Keliru: Video Presenter Kompas TV Promosikan Obat Hipertensi
Rabu, 4 Juni 2025 18:38 WIB

Sebuah akun di Facebook [arsip] mengunggah video berlogo Kompas TV pada 27 Mei 2025. Konten itu memuat klaim, Kompas TV menyiarkan wawancara eksklusif dengan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Putranto tentang metode pengobatan hipertensi.
Presenter tersebut menyampaikan, sejumlah orang berunjuk rasa di depan rumah Terawan setelah ia menyampaikan kritik secara terbuka terhadap perusahaan farmasi. Fragmen berikutnya, sosok mirip Terawan muncul dan menyampaikan testimoni terkait metode pengobatan hipertensi dan jantung. “Pemerintah dan mafia farmasi ingin membunuh saya karena saya berani mengungkapkan metode pengobatan hipertensi dan jantung yang efektif.
Benarkah sebenarnya presenter Kompas TV mempromosikan obat kesehatan?
PEMERIKSAAN FAKTA
Verifikasi Tempo menunjukkan bahwa video presenter Kompas TV yang mempromosikan obat hipertensi, merupakan hasil suntingan. Audionya diubah dari versi aslinya menggunakan kecerdasan buatan.
Tempo menelusuri video dengan bantuan pencarian gambar terbalik milik Yandex, pencarian konten di YouTube dan menggunakan alat deteksi kecerdasan buatan.
Video 1
Potongan video yang diambil dari kanal YouTube Kompas TV pada 26 Mei 2025 itu, berjudul Rismon Sianipar Diperiksa sebagai Saksi Kasus Ijazah Jokowi, Begini Situasi di Polda Metro Jaya. Program berita tersebut tidak membahas mengenai metode pengobatan hipertensi yang diklaim ditemukan oleh Terawan Agus Putranto.
Video aslinya membahas tentang laporan Joko Widodo ke Polda Metro Jaya terhadap Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) atas dugaan pencemaran nama baik karena menuduh ijazah Jokowi palsu. Tindak lanjut dari laporan itu, Polda menjadwalkan pemeriksaan anggota TPUA, Rismon Sianipar, sebagai saksi. Sejauh ini, polisi sudah memeriksa 29 saksi dalam kasus ijazah Jokowi.
Video 2
Potongan video berikutnya yang menampilkan fragmen Terawan Agus Putranto, identik dengan video berjudul Menkes Terawan Bentuk Tim Atasi Permasalahan BPJS. Video aslinya itu pernah diunggah oleh akun YouTube CNN Indonesia, 30 Oktober 2019.
Terawan dalam video aslinya tidak membahas soal perusahaan farmasi atau metode pengobatan hipertensi. Saat itu dia membahas beberapa masalah yang melilit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS kesehatan. Posisinya saat itu sebagai Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Maju di masa periode kedua Joko Widodo.
Tempo juga memverifikasi video dengan alat pemindai AI, Hive Moderation. Hasil analisisnya menunjukkan, 92 persen kemungkinan audio dalam video Kompas TV itu telah diubah dengan generator kecerdasan buatan.
Terawan Bukan Ahli Hipertensi
Tempo pernah menulis mengenai profil Terawan yang saat ini menjabat sebagai penasehat khusus Presiden Prabowo Subianto. Ia bukanlah ahli hipertensi, melainkan seorang dokter militer spesialis radiologi.
Terawan adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM). Setelah lulus, Terawan meniti karier di kedokteran militer di bawah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Dikutip dari laman Fakultas Kedokteran UPNVJ, Terawan melanjutkan pendidikan dengan mengambil spesialis Radiologi di Universitas Airlangga Surabaya. Sub spesialisasi yang ditempuhnya adalah Pendidikan Subspesialis berbasis Kolegium Radiologi Intervensional dan lulus pada 2009. Dia lalu melanjutkan studi S3 di Universitas Hasanuddin dan lulus pada 2016.
Dia pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan (Menkes) pada 2019-2020. Dia diangkat menjadi Menkes oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 23 Oktober 2019.
Sebelum menjadi Menteri Kesehatan, Terawan juga pernah menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto pada 2015-2019. Dia juga dipercaya sebagai Ketua Tim Dokter Kepresidenan pada 2009-2019.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa video presenter Kompas TV mempromosikan obat kesehatan adalah keliru. Video hasil rekayasa merupakan AI-generated audio.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id