Sebagian Benar, Sejumlah Negara Melarang Produk Makanan Hasil Rekayasa Genetika

Rabu, 29 Mei 2024 18:56 WIB

Sebagian Benar, Sejumlah Negara Melarang Produk Makanan Hasil Rekayasa Genetika

Konten yang beredar di WhatsApp serta Facebook akun ini, ini, ini, ini, dan ini, berisi klaim bahwa Amerika Serikat, Uni Eropa, Cina, Rusia, Afrika, Asian Games dan Olimpiade Mahasiswa Dunia (Universiade), melarang konsumsi makanan hasil rekayasa genetika alias Genetically Modified Food (GMF).

Dikatakan bahwa tomat sapi, jagung manis, dan ubi jalar ungu, termasuk GMF. Disebutkan juga bahwa semua jenis makanan dan buah-buahan yang yang dihasilkan di luar musimnya tidak boleh dimakan karena termasuk GMF yang beracun bagi manusia.

Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa dua klaim yakni 1) Benarkah tomat sapi, jagung manis, dan ubi jalar ungu, dan buah yang dihasilkan di luar musim termasuk GMF?; 2) Benarkah Amerika Serikat, Uni Eropa, China, Rusia, Afrika, Asian Games dan Universiade melarang konsumsi makanan yang termasuk GMF?

PEMERIKSAAN FAKTA

Advertising
Advertising

Klaim Pertama: tomat sapi, jagung manis, dan ubi jalar ungu, dan buah yang dihasilkan di luar musim termasuk GMF

Fakta: Dilansir website WHO, GMF berkaitan dengan Genetically Modified Organisms (GMO atau GMOs) yang juga sering disebut sebagai bioteknologi modern dan teknologi gen. Terkadang GMO juga disebut teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika.

GMO adalah organisme atau mikroorganisme, berupa tumbuhan dan hewan, yang materi DNA atau genetiknya telah diubah secara sengaja, bukan secara alami melalui perkawinan atau rekombinasi alami. GMF adalah makanan yang bahannya bersifat GMO.

Tujuan dilakukannya rekayasa genetika pada tanaman pada umumnya untuk meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Sementara GMF bertujuan menghasilkan makanan yang lebih murah, atau meningkatkan gizi, bisa juga keduanya.

Pada umumnya pemeriksaan keamanan makanan yang termasuk GMF dilakukan pemerintah masing-masing negara. Yakni harus aman dari bahaya langsung, alergi, kandungan zat tertentu, stabilitas gen yang disisipkan, dampak kandungan nutrisi, dan kemungkinan adanya efek lain yang merugikan. Di sisi lain, WHO telah menerbitkan panduan untuk mengujinya, yakni Codex Alimentarius.

Dilansir Healthline, terdapat sejumlah kekhawatiran terkait keamanan GMF, seperti alergi, kanker, cemaran herbisida, dan berdampak buruk pada madu. Namun semua kecemasan itu belum bisa dibuktikan secara ilmiah.

  • Tomat Sapi: Sesungguhnya tomat sapi alias tomat bistik yang berasal dari Amerika Latin merupakan hasil mutasi alami selama ratusan tahun, sebagaimana hasil penelitian yang diberitakan Newsday dan New Food Magazine. Penelitian itu dilakukan Zachary Lippman dan tim peneliti dari Cold Spring Harbor Laboratory, yang laporannya telah diterbitkan secara daring di Nature Genetics, tahun 2015. Mutasi sel induk dianggap menjadi faktor utama.
  • Jagung Manis: Dilansir Non GMO Project berdasarkan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), sekitar 93 persen ladang jagung di negeri itu ditanami benih transgenik alias tanaman GMO. Non GMO Project adalah organisasi non profit yang memberikan sertifikat untuk makanan non-transgenik. Hal ini menyebabkan kemungkinan lebih besar jagung asal Amerika Serikat termasuk GMF. Sementara jagung manis, ada yang bersifat non GMO, ada pula yang transgenik. Yang bersifat transgenik dikatakan jumlahnya masih sedikit.
  • Ubi Jalar Ungu: Dilansir Dailymail, seluruh ubi jalar mengalami rekayasa genetik secara alami, tanpa campur tangan manusia. Agrobacterium T-DNA secara alami masuk ke akar ubi jalar, hingga menyebabkan perubahan genetik dan mengembang menjadi bahan makanan. Proses yang dialami semua ubi jalar itu diperkirakan berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Proses itu terungkap dari penelitian yang dilakukan para ilmuwan dari Ghent University di Belgia dan International Potato Institute (CIP).
  • Buah yang dihasilkan di luar musim: Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jember (Unej) Soetriono menjelaskan ada buah yang bisa dipanen di luar musim, tanpa GMO. Namun, biasanya tanaman yang dipanen di luar musim, kualitas dan rasanya berbeda dengan yang berbuah dan dipanen sesuai musimnya. Kedelai impor di Indonesia pun sesungguhnya produk GMF. Yakni yang diolah menjadi tahu dan tempe dan dikonsumsi masyarakat sejak dahulu. Akan tetapi belum ada riset yang menyatakan bahwa produk GMF berbahaya. Butuh lebih banyak riset untuk mengetahui mengenai dampak GMF pada kesehatan.

Klaim kedua: Benarkah Amerika Serikat, Uni Eropa, China, Rusia, Afrika, Asian Games dan Universiade melarang konsumsi makanan yang termasuk GMF?

Fakta: Saat ini, 26 negara termasuk Perancis, Jerman, Italia, Meksiko, Rusia, Tiongkok, dan India (19 di antaranya berada di Uni Eropa (UE)) telah melarang produk GMO untuk sebagian atau seluruhnya. Sementara 60 negara lainnya menerapkan pembatasan yang signifikan terhadap GMO.

Salah satu alasan penolakan terhadap GMO adalah karena lemahnya manfaat GMO bagi pertanian dibandingkan dengan potensi risikonya. Ada juga kurangnya kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap proses regulasi di balik GMO.

Di Amerika Serikat, GMO di negara mereka aman untuk manusia, tumbuhan dan hewan. Kolaborasi antar lembaga di sana membantu pengolah pangan untuk memahami peraturan yang harus diikuti agar makanan GMF yang mereka hasilkan tetap aman. Peredarannya di pasaran juga diperbolehkan dengan menyematkan label yang menjelaskan bahwa makanan tersebut mengandung bahan GMO. Standar yang sama juga diterapkan untuk makanan impor, dengan menuliskan kalimat “bioengineered food” pada kemasannya.

Sedangkan klaim terkait Asian Games, panitia penyelenggara di Hangzhou membantah rumor yang mengatakan mereka menolak penggunaan bahan makanan GMO selama perhelatan acara. Di sisi lain, tidak ditemukan bukti bahwa gelaran Universiade melarang penggunaan makanan GMF, termasuk dalam penyelenggaraan terakhir, di Chengdu, Cina, tahun 2023.

KESIMPULAN

Berdasarkan verifikasi Tempo, narasi yang mengatakan bahwa sejumlah negara melarang konsumsi produk rekayasa genetika adalah sebagian benar. Juga beberapa tanaman saat ini dikembangkan dengan rekayasa genetika sebagian benar.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id