Keliru, Klaim Video Fatwa MUI untuk Tidak Pilih Pemimpin Daerah yang Didukung Jokowi

Rabu, 27 November 2024 11:57 WIB

Keliru, Klaim Video Fatwa MUI untuk Tidak Pilih Pemimpin Daerah yang Didukung Jokowi

Sebuah video beredar di WhatsApp tentang imbauan berupa Fatwa MUI terkait Pilkada 2024. Dalam video tersebut, seorang laki-laki berkemeja putih mengatakan bahwa ada imbauan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang cukup membikin gempar melalui ketua umum MUI.

Ia mengimbau umat Islam untuk tidak memilih pemimpin yang mendukung politik dinasti. Secara tersirat artinya jangan pilih mereka. Bagi yang di Sumatera Utara, jangan pilih Bobby Nasution. Bagi yang di Banten jangan pilih Andra Sony, yang di Jakarta jangan pilih Ridwan Kamil, yang di Jawa Barat jangan pilih Dedi Mulyadi, yang di Jawa Tengah jangan pilih Ahmad Lutfi, yang di Jawa Timur jangan pilih Khofifah.

“Itu yang kita suratkan dari yang tersirat. Itu yang disampaikan ketua MUI. Karena mereka semua pendukung politik dinastinya Mulyono alias Joko Widodo,” kata laki-laki tersebut.

Benarkah klaim video fatwa MUI untuk tidak memilih pemimpin daerah yang didukung Jokowi?

Advertising
Advertising

PEMERIKSAAN FAKTA

Di laman resminya pada 24 November 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melansir bahwa pihaknya melalui Tausiyah Kebangsaan mengeluarkan kriteria calon pemimpin yang harus dipilih pada Pilkada 2024.

Umat Islam wajib menentukan pilihan kepada calon pemimpin yang mampu mengemban tugas amar makruf nahi mungkar. Kriteria calon pemimpin yang mampu mengemban tugas amar ma'ruf nahi munkar adalah sosok pemimpin yang beriman dan bertakwa.

Selain itu, pemimpin tersebut memiliki sifat jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh).

"Mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, serta kemaslahatan bangsa," kata MUI dalam Tausiyah Kebangsaan yang ditandatangani pada Kamis, 21 November 2024 oleh Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar dan Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan.

MUI menekankan, apabila umat Islam memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat atau ada yang mendekati syarat ideal, hukumnya haram.

Dokumen Tausiah Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia tersebut diunggah oleh situs MUI Kota Bekasi di sini. Ada 8 poin yang disampaikan dalam dokumen dengan Nomor: Kep-74/DP-MUI/XI/2024 yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI, KH. M. Anwar Iskandar pada 21 November 2024 itu.

Pada poin 2 huruf b tertulis terdapat narasi tentang dinasti politik. Berikut teks lengkap poin 2 Tausiah Kebangsaan MUI:

2. Umat Islam yang terlibat dalam proses pemilihan kepala daerah berpegangan pada ketentuan:

a. pilihan didasarkan atas keimanan, ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas.

1. Bebas dari suap, (risywah), politik uang (money politics), kecurangan (khida’), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.

Tausiah Kebangsaan MUI secara lengkap disampaikan langsung oleh Sekretaris Umum MUI Kota Cimahi melalui akun YouTube MUI Cimahi TV di sini. Sejumlah media online nasional juga memuat artikel bersumber dari Tausiah Kebangsaan tersebut di sini, sini dan sini.

Tidak ada fatwa MUI yang menyatakan untuk tidak memilih pemimpin yang didukung oleh mantan Presiden, Joko Widodo. Joko Widodo bukan pimpinan partai yang mendukung salah satu calon pemimpin daerah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa video fatwa MUI untuk tidak memilih pemimpin daerah yang didukung Jokowi adalah keliru.

MUI mengeluarkan Tausiah Kebangsaan berupa imbauan agar umat Islam berpegang teguh pada ketentuan memilih didasarkan keimanan, ketakwaan pada Allah, melihat kejujuran, amanah, kompetensi dan integritas.

Umat Islam tidak boleh menerima suap, politik uang dan ikut serta dalam berbuat kecurangan, korupsi, oligarki, dinasti politik dan hal-hal yang terlarang secara syar'i.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Cek Fakta Tempo telah hadir selama lima tahun membantu publik menghadirkan informasi yang sesuai fakta, serta melawan misinformasi dan disinformasi. Kami membutuhkan masukan Anda agar cek fakta Tempo terus relevan menjawab kebutuhan pembaca serta menghadapi tantangan disinformasi yang semakin kompleks. Semoga Anda bisa meluangkan waktu selama 5 menit mengisi survei pada tautan ini.

**Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 30+ media di Indonesia.

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id