[Fakta atau Hoax] Badai Tropis Cempaka Melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah

Jumat, 27 April 2018 13:34 WIB

[Fakta atau Hoax]  Badai Tropis Cempaka Melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah

Setelah puting beliung melanda sejumlah daerah di Yogyakarta pada 24 April 2018, muncul kabar bahwa provinsi ini bakal diterpa badai tropis Cempaka. Informasi tersebut tersebar melalui WhatsApp dengan klaim telah dimuat di sebuah stasiun televisi swasta nasional dan dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY-Jawa Tengah.

Baca: Pakar ITB: Badai Mirip Siklon Tropis Cempaka Akan Jadi Langganan

Kabar burung yang mulai menyebar pada 25 April 2018 itu menyebut badai tropis Cempaka akan bergerak ke barat/selatan dan berdampak hujan lebat, angin kencang dan gelombang tinggi. Bahkan berpotensi menimbulkan puting beliung di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah hingga 28 April 2018.

Ternyata sampai saat ini badai tropis Cempaka dan dan dampaknya itu tidak ada di Yogyakarta. Sebenarnya pada Rabu 25 April 2018, BMKG langsung membuat bantahan. "Kami menyatakan bahwa informasi di atas adalah hoax atau tidak benar," kata Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta, Agus Sudaryatno.

Baca: Setelah Siklon Cempaka dan Dahlia, Ini yang Harus Diwaspadai

Advertising
Advertising

Agus dalam penjelasannya mengemukan sejumlah indikator. Pertama, setelah terjadi puting beliung di Kota Yogyakarta dan Banguntapan Bantul sehari sebelumnya, potensi untuk terbentuk kembali peristiwa itu sangat kecil. Hal itu karena kondisi dinamika atmosfer seperti intensitas penyinaran matahari, suhu permukaan bumi dan pola angin di lapisan bumi bagian bawah tidak signifikan sehingga tidak mendukung untuk terbentuk puting beliung kembali.

Siklon Tropis Cempaka. Kredit: BMKG

Kedua, saat ini tidak terpantau adanya badai tropis di Samudera Hindia, selatan DIY dan Jawa Tengah. Hal itu dikarenakan belahan bumi selatan merupakan pusat tekanan udara tinggi, sehingga DIY dan Jawa Tengah bertiup angin timuran dari Australia.

Ketiga, badai tropis dan puting beliung merupakan dua fenomena meteorologi yang berbeda skala maupun mekanisme pembentukannya. Badai tropis merupakan skala synoptik yang radiusnya 150-200 kilometer.

Simak: Apa Sebetulnya Siklon Tropis Cempaka, Penyebab Cuaca Ekstrem?

Sedangkan, puting beliung merupakan skala lokal dengan radius sekitar satu kilometer, sehingga antara keduanya tidak saling berkaitan. Pascaterjadi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, potensi terbentuknya kembali puting beliung itu sendiri sangat kecil.

Pesan yang beredar melalui WhatsApp itu tampaknya mendaur-ulang berita bencana banjir pesisir selatan Jawa dari Yogyakarta hingga Pacitan pada akhir November 2017. Bencana hidrometeorologi itu disebabkan karena siklon tropis Cempaka yang membawa pengaruh pada cuaca Indonesia pada 27 – 29 November 2017.

Berdasarkan hasil analisis BMKG, curah hujan di Yogyakarta pada 28 November 2017 mencapai 286 milimeter perhari dan di wilayah Pacitan pada 27 November mencapai 383 milimeter perhari. Curah hujan yang terjadi tersebut merupakan curah hujan kategori ekstrem yakni diatas 150 mm/hari.

Pada 29 November 2017, siklon tropis Dahlia kemudian lahir pada posisi 8.2 Lintang Selatan dan 100.8 Bujur Timur atau sekitar 470 kilometer sebelah selatan Bengkulu dengan pergerakkan ke arah tenggara menjauhi wilayah Indonesia. Lahirnya siklon tropis Dahlia berdampak pada peningkatan hujan lebat, tinggi gelombang, angin kencang, maupun kilat atau petir di beberapa wilayah di Indonesia.

Simak: Begini Alasan Siklon Tropis di Indonesia Pakai Nama Bunga

Selain itu hujan sedang hingga lebat di pesisir Barat Bengkulu sampai Lampung, Banten, dan Jawa Barat bagian Selatan. Angin kencang diatas 20 knots atau 36 kilometer perjam, pada akhir November 2017, melanda pesisir Barat Sumatera Barat hingga Lampung, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat.

"Badai tropis Cempaka yang terjadi tahun lalu sudah dinyatakan punah dan setiap nama badai yang telah punah tidak akan digunakan lagi oleh BMKG," kata Agus Sudaryatno dalam penjelasannya pada Rabu, 25 April 2018.

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id