Keliru, Asap Putih dari Pesawat adalah Chemtrail yang Sebarkan Virus dan Senjata Biologi

Rabu, 23 Februari 2022 15:39 WIB

Keliru, Asap Putih dari Pesawat adalah Chemtrail yang Sebarkan Virus dan Senjata Biologi

Sejumlah unggahan tentang chemtrail yang membombardir Jakarta, Bandung dan Pulau Jawa, kembali banyak dibagikan dalam sepekan terakhir. Chemtrail itu diklaim menyebabkan warga sakit flu, demam hingga mengaitkannya sebagai senjata biologi.

Unggahan tersebut terdiri dari sejumlah video yang menampakkan jejak asap putih yang ditinggalkan oleh pesawat. “Hati² dengan hujan virus baru,” tulis salah satu akun Facebook yang membagikan unggahan itu pada 20 Februari 2022.

Unggahan teks lain menyebar dengan narasi, “Banyak pesawat yang lewat emang sengaja menyebar racun chemtrail. Gejala keracunan chemtrail demam, badan linu, batuk, flu, diare, badan gatal gatal dll.”

“Perlu diketahui Chemtrail adalah cara penyebaran virus atau senjata Biologi lewat udara. Pernah mendengar langsung dari ahli pesawat. Bahwa ketinggian pesawat kurang atau dibawah 10.000 kaki tak pernah mengeluarkan asap. Kecuali Chemtrail,” tulis akun lainnya.

Tangkapan layar unggahan video dengan klaim asap putih dari pesawat adalah chemtrail yang sebarkan virus dan senjata biologi

Advertising
Advertising

PEMERIKSAAN FAKTA

Narasi mengenai chemtrail telah menjadi teori konspirasi di berbagai belahan dunia, jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Konspirasi umum yang beredar di media sosial bahwa chemtrail adalah bentuk operasi rahasia yang menginjeksikan bahan kimia berbahaya di udara melalui pesawat dengan cara membentuk gumpalan.

Saat dunia dilanda pandemi, teori konspirasi kemudian menghubungkan bahwa virus penyebab Covid-19 disebarkan sengaja melalui chemtrail. Bahkan beberapa foto dikaitkan dengan penyebaran varian Omicron. Dalam artikel ini, Tempo pernah membantah bahwa foto-foto yang dibagikan di media sosial adalah chemtrail untuk menyebarkan varian omicron.

Menurut Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Urip Haryoko, jejak asap putih yang ditinggalkan pesawat sebenarnya adalah condensation trails atau sering disingkat sebagai contrails. Contrails adalah fenomena yang terjadi di udara akibat emisi dari mesin jet pesawat terbang yang bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah.

Proses pembentukan contrails diinisiasi oleh emisi uap air pada temperatur tinggi dari mesin jet pesawat terbang yang dengan cepat bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah. Pertemuan ini berturut-turut dilanjutkan dengan proses kondensasi (perubahan uap air menjadi air) dan proses sublimasi (air menjadi kristal es).

“Proses ini dapat disetarakan dengan proses pembentukan awan,” Ujar Urip, dikutip dari laman BMKG.

Urip menyebut bahwa hingga hari ini belum ada laporan resmi atau publikasi ilmiah yang menyebut dampak buruk contrails. Salah satu kajian juga menunjukkan klaim bahwa chemtrail mengandung zat berbahaya juga tidak benar.

Penelitian, kata Urip, juga menunjukkan, mustahil bagi virus hidup di ketinggian tertentu. Sebab proses pembentukan unsur patogen (berbahaya) dari virus SARS-CoV-2 berkurang pada lokasi dengan elevasi tinggi.

“Hal ini disebabkan karena virus tidak dapat bertahan lama pada lingkungan seperti ini karena minimnya lapisan oksigen. Contrails biasanya nampak pada ketinggian 7.000 meter sampai dengan 13.000 meter dengan lapisan oksigen yang sangat tipis,” ungkap Urip

Demikian juga dengan keberadaan sinar ultraviolet (UV) di udara dapat mematikan virus SARS-CoV-2 sehingga tidak dapat menyebar secara luas dan sampai ke permukaan.

Tempo pernah membantah bahwa asap putih yang ditinggalkan oleh pesawat adalah chemtrail dalam artikel ini.

Ahli Ilmu Iklim dan Teknologi Energi dari Harvard School of Engineering and Applied Sciences, David Keith menulis, jika ada contrails pesawat "terlihat berbeda" atau "berperilaku aneh" pertimbangkan bahwa jejak kondensasi pesawat biasa (contrails) terkadang tahan lama dan tampilannya dapat berubah tiba-tiba di sepanjang jalur penerbangan saat pesawat terbang melalui daerah dengan suhu yang berbeda dan kelembaban.

“Ini dipahami dengan baik dan telah ditunjukkan oleh pengamatan di lapangan dan oleh penelitian ilmiah yang dilakukan oleh ribuan orang selama beberapa dekade.”

Menurut Keith, jika memang ada program skala besar yang membuang material dari pesawat pada skala yang dijelaskan, harus ada program operasi yang besar untuk memproduksi, memuat dan menyebarkan material.

“Itu akan membutuhkan ribuan atau mungkin puluhan ribu orang. Akan sangat sulit untuk merahasiakan program seperti itu karena akan sangat mudah bagi satu orang dalam program untuk mengungkapkannya menggunakan dokumen yang bocor, foto, atau perangkat keras yang sebenarnya,” tulis Keith dalam laman David Keith’s Research Group.

Apalagi, jika program tersebut dimaksudkan untuk merugikan sesama warganya—seperti yang dituduhkan oleh orang-orang yang percaya pada konspirasi chemtrails—maka orang-orang yang bekerja dalam program tersebut akan memiliki motivasi pribadi yang sangat kuat untuk mengungkapkannya.

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan berbagai narasi yang menghubungkan bahwa asap putih yang ditinggalkan pesawat adalah chemtrail yang menimbulkan flu, demam dan senjata biologi adalah keliru.

TIM CEK FAKTA TEMPO