[Fakta atau Hoaks] Benarkah Mendikbud Nadiem Makarim Bagikan Buku Ajar Penghayat Kepercayaan untuk Deislamisasi?
Jumat, 1 November 2019 09:12 WIB
Kabar yang menyebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membagikan buku ajar khusus untuk anak penghayat kepercayaan sebagai bagian dari deislamisasi Indonesia beredar di media sosial. Informasi itu diunggah oleh akun Hazif Muqri di Facebook pada Jumat, 25 Oktober 2019.
Akun Hazif menulis, “Tahu enggak, kenapa Mendikbud Nadiem Makarim akan memberikan buku-buku khusus anak-anak penghayat kepercayaan? Itu karena dia pengen menuntaskan proyek sekulerisasi yang juga sebagai proyek deislamisasi Indonesia. Umat Islam harus mewaspadai ini. Jadi teringat sama ucapannya Pak Din Syamsuddin. Kalo Jokowi terpilih kembali, kita enggak tahu, apakah umat Islam masih ada atau tidak. Semoga aja kita semua masih ada.”
Untuk melengkapi narasinya, akun Hazif menyertakan dua gambar tangkapan layar berita. Gambar tangkapan layar pertama berisi tentang rencana Kemendikbud memberikan buku khusus untuk anak-anak penghayat kepercayaan. Berita itu disebut bersumber dari laman Detik.com.
Sementara gambar tangkapan layar kedua berisi tentang pernyataan Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) soal pemilihan Nadiem yang disebut sebagai tahap akhir dari proyek sekulerisasi sebagai deislamisasi Indonesia. Berita itu disebut berasal dari situs IDtoday.co.
Benarkah Mendikbud Nadiem Makarim memberikan buku khusus untuk anak-anak penghayat kepercayaan sebagai bagian dari proyek sekulerisasi untuk deislamisasi Indonesia?
PEMERIKSAAN FAKTA
Lewat pencarian di mesin perambah Google, Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa benar Detik.com pernah mempublikasikan berita yang berjudul "Kemendikbud Akan Berikan Buku Ajar Khusus untuk Anak Penghayat Kepercayaan" pada 24 Oktober 2019.
Berita itu adalah hasil wawancara Detik.com dengan Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kemendikbud, Christriyati Ariani. Menurut berita tersebut, buku ajar itu memuat sejumlah materi yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak penghayat kepercayaan, seperti ketuhanan, alam semesta, hingga penghormatan.
Namun, buku itu dicetak sebelum Nadiem Makarim ditunjuk dan dilantik sebagai Mendikbud oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 23 Oktober 2019. Bahkan, buku tersebut sudah ditandatangani dan diberi pengantar oleh Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy .
Selain itu, buku ajar tersebut merupakan tindak lanjut dari peraturan terkait pendidikan kepercayaan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Mendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kemendikbud mencatat ada 187 organisasi penghayat kepercayaan di Indonesia. Sementara itu, warga negara Indonesia yang tercatat sebagai penghayat kepercayaan mencapai 12 juta orang.
Peraturan Mendikbud itu lahir untuk menjawab adanya diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan dalam layanan pendidikan. Dikutip dari petunjuk teknis sosialisasi Peraturan Mendikbud Nomor 27 Tahun 2016, contoh diskriminasi yang terjadi adalah siswa penghayat kepercayaan tidak dapat naik kelas karena tidak mengikuti pelajaran agama yang resmi diakui oleh pemerintah ataupun dipaksa untuk mengikuti mata pelajaran agama yang diakui oleh pemerintah.
Selain dalam layanan pendidikan, perlakuan diskriminatif yang dirasakan penghayat kepercayaan biasanya terkait pelaksanaan hak-hak sipil, seperti pelayanan pencatatan perkawinan, pendirian sasana sarasehan, pengisian kolom agama di KTP, serta proses pemakaman dan penyelesaian perselisihan. Oleh karena itu, empat pemeluk agama lokal pernah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
Hasilnya, pada 7 November 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap Pasal 61 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 65 ayat 1 dan ayat 5 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Selama ini, aturan itu menjadi dasar pemerintah untuk mengosongkan kolom agama di KTP dan KK para penganut kepercayaan. MK menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi jika frasa agama di dalamnya tak dimaknai, termasuk kepercayaan.
Dengan demikian, kebijakan memberikan buku ajar khusus untuk anak-anak penghayat kepercayaan merupakan salah satu pelaksanaan dari Peraturan Mendikbud Nomor 27 Tahun 2016. Langkah ini ditempuh untuk menghilangkan diskriminasi terhadap siswa penghayat kepercayaan dalam layanan pendidikan. Buku ini pun telah dicetak Kemendikbud sebelum Nadiem Makarim ditunjuk sebagai Mendikbud yang baru.
Pencetakan buku ajar itu juga tidak relevan dikaitkan dengan pernyataan Guru Besar ITS tentang pemilihan Nadiem Makarim sebagai Mendikbud yang disebut terkait dengan proyek sekulerisasi sebagai deislamisasi Indonesia.
Menurut hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, memang benar bahwa IDtoday.co memuat berita tersebut pada Kamis, 24 Oktober 2019. Berita itu diklaim dicuplik dari artikel Guru Besar ITS, Daniel Mohammad Rosyid, yang berjudul “Deschooling vs Deislamisasi”.
Namun, artikel tersebut bersifat opini. Isinya pun tidak menyinggung mengenai pencetakan buku ajar tersebut bagi penghayat kepercayaan. Adapun IDToday.co tidak mencantumkan susunan dan alamat redaksi sebagai penanggungjawab media sesuai Undang-Undang Pers dan Pedoman Media Siber.
KESIMPULAN
Pemeriksaan fakta di atas menunjukkan bahwa narasi yang mengaitkan pemberian buku ajar khusus untuk siswa penghayat kepercayaan dengan penunjukan Nadiem Makarim sebagai Mendikbud yang disebut Guru Besar ITS sebagai bagian dari deislamisasi Indonesia merupakan narasi yang menyesatkan.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id