[Fakta atau Hoaks] Benarkah Konsumsi Babi Penyebab Masuknya Virus Corona Covid-19 ke Jakarta?
Jumat, 6 Maret 2020 16:13 WIB
Situs Tagar.id mempublikasikan sebuah artikel dengan narasi bahwa konsumsi babi merupakan salah satu penyebab masuknya penyakit virus Corona 2019 (coronavirus disease 2019 atau Covid-19) ke Jakarta. Menurut artikel yang dimuat pada 3 Maret 2020 itu, narasi tersebut berasal dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi.
Dalam artikel yang berjudul "MUI Sebut Konsumsi Babi Sebab Masuknya Corona di DKI" itu, Muhyiddin menuturkan bahwa penyebaran virus Corona merupakan teguran dari Tuhan. Sebab, banyak orang di wilayah yang terdampak virus tersebut, termasuk Jakarta, masih memakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam, seperti babi.
"Kalau dari sisi agama kita mengatakan teguran, karena tidak boleh orang itu makan yang haram. Makanan yang dilarang agama itu akan menimbulkan penyakit, seperti darah manusia, babi, binatang masih hidup," kata Muhyiddin seperti dikutip dari Tagar.id.
Artikel itu pun diamplifikasi oleh situs Indonesiakininews.com dengan mengganti judulnya menjadi "MUI: Coronavirus Adalah Penyakit mematikan, Teguran Dari Allah, Penyebabnya Adalah Makan Babi". Isi artikel tersebut sama persis dengan artikel yang dimuat oleh Tagar.id.
Apa benar konsumsi babi merupakan salah satu penyebab masuknya Covid-19 ke Jakarta?
PEMERIKSAAN FAKTA
Klaim dari Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi itu tidak berdasarkan penelitian dari para ahli terkait penularan Covid-19 yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019 tersebut. Berikut ini fakta-fakta yang bisa membantah bahwa konsumsi babi tidak termasuk dalam penyebab tersebarnya virus Corona itu, termasuk di Jakarta:
Tertular dari WN Jepang
WNI di Indonesia yang pertama terjangkit Covid-19 adalah seorang wanita berusia 31 tahun (pasien 01) yang kemudian menular ke ibunya yang berusia 64 tahun (pasien 01). Dikutip dari arsip berita Tempo, pasien 01 diketahui tertular dari seorang wanita berkewarganegaraan Jepang di salah satu restoran di Jakarta pada 14 Februari 2020. Acara itu dihadiri oleh sekitar 50 orang dari berbagai negara. Mereka tergabung dalam sebuah komunitas yang secara periodik melakukan kegiatan dansa.
Sebelumnya, seperti dilansir dari Tirto.id, terdapat seorang warga negara Jepang di Malaysia yang dinyatakan positif terinfeksi virus Corona 2019 pada 28 Februari 2020 setelah berkunjung ke Indonesia. Pasien yang berusia 41 tahun tersebut mengalami gejala demam dan mulai dirawat di rumah sakit pada 17 Februari 2020. Akhirnya, tes deteksi Covid-19 digelar. Pasien itu dikonfirmasi positif terinfeksi virus Corona 2019 pada 27 Februari 2020.
Virus berasal dari kelelawar
Dilansir dari Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat, virus Corona adalah keluarga besar virus yang umum ditemukan pada manusia dan berbagai hewan, seperti unta, sapi, kucing, dan kelelawar. Tiga jenis virus Corona yang berasal dari hewan yang dapat menginfeksi manusia adalah MERS-CoV, SARS-CoV, dan SARS-CoV-2 (virus Corona 2019 penyebab Covid-19). SARS-CoV-2 adalah betacoronavirus, seperti MERS-CoV dan SARS-CoV. Ketiga virus ini berasal dari kelelawar.
Wabah Covid-19 yang bermula di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, pada akhir Desember 2019 diduga berasal dari pasar hewan hidup dan makanan laut di sana, yang memungkinkan adanya penularan dari hewan ke manusia, lalu meluas menjadi manusia ke manusia. Saat ini, virus Corona 2019 sudah menyebar di 70 negara.
Tim CekFakta Tempo pernah mengkonfirmasi Guru Besar Biologi Molekular Universitas Airlangga Surabaya, Chairul Anwar Nidom, mengenai klaim palsu bahawa virus Corona 2019 adalah hasil perkawinan virus kelelawar dan virus babi. Menurut dia, struktur virus Corona 2019 mirip dengan SARS-CoV dan virus Corona pada kelelawar (bat-CoV).
Namun, dalam virus Corona 2019, terdapat potongan kecil DNA/RNA yang sangat berbeda dengan kedua virus itu sehingga virus Corona 2019 memiliki cluster yang berada di luar kedua virus tersebut. Potongan kecil itu bisa berasal dari berbagai hewan, salah satunya babi. "Tapi, hasil analisis saat ini, tidak ada unsur babi," katanya pada 29 Januari 2020.
Sejumlah peneliti menduga material genetik virus Corona 2019 merupakan rekombinasi dari material genetik virus yang berasal dari kelelawar dan ular. Namun, dilansir dari arsip berita Tempo, terdapat ilmuwan yang mengemukakan dugaan baru bahwa trenggiling yang menjadi hewan perantara virus itu melompat ke manusia.
Penularan Covid-19 melalui tetesan air liur atau lendir
Dilansir dari Harvard Health Publishing, virus Corona 2019 tidak menular lewat konsumsi daging babi. Virus ini menyebar dari satu orang ke orang lainnya melalui tetesan air liur atau lendir saat orang yang terinfeksi Covid-19 batuk atau bersin. Partikel virus dalam tetesan air liur atau lendir itu dapat dihirup, mendarat di permukaan yang disentuh seseorang, atau berpindah saat berjabat tangan atau berbagi minuman dengan seseorang yang terinfeksi Covid-19.
Babi bisa membawa virus, tapi bukan virus Corona 2019
Babi bisa membawa sejumlah virus, tapi bukan virus SARS-CoV-2 atau virus Corona 2019 yang menyebabkan Covid-19. Dilansir dari BBC, salah satu virus yang dibawa oleh babi adalah virus H1N1 yang menyebabkan flu babi. Virus ini sejenis dengan virus penyebab flu musiman yang biasa menyerang manusia. Namun, virus H1N1 mengandung unsur genetika yang juga ditemukan dalam jenis virus khusus yang menyerang manusia, burung, dan babi. Walaupun berasal dari babi, virus ini sudah menjadi penyakit yang menyerang manusia dan bisa menyebar dari orang ke orang lewat batuk maupun bersin. Pandemi global flu babi pernah terjadi pada 2009-2010.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa konsumsi babi merupakan salah satu penyebab masuknya Covid-19 ke Jakarta keliru. Covid-19 menyebar di Indonesia karena ada WNI yang melakukan kontak dengan warga negara asing yang sebelumnya telah terpapar virus Corona 2019. Sejauh ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa babi hanya membawa satu virus yang bisa menular pada manusia, yakni virus H1N1 penyebab flu babi.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id