[Fakta atau Hoaks] Benarkah Kepala BPIP Usulkan Ganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila?
Jumat, 21 Februari 2020 16:39 WIB
Klaim bahwa Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengusulkan untuk mengganti ucapan Assalamualaikum dengan salam Pancasila beredar di media sosial. Klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Instagram Asrul Hamzah, @asrulhamzah16hb, pada Kamis, 20 Februari 2020.
Akun ini membagikan gambar tangkapan layar artikel dari situs Demokrasi News yang berjudul "Ketua BPIP Usulkan Ganti Assalamu’alaikum dengan Salam Pancasila". Akun Asrul Hamzah pun menulis caption, "Lu aja yang pakai salam Pancasila, Pak. Gue mah tetap ikut ajaran Islam."
Artikel tersebut memang dipublikasikan di situs Demokrasi News yang beralamat di Demokrasi.co.id pada tanggal yang sama. Di dalamnya termuat penjelasan dari Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengenai perlunya salam Pancasila di ruang publik sebagai titik temu antara salam dari masing-masing agama di Indonesia.
"Kalau kita salam setidaknya harus ada lima sesuai agama-agama. Ini masalah baru kalau begitu. Kini sudah ditemukan oleh Yudi Latif atau siapa dengan salam Pancasila. Saya sependapat," kata Yudian. Situs Demokrasi News menyebut bahwa artikel itu dikutip dari berita di Detik.com tanpa memberikan tautannya.
Judul artikel yang serupa juga dimuat oleh sejumlah situs. Hal itu bisa diketahui dengan memasukkan kata kunci "salam Pancasila Ketua BPIP" ke mesin perambah Google. Sejumlah situs yang memuat artikel dengan judul tersebut adalah Gelora.co, Pojok Satu, dan Suara Nasional.
Bagaimana sebenarnya konteks pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi?
PEMERIKSAAN FAKTA
Tim CekFakta Tempo mengecek artikel wawancara Detik.com dengan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang menjadi rujukan dari situs-situs di atas. Wawancara itu didokumentasikan dalam sebuah video yang diunggah oleh Detik.com pada Rabu 12 Februari 2020 pada artikel yang berjudul "Blak-blakan Prof Yudian Wahyudi: Kepala BPIP Sebut Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila".
Tempo pun mendengarkan seluruh isi wawancara yang berdurasi sekitar 39 menit itu. Wawancara itu mengulas tentang refleksi atas masalah kebangsaan terkini, tantangan hidup bermasyarakat di era Reformasi, praktek nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru dan sekarang, serta bagaimana BPIP bekerja untuk membumikan nilai Pancasila tersebut ke dalam kehidupan masyarakat.
Framing yang dilakukan oleh sejumlah situs tentang "usulan mengganti Assalamualaikum dengan salam Pancasila" berasal dari menit 29:05 video tersebut. Dialog itu dimulai dengan pertanyaan dari host terkait dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1978-1983, Daoed Joesoef. Pertanyaan itu merupakan lanjutan dari dialog sebelumnya tentang bagaimana mewujudkan persatuan di tengah kemajemukan agama.
"Saya teringat dengan catatan Prof. Daoed Joesoef, mantan Mendikbud. Dia orang Aceh, muslim. Tapi, ketika menjadi menteri, tidak pernah sekalipun mengucapkan Assalamualaikum di hadapan publik. Tapi, ketika pribadi, dia fasih betul. Mungkinkah nilai-nilai semacam Daoed Joesoef itu diterapkan lagi oleh pejabat kita?" demikian pertanyaan yang dilontarkan oleh host Detik.com itu.
Merespon pertanyaan itu, Yudian menjelaskannya panjang lebar. Menurut dia, sebelum era Reformasi, ucapan "selamat pagi" sebenarnya lebih umum dipakai di acara publik sebagai salam nasional. Tapi kebiasaan itu luntur setelah Reformasi, dan ucapan salam di acara publik lebih sering memakai "Assalamualaikum" meskipun dihadiri oleh pemeluk agama non-Islam.
Lalu, muncul fenomena ucapan salam lima agama, yang belakangan juga menimbulkan masalah baru, seperti munculnya protes dari ulama yang menolak ucapan umat Kristen, "shalom". Yudian menjelaskan bahwa apa yang diterapkan Daoed Joesoef relevan untuk mengatasi masalah saat ini. Menurut dia, perlu ada kesepakatan nasional terkait ucapan salam di acara publik.
Berikut ini jawaban lengkap Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang ditranskrip dari video wawancara Detik.com:
"Dulu, kita sudah mulai nyaman dengan selamat pagi. Tapi, sejak Reformasi, diganti dengan Assalamualaikum. Total, maksudnya dimana-mana, tidak peduli deh ada orang Kristen, ada orang Hindu, pokoknya hajar aja. Karena ini mencapai titik ekstremnya, maka sekarang muncul kembali. Kalau salam, harus lima atau enam (sesuai jumlah agama yang diakui di Indonesia). Ini kan jadi masalah baru lagi sebenarnya. Sekarang, sudah ditemukan oleh Yudi Latif atau siapa begitu, yang namanya salam Pancasila itu.
Maksudnya kan sudah sangat jelas. Jadi, salam itu maksudnya mengucapkan permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar selamat. Kalau bahasa Arabnya ya Assalamualaikum. Sekarang, kita ambil contoh, ada hadis, 'Kalau Anda jalan, ada orang duduk, Anda harus mengucapkan salam.' Itu kan maksudnya adaptasi sosial. Sekarang, itu saya ulang. Anda kan sudah di zaman industri, zaman teknologi. Kalau mau membalap pakai mobil, salamnya gimana coba? Kan pakai lampu atau pakai klakson.
Jadi, kita akan menemukan kesepakatan-kesepakatan, katakan haruslah. Kalau sekarang, kira-kira untuk mempermudah, kita perlukan kembali seperti yang dikatakan Pak Daoed Joesoef. Di dalam public service, cukup dengan kesepakatan nasional. Misalnya, salam Pancasila, umpama. Ini yang perlu dipikirkan hari-hari ini, daripada ribut itu para ulama, 'Kalau kamu ngomong shalom, itu berarti kamu jadi orang Kristen.' Karena yang begitu-begitu sensitif bagi muslim.
Padahal, mendoakan orang kan boleh-boleh aja. Wong Nabi Muhammad saja pernah mendoakan raja Kristen kok. Dia meninggal, didoakan, disalati oleh Nabi. Ada unsur kemanusiaannya di situ. Kita juga begitu. Mestinya, ngomong 'shalom' ke orang Kristen tidak ada masalah teologis wong itu hanya untuk menyampaikan supaya kita damai kok. Bagi orang Kristen, mengucapkan salam kan juga tidak menjadi bagian keyakinan teologisnya. Itu kan katakan kode etik sosial yang tidak masuk ke dalam akidah. Kalau kita bisa pahami itu kan tidak ada masalah."
Dari jawaban tersebut, terlihat bahwa pernyataan Yudian baru sekadar wacana untuk merespon pertanyaan wawancara terkait problem yang tengah dihadapi oleh bangsa ini. Selain itu, Yudian tidak menitikberatkan ucapannya pada salam umat Islam, Assalamualaikum, melainkan juga pada salam umat Kristen. Hal itu ditegaskan dalam pernyataan berikut:
"Mestinya, ngomong 'shalom' ke orang Kristen tidak ada masalah teologis wong itu hanya untuk menyampaikan supaya kita damai kok. Bagi orang Kristen, mengucapkan salam kan juga tidak menjadi bagian keyakinan teologisnya. Itu kan katakan kode etik sosial yang tidak masuk ke dalam akidah. Kalau kita bisa pahami itu kan tidak ada masalah."
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengusulkan untuk mengganti ucapan Assalamualaikum dengan salam Pancasila adalah klaim yang menyesatkan. Narasi itu diambil dari sebagian kecil wawancara Detik.com dengan Yudian pada 12 Februari 2020 yang menghilangkan konteks sebenarnya dari keseluruhan isi wawancara. Pernyataan Yudian itu pun baru sekadar wacana yang bukan merupakan usulan kelembagaan.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id