparat, operasi yang dilakukan. Itu yang akhirnya mendapatkan respon reaktif,” katanya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tim Cek Fakta Tempo, unggahan dengan klaim “tembok dasar laut Papua yang menyebabkan anarkisme di Papua” adalah keliru.

Gugusan yang tampak seperti dinding seperti yang tampak pada peta Maritime Awareness Project dan Open Sea Map merupakan bathymetry artifacts atau kedalaman semu. Klaim keberadaan tembok laut tersebut juga tidak ada kaitannya dengan anarkisme di Papua.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id