Keliru: Klaim Fadli Zon Tidak Ada Bukti Pemerkosaan Massal Pada Peristiwa 1998

Senin, 16 Juni 2025 18:43 WIB

Keliru: Klaim Fadli Zon Tidak Ada Bukti Pemerkosaan Massal Pada Peristiwa 1998

MENTERI Kebudayaan RI, Fadli Zon mengatakan, tidak ada bukti pemerkosaan massal pada 1998. Pernyataan itu disampaikan Fadli Zon dalam wawancara dengan IDN Times yang ditayangkan di YouTube pada 11 Juni 2025.

“Pemerkosaan massal kata siapa itu? Enggak pernah ada proof-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan, ada enggak di dalam buku sejarah itu?” kata Fadli Zon dalam wawancara itu. Uni Lubis selaku pemimpin redaksi telah mengizinkan Tempo mengutip pernyataan Fadli Zon dalam video tersebut.

Wawancara tersebut berkaitan dengan Kementerian Kebudayaan sedang mengerjakan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan pemerintah menargetkan proyek ini rampung pada Agustus nanti. “Kalau itu, itu menjadi domain pada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita enggak pernah tahu, ada enggak fakta keras. Kalau itu kita bisa berdebat,” kata Fadli melanjutkan.

Benarkah tidak ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa 1998 sebagaimana pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon?

PEMERIKSAAN FAKTA

Advertising
Advertising

Tempo memverifikasi pernyataan tersebut melalui arsip Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dokumentasi dan pemberitaan kredibel lainnya. Hasilnya, tidak benar bahwa tidak ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa 1998.

Salah satu dokumen penting yang mengungkap terjadinya pemerkosaan massal pada 1998 adalah temuan Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang diketuai oleh Marzuki Darusman. Dokumen ini dapat diakses melalui website Komnas Perempuan.

TGPF dibentuk berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung, pada tanggal 23 Juli 1998. TGPF terdiri dari unsur-unsur pemerintah, Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia (Komnas HAM), LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Dalam dokumen itu, TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual di Jakarta dan sekitarnya, Medan, dan Surabaya dengan jumlah yang terverifikasi yakni: 52 korban perkosaan, 14 orang korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 orang korban penyerangan atau penganiayaan seksual, dan 9 orang korban pelecehan seksual.

Selain korban-korban kekerasan seksual yang terjadi dalam kerusuhan Mei 1998, TGPF juga menemukan korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei 1998i. Kasus-kasus kekerasan seksual ini ada kaitannya dengan kasus-kasus seksual yang terjadi selama kerusuhan.

Dalam kunjungan ke daerah Medan, TGPF mendapatkan laporan tentang ratusan korban pelecehan seksual yang terjadi pada kerusuhan tanggal 4-8 Mei 1998, lima orang di antaranya telah melapor. Setelah kerusuhan Mei, dua kasus terjadi di Jakarta tanggal 2 Juli 1998 dan dua terjadi di Solo pada tanggal 8 Juli 1998.

Kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 terjadi di dalam rumah, di jalan dan di depan tempat usaha. Mayoritas kekerasan seksual terjadi di dalam rumah atau bangunan. TGPF juga menemukan bahwa sebagian besar kasus perkosaan adalah gang rape, dimana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama. Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain.

Salah satu kesimpulan TGPF yaitu telah terjadi kekerasan seksual, termasuk perkosaan, dalam peristiwa kerusuhan tanggal 13-15 Mei 1998 yang dilakukan terhadap sejumlah perempuan oleh sejumlah pelaku di berbagai tempat yang berbeda dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan. Korban adalah penduduk Indonesia dengan berbagai latar belakang, kebanyakan adalah etnis Cina.

Meskipun ada bukti pelanggaran HAM berat, kasus ini tidak pernah diajukan ke pengadilan. Advokasi terhadap korban kekerasan seksual dan pemerkosaan mendapat ancaman hingga pembunuhan, seperti dialami Ita Martadinata.

Beberapa hari sebelum Ia bersaksi di Perserikatan Bangsa-bangsa, perempuan berusia 18 tahun itu ditemukan tewas di rumahnya pada 9 Oktober 1998, menurut laporan Historia.

Relawan yang waktu itu Direktur Kalyanamitra, Ita F Nadia, menjelaskan detail kasus pemerkosaan yang terjadi di beberapa tempat di Jakarta. Kesaksian Ita F. Nadia dapat disimak di kanal YouTube Tempo edisi 13 Mei 2018.

Pemerkosaan 1998 tersebut melatarbelakangi berdirinya Komnas Perempuan di Indonesia, yang dibentuk melalui Keppres No. 181/1998. Kaitan tragedi pemerkosaan 1998 dengan Komnas Perempuan, dapat dibaca melalui buku Dewi Anggraeni, Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan.

Pada 2015, Komnas Perempuan dan Pemerintah DKI Jakarta meresmikan Memorial Mei 1998 di Pondok Rangon. Melalui media sosial X Komnas Perempuan menjelaskan, Monumen Mei 1998 dibangun sebagai simbol penghormatan pada korban, dan komitmen agar tragedi tidak berulang.

Pernyataan Presiden BJ Habibie

Mantan presiden Bacharuddin Jusuf atau Habibie pada 15 Juli 1998, pernah mengeluarkan pernyataan terbuka atas kasus pelanggaran HAM terhadap perempuan pada kerusuhan 1998. Dalam pernyataan itu, Habibie mengungkapkan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan terhadap perempuan

Mantan juru bicara presiden Habibie, Dewi Fortuna Anwar, mengatakan pernyataan Habibie itu disampaikan saat menerima perwakilan tokoh atau aktivis perempuan di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada 15 Juli 1998. Salah satu tokoh yang hadir adalah Profesor Saparinah Sadli, pelopor Departemen Studi Perempuan di Universitas Indonesia.

“Mereka menyampaikan petisi agar pemerintah mengakui kekerasan yang telah terjadi terhadap perempuan dan meminta pemerintah untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka,” kata Dewi mengkonfirmasi kepada Tempo melalui pesan pendek pada Senin, 16 Juni 2025.

Ketua Tim Relawan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan Mei 1998, Ita Fatia Nadia, mengatakan, dalam pertemuan tersebut 11 perempuan bertemu BJ Habibie dan menyerahkan dokumen, data, fakta mengenai perkosaan Mei 1998. “Dan saya ada di depan Ibu Saparinah membawa fakta dan dokumen itu,” kata Ita pada Webinar yang diunggah oleh akun Youtube IDN Times berjudul Pernyataan Fadli Zon Soal Perkosaan 1998 Menuai Protes Kalangan Aktivis.

Dalam pidato perdananya sebagai presiden di hadapan para anggota DPR, 16 Agustus 1998, Habibie secara gamblang mengatakan bahwa telah terjadi perundungan seksual terhadap kaum perempuan.

“Huru-hara berupa penjarahan dan pembakaran di pusat-pusat pertokoan dan rumah penduduk, bahkan disertai tindak kekerasan dan perundungan seksual terhadap kaum Perempuan. Terutama dari kelompok etnis Tionghoa,” kata Habibie seperti dikutip dari unggahan AP Archive, 22 Juli 2015, menit 02.00-02.19.

Sejumlah lembaga, kelompok masyarakat sipil dan aktivis perempuan menyampaikan keberatannya terhadap pernyataan Fadli Zon dan menuntut agar Fadli meminta maaf dan menarik ucapannya. Komnas Perempuan menyampaikan protesnya lewat unggahan siaran pers di sini dan KontraS di sini.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim tidak ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa 1998 seperti pernyataan Fadli Zon adalah klaim keliru.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menanggapi berbagai kritik yang mengarah padanya usai menyebut peristiwa pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 sebatas rumor belaka. Politikus Gerindra itu menuturkan ia tidak bermaksud menyangkal keberadaan peristiwa kelam tersebut.

Ia hanya ingin menekankan bahwa fakta sejarah harus bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal. Sementara penyebutan kata "massal", menurut dia, masih menjadi perdebatan di kalangan akademik selama dua dekade terakhir. "Apalagi masalah angka dan istilah yang problematik," kata dia melalui keterangan tertulis pada Senin, 16 Juni 2025, sebagaimana telah dimuat oleh Tempo.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id