Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoax] Benarkah 100 Anak Korban Gempa Palu Membutuhkan Adopsi?

Rabu, 10 Oktober 2018 08:34 WIB

[Fakta atau Hoax] Benarkah 100 Anak Korban Gempa Palu Membutuhkan Adopsi?

Jumlah korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah mencapai 2.010 orang. Ini angka yang dikumpulkan Posko Komando Tugas Gabungan Terpadu hingga Selasa, 9 Oktober 2018.

Seorang anak korban gempa dan tsunami berdiri mengharapkan sumbangan dari pengendara yang lewat di Palu, Sulawesi Tengah, Senin, 8 Oktober 2018. Pengungsi korban gempa dan tsunami di Kota Palu hingga kini masih membutuhkan dan mengharapkan bantuan dari pihak luar. ANTARA

“Korban tewas ditemukan di beberapa kabupaten dan kota,” kata Kepala Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan tertulisnya 9 Oktober 2018.

Yakni, 1.601 orang di Palu, 171 orang di Donggala, 222 orang untuk Sigi, dan 15 orang di Parigi Moutong serta ada 1 orang di Pasangkayu, Sulawesi Barat.

Baca juga: Beredar Hoax Adopsi Anak Korban Gempa Palu, Ini Imbauan KPAI

Korban luka-luka mencapai  10.679 orang.  Korban hilang akibat gempa dan tsunami yang terjadi 28 September 2018  sebanyak  671 orang. Sedangkan kerusakan rumah tercatat 67.310 unit.  Jumlah pengungsi mencapai 74.044 orang di Sulawesi Tengah dan 8.731 orang di luar Sulawesi Tengah.

Pada saat bantuan kepada ribuan korban mengalir ke Sulawesi Tengah,  sejumlah informasi yang menawarkan adopsi terhadap ratusan anak korban bencana beredar di media sosial.

Di Facebook, informasi tersebut dilengkapi dengan sejumlah foto bayi dan balita. Seperti akun Christian Ferdanandes. Pada 5 Oktober 2018, ia mengunggah foto seorang bayi dengan tulisan:

“Bantu share dari grup sebelah. Siapa tahu ada yang mau adopsi anak dari Palu, ada 100 lebih anak bayi di tempat penampungan di Antang. Korban Gempa Palu yg sdh tak ada orang tuanya.”

Akun Tesar Risaldi di Facebook mengunggah informasi serupa, lengkap dengan nama dan Noor telepon yang bisa dihubungi:

“Saudara saudara ku yg terkasihi oleh Tuhan Yesus Kristus dan saudara saudara ku yg di luar kristiani. Yg ingin adopsi anak atas bayi korban Gempa,Stunami palu,Donggala kami dari TNI AU Makassar yg saat ini Bertugas di palu mengamankan para korban palu ikut serta sherr untuk mengadopsi anak" bayi korban yg ada di palu. Bagi yg berhati muliah rela mengadopsi anak" bayi korban gempa, Stunami palu, Donggala silahkan di hubungi ibu Ilmi di bawah ini no hp tertera.”

Lalu ada pula akun AlfatihCell Tanjung, yang menyebarkan informasi pada 7 Oktober  2018. Ia menyertakan foto seorang polwan bersama puluhan anak-anak di tenda pengungsian. Ia menulis:

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Siapa tau ada keluarga kita yg mau adopsi anak dr Palu, ada 100 lbh anak bayi di tempat penampungan di Antang, Korban Gempa Palu yg sdh tdK ada orngtuanya.  Ibu Ilmi Hub: 081343538888. Tolong disebar.”

Informasi ini juga menyebar di WhatsApp berbagai grup.

Kabar bohong (hoax) soal adopsi 100 bayi dan anak-anak korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah menyebar di berbagai Whatsapp grup.  

Simak juga: Kenapa Gempa, Tsunami, Likuifaksi Bisa Terjadi Bersamaan di Palu?

Penelusuran Fakta

Viralnya informasi tersebut menyebabkan sejumlah warga mendatangi posko pengungsi Yayasan Akar Panrita di Jalan Antang Makassar, Sulawesi Selatan. Akan tetapi pihak yayasan ternyata tidak membuka adopsi anak korban gempa Palu. Berita terkait warga yang tertipu hoaks adopsi anak bisa dilihat di sini.

Kepolisian kemudian menyelidiki nomor telepon yang mengatasnamakan Ibu Ilmi seperti yang tersebar di media sosial. Wakapolrestabes Makassar, AKBP Hotman CF Sirait mengatakan, nama dan nomor telepon Ibu Ilmi ternyata dicatut dalam hoaks itu.

“Ibu Ilmi ini sudah masukkan laporan ke Polrestabes Makassar karena merasa dirugikan oleh pelaku yang memposting dan memviralkan soal tawaran adopsi 100 anak pengungsi itu mencatut nama dan nomor ponselnya,” kata Hotman.

Hingga Minggu, 7 Oktober 2018, polisi belum berhasil mengungkap pembuat dan penyebar hoaks tersebut.

Dari penelusuran foto juga diketahui, bahwa foto polisi wanita (polwan) bersama anak-anak di tenda pengungsian tidak terkait dengan bencana di Palu. Foto tersebut diambil saat polwan Polres Lombok Timur memberikan trauma healing untuk anak-anak korban gempa di Lombok Timur pada 8 Agustus 2018.

Salah satu akun di Facebook yang menyebarkan kabar bohong (hoax) soal adopsi 100 bayi dan anak-anak korban gempa Palu dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 [Dok. Istimewa]

Menanggapi beredarnya hoaks adopsi tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar semua pihak memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang terpisah dari orang tuanya saat terjadi tsunami dan gempa Palu.

“Semua pihak harus memastikan setiap anak mendapatkan perlindungan dalam situasi bencana,” kata Wakil Ketua KPAI, Rita Pranawati saat dihubungi oleh Tempo, Senin, 8 Oktober 2018.

Setelah bencana, anak-anak seringkali belum dapat ditanyai dengan jelas identitasnya, apalagi anak-anak usia balita. KPAI mencatat ada 67 anak kehilangan orang tua yang terdaftar di Dinas Sosial Makassar dan 29 anak terdaftar di Sekretariat Bersama Perlindungan Anak.

“Saat ini masih berlangsung proses identifikasi anak-anak sekaligus proses penelusuran keluarga,” ujarnya.

Komisioner Bidang Pengasuhan KPAI, Rita juga mengungkapkan jika proses penelusuran keluarga tidak mendapatkan hasil, maka anak-anak yang kehilangan orang tua akan diberlakukan pengangkatan anak dan atau pengasuhan oleh orang tua angkat.

“Kami tidak menyarankan hal ini,” kata Rita. Jika orang tua tidak ada, maka keluarga sampai dengan derajat ketiga yang berhak mengasuh anak yang terpisah dari orang tuanya akibat gempa Palu.

Tetapi, jika tidak ada, baru alternatif pengasuhan berbasis keluarga oleh orang tua asuh, pengasuhan oleh wali, pengasuhan oleh orang tua angkat yang kesemuanya perlu didaftarkan ke Dinas Sosial. “Ini keputusan terakhir.”

Simak juga: Polisi Tangkap 91 Tersangka Penjarahan Setelah Gempa Palu

Proses pengangkatan anak memerlukan waktu sekitar dua tahun. Pemerintah ingin memastikan bahwa pengalihan pengasuhan anak secara permanen akan berlangsung dengan baik.

“Termasuk jika orang tua angkatnya kelak tiada.”

Kesimpulan

Dari penelusuran fakta tersebut, disimpulkan bahwa informasi pembukaan adopsi anak korban gempa dan tsunami Palu adalah salah atau hoax.

 

IKA NINGTYAS