Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoax] Benarkah Indonesia Bisa Dilanda Gempa Maha Dahsyat?

Kamis, 4 Oktober 2018 13:08 WIB

[Fakta atau Hoax] Benarkah Indonesia Bisa Dilanda Gempa Maha Dahsyat?

Sejumlah informasi yang menyebutkan gempa besar bakal mengancam Pulau Jawa bertebaran di media sosial. Hal ini setelah gempa dengan magnitudo 7,7 terjadi di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada Jumat 28 September 2018. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah hingga Selasa 2 Oktober pukul 13.00 WIB mencapai 1.234 orang.

Kabar adanya ancaman gempa di Jawa tersebut beredar di Facebook. Informasi paling banyak bersumber dari suarabmi.com, situs yang menyediakan informasi mengenai tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Screenshot suarabumi.com yang melakukan disinformasi soal ancaman gempa dahsyat di Indonesia di Facebook pada 3 Oktober 2018. [Dok. Istimewa]

Berita pertama suarabmi.com yang menjadi viral yakni berjudul Peneliti Asing Prediksi Indonesia Bisa Dilanda Gempa Bumi Maha Dahsyat 9,5 SR. Berita itu telah dibagikan sebanyak  16,4 ribu kali di Facebook hingga Rabu 3 Oktober 2018.

Berita kedua berjudul Gempa 8,7 SR Diprediksi Bakal Muncul dari Selat Sunda yang dipublikasikan 30 September 2018 telah dibagikan di Facebook sebanyak 3,7 ribu kali.

 

Penelusuran Fakta

Berita pertama suarabmi.com tersebut sebenarnya adalah berita lama yang dipublikasikan pada 21 September 2017. Berita itu mengutip pernyataan peneliti sekaligus pakar geologi dari Brigham Young University, Profesor Ron Harris dalam sebuah diskusi terkait mitigasi bencana gempa bumi di Jakarta.

Ron Harris mengatakan gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 berpotensi terulang di selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Adanya pergeseran lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia yang akan terjadi cukup berpotensi untuk menimbulkan gempa dengan kekuatan di atas 9 skala Richter.

“Potensi itu cukup membuat gempa berkekuatan 9,1 skala richter, atau mungkin 9,2, atau bahkan 9,5,” kata Harris.

Dalam penelusuran Tempo, diskusi yang menghadirkan Ron Harris itu memang terjadi pada 4 Agustus 2017 di Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jakarta. Dalam berita Tempo yang dikutip dari Antara, Ron Harris menjelaskan, bahwa siklus gempa di Indonesia saat ini dalam fase "terbangun dari tidur".

Pola gempa yang terjadi berdasarkan catatan sejarah, kata Ron Harris, mulai dari fase tidur sejak 1900, kemudian fase bangun pada 1920, dan tertidur lagi pada 1940, terbangun pada 1960, tertidur kembali pada 1980, dan mulai dalam fase bangun kembali pada 2000.

Fase "bangun" gempa bumi di Indonesia diawali dengan gempa bumi berkekuatan 9,2 skala Richter yang menyebabkan tsunami di Aceh pada 2004. Sebelumnya tidak ada gempa bumi besar setelah 111 tahun terjadi letusan Gunung Krakatau pada 1883. Yang kemudian terjadi gempa bumi dan tsunami pada 1994 di Banyuwangi.

"Tidak ada gempa bumi besar yang terjadi selama 111 tahun setelah Krakatau. Orang Indonesia hidup dalam masa tanpa aktivitas gempa bumi dan tsunami," kata dia saat itu.

Kemudian pada berita kedua, meski dipublikasikan pada 30 September 2018, namun materi berita diambil dari cuitan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho di Twitter pada Maret 2018. Selain itu, juga mengutip informasi dari laman BMKG yang dipublikasikan 2 Maret 2018.

Dari penelusuran Tempo pada akun twitter, Sutopo Purwo Nugroho memang benar menyampaikan cuitan tersebut pada 2 Maret 2018. Cuitan itu untuk menanggapi informasi viral di medsos bahwa Jakarta akan diguncang gempa megathrust 8,7 SR.

Sutopo menjelaskan: “Potensi gempa 8,7 SR tidak akan terjadi di wilayah Jakarta. Tetapi potensi itu ada di Selat Sunda bagian selatan dan selatan Jawa. Jika itu terjadi akan berdampak di Jakarta. Tingkat kesiapsiagaan pemda dan masyarakat Jabodetabek masih rendah dalam menghadapi gempa besar.”

Sementara BMKG saat itu juga mengklarifikasi bahwa informasi viral saat itu bermula dari sarasehan Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA).

Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA) berinisiatif menyelenggarakan diskusi dengan Pemprov DKI untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi gempa bumi. Hary menambahkan bahwa waktu terjadinya gempa yang akan mengancam Jakarta tak dapat diprediksi.

"Meski para ahli mampu menghitung perkiraan magnitudo maksimum gempa di zona megathrust, akan tetapi teknologi saat ini belum mampu memprediksi dengan tepat, apalagi memastikan kapan terjadinya gempa megathrust tersebut.” Kata Hary Tirto Djatmiko selaku Kabag Humas BMKG.

Dua mobil terjebak di antara jalanan yang amblas akibat gempa di Kelurahan Balaroa, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Senin, 1 Oktober 2018. Fenomena likuifaksi yang terjadi saat gempa di Palu mengakibatkan sejumlah rumah di kawasan Balaroa dan Petobo seperti hilang tertelan bumi. REUTERS/Beawiharta

Gempa memang berpotensi terjadi Indonesia. Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, kepada Tempo 23 Desember 2017, pernah menjelaskan, secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang lempeng pasifik yang merupakan lempeng tektonik paling aktif di dunia. Zona ini memberikan kontribusi sebesar hampir 90 persen dari kejadian gempa di bumi dan hampir semuanya merupakan gempa besar di dunia.

Menurut BNPB, kondisi kegempaan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh empat lempeng tektonik utama yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Filipina. Beberapa sesar yang memberikan potensi gempa yang cukup besar juga ditemukan baik yang berada di laut maupun di darat seperti sesar Sumatera, Palu-Koro,  Maluku, dan Sorong.

Karena waktu gempa tidak dapat diprediksi, BNPB engingatkan agar masyarakat mewaspadai gempa-gempa di Indonesia bagian timur yang kondisi seismisitas dan geologinya lebih rumit dengan kerentanan yang lebih tinggi.

Kesimpulan

Dari penelusuran fakta tersebut, disimpulkan bahwa berita yang dipublikasikan suarabumi.com memang benar. Akan tetapi pemuatan berita suarabumi.com juga tidak utuh menjelaskan mengenai konteks dari munculnya potensi gempa megathrust di Indonesia dan upaya mitigasi yang harus dilakukan masyarakat. Viralnya dua berita tersebut saat ini —setelah gempa di Sulawesi Tengah, justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

IKA NINGTYAS